Daddy Fahmanadie,SH LL.M
Menyimak perkembangan isu hukum akhir akhir ini selain masalah korupsi dan narkoba yang maish seksi saat ini maka tidak kalah seksi nya adalah masalah pro& kontra penerapan UIU ITE terutama dalam lingkup kasus kasus yang dianggap ada pada kontroversi pasal yang bermasalah atau multitafsir dalam uu ite tersebut .jika kita liat dalam kacamata hukum maka UU ite UU no 11/2008 atau revisi UU 19 /2016 adalah resmi sebagai cyber law nya indonesia, sebelum itu inndonesia tidak punya aturan standar aturan hukum yang untuk segala jenisv transaksi dan pengunaan informasi di internet.
Sesuai namanya , ini \cyber law atau cyber crime adalah perbuatan kriminal yang dilakukan di cyber space atau dunia maya , nah kejahatan ini menurut refrensinya (merry magdalena,hlm 19) ada dua kategori yaitu.; Kejahatan yang menggunakan IT atau teknologi informasi dan kejahatan yang menjadikan iT sebagai sasarannya. sebetulnya tidak hanya masalah kriminal yang diatur oleh UU ite namun aturan transaksi, serba serbi berbisnis dan legalisasi dokumen iternet., sebab sekaran bisnis sudah biasa dilakukan melalui internet jadi harus ada hukum yang yang mengakui keabsahan sebuah perjanjian koontrak atau jual beli.
ABU-ABU UU ITE
Tidak semua kalangan setuju dengan UU ITE termasuk para akademisi hukum pun terbelah dalam menilai efektifitas serta kehadiran UUITE , ada beberapa pasal yang cendrung diangga karet dan rancu serta multi tafsir yang dalam imlementasinya bisa di “belok-belokkan se enaknya bahkan cendrung membuka ruang penyimpangan atau ketidak adilan , oleh Save Net dan PAKU ITE sebuah organisasi yang memperjuangkan revisi atau penghapiusan pasal karet dalam UU ITE ketidak adilan UU ite di anggap memicu banyak orang yang tidak bersalah ditahan dan di pidana akibat pasal dalam UU ITE , motif pemidanaan UU ITE balas dendam, barter kasus, shock therapy ,dan persekusi ekspresi lebih menjadi dominan menggunakan UU ITE. Lalu dimensi UU ITE ini menjadi abu -abu oleh karena dalam penegakan hukum esensi suatu undang undang diterapkan itu adalah keadilan tetapi justru dalam penggunaan UU ITE pemenjaraan adalah menjadia sarana atau tujuan utama ,inilah yang membuat dampak hukum menjadi tidak seimbang karena jika hilirnya bayak orang yang tidak bersalah di tahan dan di hukum penjara akibat UU ITE maka hulunya adalah Pasal-Paal bermaslah ini yaitu Pasal sisipan . Pasal 27 (3) pasal penghinaan dan pasal 28 ayat 2 ( penodaan agama) dan pengancaman pasal 29 . nah secara legislasinya pasal asal in dimasukan dalam konten konten yang disebut kejahatan siber /cyber , padahal mengutip save net dalam drafttidak ada pasal tersebut dan tidak ada pembahasan lalu jadilah pasal sisipan setelah disahkan uu tersebut.
Ketidak Pastian Hukum dan jalan keadilan
Sejumlah persoalan dalam lingkup uu ite ini kemudian membuat pemerintah angkat bicara untuk mendorong revisi pada UUITE , presiden menyampaikan hal tersebut dalam rapim TNI -polri 15 februari 2021, sejumlah kasus sudah menjadi acuan seperti kasus baiq nuril ( 2017) , Kasus Tara basro ,(2020), Kasus Hilda puspita (2013), Kasus Diananta , 2020 dan lain- lain ini adalah sederet kasus yang dalam kacamata publik berdimensi ketidakpastian hukum dan keadilan.
Momentum REVISI UUITE.
Melalui lampu hijau pemerintah yang menjembatani revisi UU ITE yang saat ini masih berproses maka paket ini sudah harus sinkron dengan bagaimana legislatif sebagai pembuat Undang undang untuk konsekwen melakasanakan revisi atas UU ite ini dengan transparan dan tuntas jalan terjal revisi uu ite sudah ditempuh bahkan melalui JR di MK namun masih belum berhasil , aspek lapisan hukum dengan rumusan pasal tidak ketat serta bukan norma hukum baru sehingga terdapat duplikasi pasal yang mengacu pada KUHP ini lah yang membuat salah satu dari sekian persoalan hukum mendasar atas \UU ITE .
Momentum revisi hendaknya menjadi solusi atas keberadaan atau implementasi UU ITE tentu revisi dilakukan dengan memperhatikan asas dan kaidah hukum sesuai undang -undang serta melibatkan pandangan publik agar tercapai suatu elaksanaan undang undang yang bermanfaat dan berkeadilan.
Akademisi ULM dan founder Klinik Hukum DF