Batola, BARITOPOST.CO.ID – Menjelang pendaftaran calon legislative bulan Mei 2023, pengurus partai tingkat provinsi atau kabupaten bahkan secara nasional mesti serius membekali para calegnya untuk memahami masyarakat dan agar pesan tersebut mampu menarik simpati dan memiliki daya Tarik elektabilitas.
Hal yang perlu dihindari adalah, Pertama, Jangan sampai ide, pemikiran, gagasan, atau wacana yang dilemparkan caleg membumbung tinggi di angkasa sehingga yang ditawarkan cenderung imaginative dari pada realitas. Kalaupun realitas, maka cenderung bersifat klaim atau melanjutkan ide yang sudah ada sebelumnya dan karena kemampuan retorika seolah-olah ide yang baru.
Kedua, Hasrat hati meraih simpati masyarakat tetapi dengan cara belah mampu. Satu bagian mengangkat memegang dan meraih suara masyarakat pada populasi yang besar, bagian lain menginjak bambu tersebut terutama masyatakat yang populasinya sedikit. Ketiga, perlu menghindari retorika yang hiperbolis terutama memberikan janji-janji manis yang surplus kata “akan” dan deficit bukti.
Ketiga hal yang perlu dihindari itu, jika dilakukan memang akan mendongkrak popularitas tetapi belum tentu atau malah akan menurunkan elektabilitas.
Sebaliknya yang dilakukan adalah, pertama, pertajam kemampuan mendengar, menyimak, dan mencerna keluhan, saran dan pandangan masyarakat, sebab jika terpilih tugas wakil rakyat adalah menyampaikan aspirasi mereka untuk diperjuangkan baik dalam bentuk perundang-undangan (perda), pengawasan kerja eksekutif, dan budgeting.
Di hadapan rakyat, seorang wakil rakyat bukan pemberi ide, gagasan, imaginasi, tetapi penerima aspirasi dari rakyat. Kedua, harus tahu apa yang akan menjadi tugas wakil rakyat. Sebab saat hadir di masyarakat, atau bahkan terpilih, seorang wakil rakyat cenderung berperan sebagai eksekutif bukan sebagai anggota legislative. Di sini menjadi pendidikan politik bagi seorang calon atau wakil rakyat memberikan Batasan kepada masyarakat, mana yang menjadi seorang legislative dan mana yang menjadi tugas seorang wakil rakyat.
Jika seorang caleg, atau bahkan anggota legislative berbicara bukan dalam kapasitasnya sebagai calon atau wakil rakyat, maka sesungguhnya dia telah tersesat sebagai seorang aparat eksekutif kalau pun hal itu dilakukannya dengan kesadaran, maka yakinlah orang tersebut sebenarnya ingin menempatkan dirinya sebagai calon kepala daerah.
Ketiga, ada banyak contoh dengan sedikit popularitas tetapi seseorang terpilih berkali-kali menjadi wakil rakyat hal tersebut tentu karena elektabilitasnya tinggi melalui kemampuannya menyimak, mendengar, dan menyampaikan aspirasi rakyat. Artinya gunakan kemampuan retorika ketika berhadapan dengan elit atau pihak eksekutif untuk menyampaikan aspirasi masyarakat.
Oleh Nasrullah, Antropolog ULM atau dosen Prodi Pendidikan Sosiologi, Sedang menjalani tugas belajar pada S3 Antropologi UGM