Banjarmasin, BARITO – Kota Banjarmasin memasuki kota lima terendah dalam kasus stunting dari 13 kota/kabupaten di Provinsi Kalimantan Selatan. Hal tersebut diucapkan Plt Kadis Kesehatan Kota Banjarmasin, Machli Riady.
Machli menjelaskan, posisi ke lima itu Banjarmasin angka kasusnya ada 27 persen dan tahun ini ditarget turun paling tidak 24 persen.
Untuk mengejar target tersebut, 10 SKPD terkait menggelar giat rembuk stunting dalam percepatan penurunan stunting di tingkat Kota Banjarmasin tahun 2022 yang digelar di Aula Kayuh Baimbai, Balai Kota Banjarmasin, Selasa (5/4).
“Sebenarnya, standar Kementrian Kesehatan (Kemenkes) RI untuk angka stunting 21 persen. Sebisa mungkin kasus stanting kita turunkan,” katanya.
Ia berharap seluruh SKPD yang memiliki keterkaitan dalam persoalan stunting ini, untuk ikut serta secara aktif dalam menurunkan angka stunting di Banjarmasin secara bersama-sama melalui program yang ada.
“Maka hari ini kita melaksanakan aksi 3 yaitu urung rembuk kembali dengan beberapa SKPD yang terlibat di dalamnya,” jelasnya.
Tentunya melalui rembuk ini, pihaknya bersama SKPD terkait akan lakukan evaluasi untuk perbaikan ke depannya mengenai upaya penurunan angka stunting.
“Jangan sampai masih berada di rangking lima di Kalsel. Harapannya kita bisa turunkan dari kondisi sekarang ini,” harapnya.
Disisi lain ia menjelaskan bahwa banyak penyebab terjadinya stunting. Salah satu penyebabnya ialah pernikahan dini.
Menurutnya, pernikahan dini tidak semestinya dilakukan. Pasalnya dinding rahim wanita yang masih terlalu muda belum siap untuk dibuahi.
“Pada saat dia hamil wanita ini kekurangan zat besi sehingga pada saat lahir dia bisa saja menyebabkan anaknya stunting,” ujarnya.
Tidak hanya itu, penyebab lainnya ialah kebiasaan masyarakat yang sudah memberikan makan kepada anaknya yang masih usia bayi.
“Masih banyak kita temukan bayi baru lahir diberi pisang dan tidak memberi ASI eksklusif. Padahal bayi wajib diberikan ASI ekslusif hingga berusia 6 bulan. Tidak boleh diberi makanan tambahan apapun hanya air susu ibunya setelah 6 bulan baru boleh,” paparnya.
“Sementara di Banjarmasin capaian ASI ekslusif kita belum sampai 100 persen itu juga penyebabnya,” sambungnya.
Selain itu, kondisi lingkungan yang dianggap tidak sesuai dengan standar kesehatan juga memicu terjadinya stunting pada anak.
“Tidak semua rumah tangga di Banjarmasin memiliki PDAM di rumah. Banyak juga hunian rumah di permukiman padat itu ventilasi udara tidak sesuai dengan standar kesehatan,” tutupnya.
Penulis : Hamdani