Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) banyak kekayaan tak ternilai harganya, mulai kekayaan budaya, adat istiadat masyarakat, hingga kekayaan alam yang diantaranya bisa dilihat dalam situs-situs Geopark Meratus.
Secara geografis, Geopark Meratus di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) yang telah ditetapkan Komite Nasional Geopark Indonesia (KNGI) sebagai Geopark Nasional Indonesia pada Tahun 2018 dan Geopark pertama di Kalimantan, bagi dalam empat jalur perjalanan yakni Rute Barat, Rute Timur, Rute Utara dan Rute Selatan.
Baca Juga: OJK Dorong Bank Perekonomian Rakyat di Kalsel Semua ‘Sehat’
Rute-rute tersebut dirancang dengan penamaan yang merepresentasikan karakteristik wilayah dan keanekaragaman Geopark Meratus yang dapat dijalani kurang lebih lima hari dengan total 54 situs.
Geopark ini mempunyai luas wilayah sekitar 3,645.01 km2, yang mencakup 6 Kabupaten/Kota, yaitu Kota Banjarbaru, Kota Banjarmasin, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), Kabupaten Tapin, Kabupaten Barito Kuala (Batola), dan Kabupaten Banjar.
Baca Juga: OJK Dorong Bank Perekonomian Rakyat di Kalsel Semua ‘Sehat’
Ketua Harian Badan Pengelola Geopark Meratus, Hanifah Dwi Nirwana menyebut, pembagian rute itu saling berkaitan antara situs yang satu dengan yang lainnya. Situs-situs dilandasi dengan tiga pilar utama yakni edukasi, konservasi, dan pembangunan ekonomi berkelanjutan di masyarakat.
“Ini tentunya perlu dukungan seluruh pihak, sehingga upaya-upaya kami untuk menceritakan betapa pentingnya geopark karena geopark bukan hanya batu, atau melihat yang ada di sini, tetapi banyak masyarakat yang kita bangun, ekonomi masyarakat yang kita bangun, sehingga benar-benar ini menjadi nyata, bukan hanya jargon tetapi benar-benar masyarakat merasakan manfaatnya,” ujar Hanifah disela-sela kegiatan bertajuk “Menemukan Keajaiban di Geopark Meratus” tanggal 9 – 10 Desember 2023 yang diselanggarakan Badan Pengelola Geopark Meratus bersama para jurnalis di Kalsel.
Baca Juga: OJK Dorong Bank Perekonomian Rakyat di Kalsel Semua ‘Sehat’
Rombongan mengambil titik star di Pasar Terapung Lok Baintan Kabupaten Banjar.
Di lokasi ini, pengunjung yang harus menaiki klotok (kapal kecil bernama mesin) ini tidak saja bebas belanja kue tradisional, buah-buahan dan souvernir, tapi bakal diraya para acil-acil jukung (pedagang) dengan pantun.
Alasan menjadikan Pasar Terapung Lok Baintan sebagai salah satu situs Geopark Meratus adalah aliran Sungai Martapura yang berasal dari Pegunungan Meratus. Sungai Martapura terbentuk akibat kejadian bumi, yaitu pada waktu pengangkatan Pegunungan Meratus yang tersusun oleh endapan aluvial sungai seperti pasir, lumpur atau lempung. “Karena itulah pada beberapa tempat bisa ditemukan intan,” jelasnya.
Baca Juga: OJK Dorong Bank Perekonomian Rakyat di Kalsel Semua ‘Sehat’
Berlanjut ke Museum Wasaka di Banjarmasin dengan bangunan berarsitektur Banjar tipe Bubungan tinggi. Museum ini diresmikan pada 10 November 1991 ini menyimpan berbagai benda bersejarah yang digunakan para pejuang melawan penjajahan seperti tumbak, sumpitan, sulip, badik, parang bungkul, sangkuh, mandau, dan bambu runcing. “semua barang di sini asli,” ujar Khahfi, juru kunci museum.
Baca Juga: OJK Dorong Bank Perekonomian Rakyat di Kalsel Semua ‘Sehat’
Situs berikutnya yang dikunjungi adalah Kampung Tradisional Sasirangan dan Galeri Terapung Sasirangan. Di lokasi ini, pengunjung dapat membeli kain khas Kalsel Sasirangan, juga bisa melihat langsung proses pembuatan kain sasirangan oleh pengrajin.
Situs yang menjadi kekayaan Kalsel lainnya adalah pembuatan kapal tradisional di Pulau Sewangi Kabupaten Barito Kuala. Profesi sebagai pembuat perahu dilakoni sebagian besar masyarakat setempat.
Baca Juga: OJK Dorong Bank Perekonomian Rakyat di Kalsel Semua ‘Sehat’
“Sekitar 70 persen penduduk kami terutama kaum pria adalah perajin jukung. Profesi perajin jukung ini sudah ada sejak lama dan turun temurun diwariskan warga kami,” ungkap Kepala Desa Pulau Sewangi, Sarifah Saufiah.
Sayangnya, pekerjaan ini kurang mendapat perhatian generasi muda Desa Pulau Sewangi, namun lebih memilih pekerjaan lain.
Konservasi Bekantan di Pulau Curiak yang tidak terlalu jauh letaknya dari situs sebelumnya.
Lokasi ini dikenal sebagai pusat pembuatan kapal kayu sebelum zaman kemerdekaan. Pulau Alalak termasuk Pulau Sewangi sempat masuk dalam rencana Kawasan Pelabuhan dimasa akhir perang Banjar sekitar tahun 1905, hal tersebut karena letak geografis yang sangat strategis, yaitu di Sungai Barito, serta dekat dengan sumber bahan baku yang berasal juga dari wilayah Kalimantan Tengah, termasuk Kapuas.
Baca Juga: OJK Dorong Bank Perekonomian Rakyat di Kalsel Semua ‘Sehat’
Ketua Sahabat Bekantan Indonesia, Amelia mengatakan, sebelum dibuka sebagai Kawasan Stasiun Riset Bekantan, populasi Bekantan di Pulau Curiak hanya 14 ekor saja. “Saat ini jumlah Bekantan dari data terbaru kami kini berjumlah 42 atau ada peningkatan lebih dari 100 persen dan kawasan ini berada di luar kawasan konservasi, bagaimana kita mengelola populasinya tetapi tetap bisa hidup berdampingan dengan masyarakat lokal,” ujar Amel (sapaan Amelia).
Bertambahnya populasi Bekantan tak lepas dari upaya restorasi Mangrove Rambai yang ada di Pulau Curiak. Mangrove Rambai merupakan salah satu makanan utama Bekantan. “Secara kecil memang mendukung sebagai pakan Bekantan tetapi secara global ternyata dapat membantu mitigasi perubahan iklim,” jelas Amel yang mengapreasiasi Pemprov Kalsel memasukkan Pulau Curiak sebagai salah satu situs Geopark Meratus.
Baca Juga: Jelang Nataru, OJK Ingatkan Masyarakat Kalsel Waspada Soceng
Perlu diingat, di tempat ini, pengunjung tidak serta merta bisa berinteraksi dengan kawanan bekantan. Hewan berhidung panjang ini punya sifat pemalu, sehingga perlu kesabaran menunggunya muncul dari semak pepohonan.
Terakhir di situs Pemandangan Tongkang Batu Bara atau kawasan Jembatan Barito. Di arena ini
memberikan gambaran aktivitas tentang perjalanan kapal tongkang pengangkut batubara, yang dihasilkan dari Formasi Tanjung berumur 65-36.5 juta tahun yang lalu (Eosen) dan Formasi Warukin berumur 16.2-11.3 juta tahun yang lalu (Miosen Tengah-Akhir), yang berasal dari Kalimantan Selatan.
Penulis: Salman
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya