Alumni Politala Yang Kini di Taiwan, Harus Pandai Gunakan Sumpit

by baritopost.co.id
0 comments 6 minutes read

Pelaihari,BARITO – Cerita seorang mahasiwa asal Politeknik Negeri Tanah Laut (Politala) yang kini tengah berada dinegeri Taiwan, dapat menjadi bekal ketika kelak siapapun anda bisa menuju negeri Taiwan terebut.

Ia adalah Muhammad Fajar (Chinese: Fa Ha Er), seorang pemuda yang berasal dari Desa Sinar Bulan Gang Teluk Dalam Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu, Kalsel. Sebagai asli orang Sungai Danau yang kini melanjutkan studi di Kun Shan University of Science and Technology pada Departemen Of Information Engineering.

Sang ayah bernama Muhammad Ihsan (Alm) kelahiran Gresik dan ibu bernama Rusdiana kelahiran Banjarmasin, Fajar dibesarkan dalam lingkungan profesi ayah sebagai Service Elektronik didesa kelahirannya. Sementara sang ibu sebagai guru yang penuh disiplin mendidik ketiga putranya. Adiknya Muhammad Arbani dan Muhammad Ilham, sementara Fajar putra pertama.

Berada dinegeri Taiwan, Fajar hanya mengingatkan harus pandai-pandai menggunakan Sumpit (jenis peralatan makan) layaknya dinegara Jepang. Namun jangan khawatir jenis makanan di Taiwan lebih condong vegetarian, yang justru memiliki kandungan vitamin yang tinggi, demikian cerita Fajar melalui pesan WhatsApp Senin, (9/8/21) kemarin.

Sebagai alumni Politala angkatan ke-VIII jurusan D-III Teknik Informatika (TI). Pada saat wisuda berlangsung di Kantor Urusan International (KUI) Politala mendapatkan informasi tentang Beasiswa 2+I akademi kolaborasi Indonesia-Taiwan. Program beasiswa itu merupakan sebuah program Joint Degree atau program Gelar Bersama merupakan kerja sama antara dua universitas yang menghasilkan satu gelar pada program studi, dimana mahasiswa lulusan D-III berkesempatan melanjutkan pendidikan D-IV di Taiwan. Beasiswa ini mengajarkan banyak hal dalam hidup dinegara orang, terbilang sederhana program ini memberikan kesempatan kepada mahasiswa untuk magang di perusahaan-perusahaan industri di Taiwan.

Tentu saja, mahasiwa terpilih berdasarkan informasi yang diberikan oleh ketua jurusan adalah mahasiswa yang berpotensi dengan beberapa seleksi diantaranya menelaah lebih lanjut tentang kondisi di Taiwan, termasuk biaya hidup dan lainnya yang erat kaitannya dengan kebutuhan di Taiwan. Pihak KUI juga memberikan layanan khusus kepada mahasiswa dengan kelas intensif Inggris-Mandarin pada hari Sabtu-Minggu disetiap bulannya, disamping itu juga mahasiswa mempersiapkan berkas keberangkatan.

Sedikit berbagi terangnya, pada tahun pertama kuliah, kelas normal sebagaimana biasanya. Culture Shock (Gegar budaya merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan perasaan terkejut, gelisah, keliru) yang dirasakan adalah teman pertama berada di Taiwan. Kita hidup dan tinggal dilingkungan Mandarin, dengan listening (Mendengarkan) yang jauh berbeda dengan lingkungan asal diri.

“Saat pergi kekantin maka akan terbiasa dengan budaya “Beberes” (merapikan sendiri), memilah sampah organik dan anorganik, tentunya harus pandai menggunakan Sumpit, karena secara menyeluruh sumpit akan tersedia sebagai alat makan disetiap kuliner Taiwan. Dalam hal komunikasi sehari-hari lebih cenderung ke bahasa Mandarin, akan tetapi saat dikelas pakai bahasa Inggris. Lantaran sudah belajar dua bahasa terkadang lebih mudah berkata Mandarin, atau bahkan dikatakan berbicara dengan Bilingual Language (dua bahasa),”ungkapnya.

Respon orang Taiwan pada orang asing biasa saja, mereka mudah bergaul terlebih jika ada keperluan, mereka tidak segan membantu, jika tidak kenal mereka juga biasa saja. Inilah yang disebut orang lokal. Contoh, saat dikantin para penjual sebut saja Bibi kantin, mereka semua ramah-ramah dan senang berteman. Menyangkut soal makanan, maka sebagai seorang muslim memutuskan untuk menjadi seorang vegetarian.

Kenapa vegetarian ?

Saat awal tiba di Taiwan rasa khawatir muncul takut akan termakan makanan yang dilarang dalam akidah. Hingga 3-4 bulan lamanya menjadi seorang vegetarian, setelah belajar pronoun Mandarin mulai percaya diri untuk custome makanan. Sebagai seorang yang punya hoby jalan-jalan sering pergi kepasar pagi dan pasar malam. Taiwan juga punya banyak street food yang tidak kalah dengan makanan Indonesia, ya itung-itung meredakan sedikit rindu dengan lidah Indonesia.

Apakah ada warung Indonesia ?

Ada. Taiwan memiliki store 4 negara dengan nama brand “Big King”. Big King merupakan toko besar di Taiwan yang menjual berbagai produk dari Indonesia, Philipina, Vietnam dan Thailand. Selain itu ada banyak juga warung Indonesia, namun soal harga bisa dibilang cukup mahal, beli pun kadang setelah gajian tiba.

Dikelas dengan banyak mahasiswa asing seperti orang Jepang, Korea Honduras, Jamaica dan masih banyak lagi. Rasa toleransi keagamaan dijunjung, bagi mahasiswa yang muslim pulang pun lebih awal pada setiap hari Jum’at karena harus mengejar bus untuk pergi ke musholla guna melaksanakan sholat Jum’at. Pada hari-hari biasa dikampus lain juga mengadakan Yasinan bersama. Sebagai punya hoby bertukar mata uang adalah tanda bahwa pernah bertemu dan berbincang-bincang dengan mereka.

Pada kelas program ini dalam setiap minggu kelas dimulai dari hari Senin hingga Rabu, lalu pada hari Kamis dan Jum’at adalah jadwal Partime. Partime disini cukup ringan tidak seperti yang orang bayangkan seperti TKI/ PMI. Memang program ini bertujuan agar mahasiswa dapat memiliki pengalaman bekerja dengan beberapa perusahaan. Beberapa perusahaan memberikan layanan transportasi gratis, jadi bangun pagi dan berjalan dari asrama kedepan gerbang sekolah, dan nantinya dijemput taxi menuju keperusahaan. Perusahaan juga memberikan layanan kesehatan dengan potongan gajian disetiap bulannya.

Apakah partime wajib ?

Tidak, partime memang dijadwalkan sekolah dan juga uang dari partime ini lumayan tinggi nilai mata uangnya, satu jam kerja dibayar 160NTD atau sekitaran Rp 80.000, dan kalau sekolah dikirim uang dari Indonesia juga nilainya lumayan kecil dan lebih menitik beratkan pada kurs.

Fajar sendiri berada di Partime dan Intership diperusahan TOYO AUTOMATION CO. LTD. Sebuah perusahaan robot yang berada di Tainan-Taiwan. Fajar berada dibidang Assembly Servo Motor Robot. Pada saat musim liburan banyak perusahaan membuka lowongan pekerjaan paruh waktu untuk mahsiswanya seperti packing barang elektronik dan lain sebagainya.

Dalam masa pandemi covid-19, Taiwan lebih aman dari negara lain. Taiwan memiliki masyarakat yang patuh terhadap aturan pemerintah. Pake masker dan tidak lupa cuci tangan serta menscan lokasi tempat dimana berada. Misal, pergi ketoko buku maka harus menscan barcode toko buku tersebut untuk menandakan bahwa seseorang berada disana. Fungsinya juga agar mudah di tracking apabila pengunjung dinyatakan covid. Taiwan tidak memberlakukan lockdown, hanya saja Taiwan membatasi akses beberapa pengunjung dengan cara tidak boleh makan ditempat, kalau beli harus dibungkus tidak ada system dine-in, pasar pagi selalu buka dan pasar malam diberlakukan ganjil-genap. Contoh lain, akhiran KTP adalah genap maka hanya akan diizinkan pada hari genap pergi ke pasar malam, tempat berkumpul seperti taman, tempat ibadah dan tempat wisata semua ditutup agar tidak terjadi kerumunan.

Pada tahun kedua di Taiwan hingga diberlakukannya level 3, maka sekolah dan tempat edukasi lainnya juga menjadi online. Taiwan sangat kondusif dalam menjalankan protkes covid-19 ini. Hingga kini mahasiswa asing juga diberikan layanan vaksin gratis dengan varian boleh memilih sendiri diantaranya, Astrazenecca, Moderna, dan buatan Taiwan sendiri Medigenvac.

Pada bulan 6 lalu Fajar berhasil lulus wisuda dengan gelar Bachelor of Science in Department of Information Engineering. Melihat peluang dan kesempatan, maka ia putuskan untuk menyelesaikan study di Taiwan. Tahun kedua ini Inshaa Allah akan melanjutkan study sebagai Master’s Student in National Kaohsiung of Science and Technology in Department of Computer Science and Information Engineering.

“Sebelumnya menyelesaikan study S1 dengan program 2+1 di kota Tainan, sekarang berpindah ke kota Kaohsiung untuk menyeselaikan S2. Jadi kalo ditotal akan tinggal selama 4 tahun di Taiwan. 2 tahun untuk S1 dan 2 tahun untuk S2,”paparnya.

Rasa kerinduan akan orang tua dan adik-adiknya tentulah selalu terbesit, namun bagi Fajar tidak menjadikan jarak yang jauh semakin menjauhkan komunikasi, apalagi di era modern sekarang, maka jarak tak menghambat komunikasinya bersama keluarag tercinta.

“Dalam sebulan sepertinya normal saja komunikasi dengan orang dirumah. Apabila diwaktu senggang kadang telpon, terlebih saat perayaan hari besar seperti lebaran,”ungkapnya.

Rasa nasionalisme dengan bangsanya, terlebih mendekati Hut RI ke 76, bagi Fajar hal itupun sangat menyentuh. Tapi baginya tidak ada akan tersisihkah rasa nasionalisme kepada bangsanya sebab di Taiwan sendiri ada ysng namanya Persatuan Pelajar Indonesia (PPI).

“Disitulah melalui PPI pengobat rindu teramat dalam dengan bangsa Indonesia, karena masih bisa ikut merayakan kemeriahan Hut RI layaknya masyarakat di Indonesai sepeti balap karung, makan kerupuk, hanya saja merayaknya di Taiwan,”tutupnya.

Penulis: Basuki

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment