Masih Banyak Keluhan “Dicueki” Petugas
Banjarmasin, BARITO – Ombudsman RI Perwakilan Kalimantan Selatan (Kalsel) mencatat, sepanjang tahun 2019 pengaduan yang ditangani mengalami peningkatan 35 persen dari tahun 2018.
Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, Noorhalis Majid mengungkapkan, mulai awal Januari, hingga 20 Desember 2019, akses masyarakat ke kantor Ombudsman RI Perwakilan Kalsel berjumlah 226 kali. Laporan yang diterima 167, terdiri dari laporan langsung berjumlah 116, dan laporan tembusan 51.
Noorhalis menegaskan bahwa semua laporan, termasuk laporan tembusan sudah ditindaklanjuti. Sedangkan laporan selesai dan dinyatakan ditutup 146 buah. “Sedangkan laporan yang masih dalam proses penyelesaian berjumlah dua puluh satu. Jumlah laporan yang ditangani tahun ini meningkat 35 persen dari tahun sebelumnya yang hanya berjumlah125 laporan,” ujarnya, Jum’at (20/12).
Dugaan maladministrasi terbanyak yang dilaporkan antara lain, tidak memberikan pelayanan, penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan permintaan imbalan uang.
“Rupanya, masih banyak yang enggan memberikan pelayanan secara cepat, padahal sistem digital, pelayanan online, terus diupayakan. Bahkan masih banyak warga yang merasa tidak dilayani petugas,” ujar Noorhalis.
Substansi laporan terbanyak yang dilaporkan adalah, kepegawaian, pertanahan/agraria, pendidikan, ketenagakerjaan, dan air minum.
Laporan menyangkut kepegawaian, antara lain tentang status guru honor, penetapan sertifikasi guru non PNS, penerimaan CPNS, akreditasi kampus, disabilitas, tenaga kontrak, gaji ke -13 dan tunjangan hari raya.
Laporan tentang pertanahan, yakni tumpang tindih lahan, SHM belum terbit, penundaan berlarut. Laporan tentang pendidikan, antara lain pungli di sekolah, ijasah yang ditahan, guru tidak mengajar, murid diberhentikan.
Laporan ketenagakerjaan, antara lain soal pemberhentian tenaga kontrak secara sepihak dan perlindungan tenaga kontrak. Laporan menyangkut air minum, antara lain soal kuantitas dan kualitas air, terutama pada musim kemarau, pipa bocor, dan pelayanan air di wilayah Banjarbakula.
Noorhalis mengatakan, pihaknya menyadari bahwa di sejumlah kabupaten, laporan yang masuk masih sedikit. Hal itu menurutnya bukan karena pelayanan publik sudah sangat bagus, tetapi pengetahuan masyarakat mengenai Ombudsman masih terbatas. Termasuk masih rendahnya kesadaran akan hak masyarakat terhadap pelayanan publik.
“Masyarakat juga banyak yang belum paham, bahwa untuk menyampaikan laporan pelayanan publik, harus melampirkan bukti diri, menceritakan kronologisnya kejadian dengan lengkap, menyampaikan harapannya, serta melampirkan bukti-bukti pendukung. Ketika laporan dianggap tidak jelas, bukti tidak lengkap, saat diminta melengkapi, pelapor tidak lagi menghubungi Ombudsman,” ucapnya.
Setidaknya, imbuh Kepala Ombudsman RI Perwakilan Kalsel, ada 8 laporan yang tidak dapat ditangani, karena berkasnya tidak lengkap.
“Sangat disayangkan, karena tentu laporan tesebut sangat penting sekali untuk diselesaikan,” tandasnya.
Agar masyarakat semakin memahami haknya akan pelayanan publik, dan mensosialisasikan Ombudsman, pihaknya telah menyelenggarakan Penerimaan dan Verifikasi Laporan di tempat-tempat umum, atau disebut dengan PVL On The Spot. Hal itu bertujuan untuk mendekatkan Ombudsman kepada masyarakat. Tahun depan akan diselenggarakan minimal sekali dalam sebulan.
Selain itu, Pekan Pelayanan Publik, atau Festival Pelayanan Publik yang merupakan agenda tahunan juga akan kembali dilaksanakan tahun 2020. Kegiatan dari Ombudsman yang diikuti puluhan instansi pelayanan publik itu diharapkan benar-benar menjadi jembatan antara penyelenggara pelayanan publik dengan masyarakat pengguna pelayanan publik.
“Ombudsman juga akan meningkatkan komunikasi dan kerjasama dengan instansi pelayanan publik. Baik dengan cara mengawal implementasi aplikasi Lapor yang harus terhubung kepada seluruh instansi pelayanan publik sampai pada tingkat bawah, maupun dengan melakukan berbagai kerjasama lainnya, dalam rangka mendorong keseriusan pemerintah daerah memperbaiki pelayanan publik,” terangnya.
Tahun ini, kata Noorhalis, Ombudsman juga melakukan kajian cepat tentang pelayanan publik, antara lain soal bangunan terbengkalai.
Dalam kajian tersebut, Ombudsman menemukan 30 bangunan besar terbengkalai yang merugikan keuangan daerah dan pelayanan publik. Terdiri dari 14 pasar, 7 terminal, dan sisanya bangunan pelayanan publik lainnya. Semua bangunan tersebut semestinya dapat dimanfaatkan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Ombudsman menyarankan agar segera diambil kebijakan terhadap bangunan terbengkalai tersebut.
Sejumlah kabupaten sudah mengambil kebijakan, meneruskan pembangunan yang tertunda dan terbengkalai, serta memanfaatkan bangunan tersebut untuk kegiatan pelayanan publik lainnya.
Ombudsman juga melakukan kajian soal pertambangan ilegal atau pertambangan liar. Ternyata masih ada pertambangan liar yang merugikan daerah dan negara. Pertambangan liar tersebut beroperasi di lahan perkebunan sawit, dan di kawasan izin tambang yang tidak dijaga pemiliknya. Atas temuan tersebut, Ombudsman menyampaikan rekomendasi kepada pemerintah untuk melakukan pengawasan dan mengevaluasi izin yang sudah dikeluarkan.
Lebih jauh, Ombudsman memberikan apresiasi kepada instansi yang dinilai sangat cepat merespon atau menanggapi laporan masyarakat yang disampaikan melalui Ombusman.
Apresiasi antara lain disampaikan kepada Inspektorat Provinsi, Polda, BKN Regional, Kanwil Pertanahan dan PLN. Respon cepat yang diberikan, menunjukkan keseriusan dan komitmen yang tinggi dalam pelayanan publik.
Perlu Forum Koordinasi
Ombudsman juga memberikan beberapa saran untuk perbaikan pelayanan publik. Diantaranya adalah perlunya forum-forum koordinasi yang aktif berkomunikasi, menyelesaikan berbagai persoalan pelayanan publik yang melibatkan lintas instansi.
Dia mencontohkan, masalah pengalihan arus jalan karena adanya proyek pembangunan. Masalah itu disarankan agar tidak hanya ditangani oleh dinas perhubungan, tetapi juga melibatkan bidang lain yang terkait, termasuk unsur masyarakat agar terbangun partisipasi. Begitu juga menyelesaikan persoalan transportasi publik, harus melibatkan semua pihak, agar penanganannya tidak parsial. Dan banyak contoh lagi, perlunya forum-forum koordinasi;
Kemudahan akses masyarakat untuk komplain melalui aplikasi Lapor, harus dibarengi dengan kecepatan, keterbukaan dan kualitas respon yang dapat membantu masyarakat menyelesaikan persoalannya;
“Seiring berbagai percepatan pembangunan yang sudah dilakukan, baik karena telah diresmikannya terminal baru Bandara Internasional Syamsuddin Noor, ataupun posisi Kalsel sebagai provinsi penyangga Ibu Kota Negara Baru, maka Kalsel secara otomatis telah menjadi warga internasional yang pelayanan publiknya dituntut harus standar, dan tidak diskriminatif. Karena itu, perlu keseriusan penyelenggara pelayanan publik untuk benar-benar serius memperbaiki pelayanan publik,” bebernya.
Penulis: Cynthia