Akhir Dari Sebuah Sistem di Uniska

by admin
0 comments 2 minutes read

Banjarmasin, BARITO  Pemilihan Rektor Universitas Islam Kalimantan (Uniska) MAB tahun 2021 ini menjadi catatan paling bersejarah. Pasalnya, polemik antar kedua kubu sudah semakin terang-terangan.

Ini berbeda dengan Pilrek pada tahun-tahun sebelumnya. Dimana Pilrek dipermudah dan dipersempit demi kepentingan karena diduga telah di intervensi oleh pihak yayasan.

Lantas apa yang terjadi dengan sepeninggal Ketua Yayasan Uniska Dr Ir Gusti Irhamni yang telah meninggal dunia bulan lalu?

Menurut DR Muhammad Uhaib As’ad. Salah satu Dosen senior Fisip Uniska ini melihat. Sekarang ini senat dan para petinggi di Uniska telah pecah.

Ia mengibaratkan, itu seperti ‘sapu lidi’.
Sapu lidi adalah kumpulan dari banyak lidi, lidi yang dimaksud adalah para senat pendukung yayasan. Sedangkan pengikat lidi adalah Ketua Yayasan.

“Saat ikatan lidi lepas, pasti lidinya berhamburan. Nah seperti inilah kondisi saat ini di Uniska,” katanya saat dihubungi via Whats App, Senin (12/4).

Namun konteks sapu lidi itu bukan hal yang penting. Bagi dosen yang sudah melalang buana menjadi narasumber internasional ini, saat ini yang perlu dirubah adalah sistem.

Ia meyakini, sistem Uniska saat ini sudah tidak ada harga dirinya lagi, Uniska nyaris tidak memiliki sistem. Semua dilakukan demi kepentingan oligarki yayasan dan kepentingan ekonomi yang tanpa melihat kepentingan sejati akademisi.

Uhaib menyebutkan, sistem Uniska yang berjalan saat ini adalah sistem ‘busuk’ yang dikontrol oleh ketua yayasan. Hal tersebut diketahuinya misalnya adanya penunjukan dekan di salah satu fakultas yang tanpa memiliki jenjang karir, kemudian ada jabatan di fakultas yang berputar pada orang itu saja.

Belum lagi kasus banyaknya wisudawan dan wisudawati yang tanpa mengikuti kuliah bisa menjadi wisuda.

“Untuk melanggengkan sistem itu, ketua yayasan menjadikan Abdul Malik sebagai rektor dan ia merupakan golden boy atau anak emas oleh yayasan,” bebernya.

Soal pemilihan rektor, lanjut Uhaib itu akumulasi dari sebuah proses jangka panjang dari kekuasaan yang di emban oleh ketua Yayasan.

Orang-orang yang memiliki jaringan dengan menggunakan ketua Yayasan itu untuk bermain-main pada sebuah posisi kepentingan.

“Sekarng ketua yayasan sudah almarhum. Pendukung pecah dan Sanusi mendapatkan dukungan yang awalnya sangat menderita,” cetusnya.

Bagi Uhaib, ini adalah akhir dari cerita sebuah kekuasaan di Uniska dan Kampus Uniska bersiap menjadi perguruan tinggi yang sehat, maju dan memiliki sistim yang profesional.

“Uniska sudah saatnya mencontoh Universitas Islam Indonesia (UII) yang memiliki banyak badan usaha, dan tidak lagi tergantung pada SPP,” katanya.

Ia menyampaikan, pilrek saat ini masih dalam proses rapat Yayasan Uniska. Menariknya, dalam yayasan disinyalir juga pecah argumen.

Penulis : Hamdani

Baca Artikel Lainnya

Tinggalkan komentar