Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Dalam eksepsi yang diajukan tiga terdakwa perkara dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada pembebasan lahan Proyek Bendungan di Kabupaten Tapin mengatakam kalau dakwaan JPU membingungkan dan tidam jelas.
Membingungkan karena menurut penasehat hukum Kepala Desa Pitak Jaya Kecamatan Piani Kab. Tapin Sugianoor, dalam dakwaan kalau saksi dikatakan terpaksa menyerahkan uang kepada para terdakwa.
“Harus jelas, apakah mereka diancam atau ditekan sehingga terpaksa memberikan uang kepada para terdakwa salah satunya klien kita,” ujar Rahmi Fauzi didampingi Honda Nata, kepada wartawan usai sidang, Senin (19/6).
Dalam dakwaan harusnya jaksa bisa.menguraikan dengan gamblang perbuatan sebelumnya. Jangan dengan kata terpaksa, seolah-olah ada pemaksaan.
Kemudian, karena sudah ada kesepakatan antara klien kita dengan saksi untuk menguruskan semua adminisrasi jual beli tanah mereka, maka dalam perkra ini bisa dikatakan hanyar persoalan perkara perdata.
Baca Juga: Kapolda Kalsel : Tujuan Bedah Rumah agar Masyarakat Miskin Ekstrim dapat Hidup Layak
“Kita menilai ini hanya perkara perdata, sebab sudah ada kesepakatan antara saksi dan para terdakwa. Mereka.minta uruskan administasi dengan perjanjian uang hasil penjualan dibagi dua. Jadi dimana pidana korupsinya,” katanya.
Sementara dua terdakwa lainnya yakni Ahmad Ruzaldy guru SDN Bakarangan dan Herman warga Pitak Jaya melalui kuasa hukumnya, Marudut Tampubolin SH juga keberatan dengan dakwaan jaksa.
“Dakwaan jaksa kabur dan tidak jelas,” ujar Adi Permana perwakilan dari Kantor Hukum Marudut Tampubolon SH.
Karenanya kepada majelis hakim yang diketuai Suwandi SH, para kuada hukum meminta agar majelis hakim mengabulkan eksepsi mereka, tidak melanjutkan dakwaan jaksa, dan memulihkan nama baik terdakwa,” kata mereka kepada majelis hakim.
Atas keberatan isi dakwaan, JPU
Dwi Kurnianto SH mengatakan akan menanggapinya secara tertulis pada sdang akan datang.
Dketahui, ketiganya dikatakan secara bersama sama melakukan pemotongan 50 persen dari lima korban yang mendapatkan ganti rugi dari pembebasan lahan untuk pembangunan bendungan tersebut.
Dalam dakwaan disebutkan Sugianoor menerima sebesar Rp800 juta, Ahmad Rizaldy dikisaran angka Ro600 juta rupiah dan Herman yang merupakan warga setempat jumlah justru paling besar Rp945 juta lebih.
Baca Juga: Masyarakat Ramaikan Fun Bike Bupati Kotabaru Dalam Rangka Hari Jadi Kabupaten Kotabaru yang ke-73
Umumnya yang menjadi korban dari kelima penerima uang ganti rugi tersebut, dikarenakan surat surat tidak lengkap dan pengurusan kelengkapan tersebut dilakukan oleh ketiga terdakwa.
Sebetulnya ujar JPU kelima korban ini tidak mau untuk memberikan uang dengan besaran yang diminta, tetapi karena kelengkapan surat-surat tanah yang dimiliki kurang, mereka terpaksa memberikannya.
JPU kepada ketiga terdakwa menjerat pasal berlapis, yakni pasal 12 huruf e Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan undang undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Kedua pasal 11 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaiman diubah dengan undang undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sedangkan pelanggaran tentang pencucian uang, JPU pertama mematok pasal 3 UU RI No.8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang dan kedua pasal 4 UU RI No.8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Khusus terdakwa Herman karena orang swasta, dikenakan pasal 3 untuk yang pertama dan kedua pasal 5 UU RI No.8 tahun 2012 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang.
Seperti diketahui, bendungan yang menghabiskan anggaran mencapai Rp1 triliun ini merupakan merupakan proyek tahun jamak antara 2015 sampai 2020. Dalam kasus ini, sudah ada 20 orang yang dijadikan saksi dan diperiksa. Dari pemilik tanah, kepala desa, hingga mantan kepala BPN Tapin.
Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya