Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Untuk kedua kalinya mantan Bupati Tanbu dua periode Mardani H Maming kembali tidak bisa memenuhi panggilan jaksa untuk memberikan kesaksiannya pada perkara gratifikasi atas suap izin kegiatan usaha pertambangan batubara di Kabupaten Tanbu dengan terdakwa mantan Kadis ESDM Tanbu Raden Dwijono Putrohadi Sutopo.
Tidak hadir bukannya tidak ada khabar. Membalas surat panggilan jaksa penuntut umum, Mardani mengirim surat kalau dirinya sedang sakit.
Surat tersebut disampaikan jaksa kepada majelis hakim yang diketuai Yusriansyah SH MH, Senin (4/4).
“Pemanggilan Mardani untuk kedua kalinya. Untuk hari ini beliau ada mengirim surat tidak bisa hadir karena sedang sakit,” ujar Eko salah satu jaksa dari Kejagung RI seraya menyampaikan surat sakit Mardani kepada majelis hakim.
Tak hanya Mardani Maming, ada beberapa saksi yang juga dipanggil untuk kedua kalinya dan ada pertama kalinya. Namun hanya Mardani yang mengirim surat balasan. Lainnya tidak ada khabar.
Ada 14 saksi yang dipanggil jaksa untuk dimintai keterangannya, namun hanya 6 saksi yang bisa hadir. Keenamnya adalah Nafarin mantan Kadis PTSP, Miftahul Khair mantan Kabid PTSP,
Sugianti yang merupakan isteri terdakwa.
Kemudian, Berry Salim dari PT Sumber Alama Inti Mandiri, Martinus dari swasta serta
Ujang Sumaryanto juga karyawan swasta.
Dalam keteranganya, baik Nafarin maupun Miftahul Khair mengaku hanya meneruskan rekomendasi dari Kadis ESDM soal izin untuk PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN).
Keterangan kedua saksi nampak memicu reaksi keras ketua majelis hakim Yusriansyah. “Apa saudara engga baca apa judul SK bupati No 297 tahun 2011,” tanyanya. Di SK jelas menyebutkan tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.
Padahal mengacu pada UU No 4 Tahun 2009 pasal 93 ayat 1 jelas melarang pengalihan izin usaha pertambangan.
“UU sudah jelas. Lha kok kenapa bisa lolos? Ini jadi pertanyaan,” kata Yusriansyah.
Dicerca Yusriansyah, Nafarin berkilah kalau dia hanya mengeluarkan ijin sebab sudah ada rekomendasi Kadis ESDM.
“Padahal sudah tahu dilarang, lha kok kenapa satunya memberi rekomendasi ,satunya ngasih izin,” ketus Yusriansyah.
Perkara yang mendudukkan mantan Kadis ESDM ini bermula saat Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) dipimpin Almarhum Henry Soetio disekitar 2010 berencana melakukan kegiatan usaha pertambangan Batubara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan dan berencana juga memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pada prosesnya, diduga ada gratifikasi saat penerbitan IUP, sebab dalam pengurusannya proses IUP dilakukan dengan cara mengalihkan IUP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) menjadi IUP PCN.
Penulis: Filarianti Editor : Mercurius