Banjarmasin, BARITO – Keterangan tiga kepala desa, yakni Kades Muning Tengah, Muning Baru dan Desa Banjarbaru, pada kesaksian sebelumnya kalau mereka tidak tahu soal Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) atau Prona, kemarin terbantahkan.
Menurut saksi dari Badan Pertanahan Nasional (BPN) Syamsu yang dihadirkan pada sidang terdakwa M Rusli dengan dakwaan melakukan pungutan liar (pungli) PTSL, mengatakan tidak mungkin kades tidak tahu soal program pemerintah tersebut.
“Tidak mungkin tidak tahu, soalnya kita selalu sosialisasikan ke setiap desa soal prona,” ujar Syamsu pada sidang lanjutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, Selasa (22/9).
Selain itu lanjut saksi, Kepala Kantor BPN akan mengeluarkan surat keputusan pembentukan panitia pelaksaaan di lapangan, dimana kepala desa salah satu turut di kepanitiaan tersebut.
“Memang dalam surat keputusan tersebut pihak Kepala Kantor tidak menyebutkan nama hanya mencantumkan jabatan yakni kepala desa,’’ jelas Syamsu.
Lebih tambah Syamsu, setiap surat keterangan tanah warga desa harus ada rekomendasi dari Kepala desa, kalau tidak BPN tidak akan memprosesnya.
“Jadi sekali lagi, mana mungkin kades tidak tahu,” ujarnya kembali.
Secara garis besar dikatakan untuk pengurusan Prona ini semua digratiskan, kecuali biaya administrasi seperti pembuatan fotocopy untuk melengkapi persyaratan yang ditanggung pemilik lahan.
Pada sidang dengan majelis hakim dipimpin Daru Wastika SH yang didampingi hakim A Fauzi dan A Gawe, masih mendengarkan keterangan saksi. Selain Syamsu turut bersaksi tiga karyawan BPN lainnya.
Terdakwa adalah salah seorang guru disalah satu sekolah Ibtidayah Negeri 12 Desa Muning Baru Kecamatan Daha Selatan.
Dalam dakwan Rusli disebutkan telah menarik biaya pembuatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL) yang notabene gratis alias tidak dipungut bayaran sebab ditanggung pemerintah.
Perbuatan M Rusli dilakukan sejak tahun 2016. Masing-masing pada pemilik sertifikat, M Rusli meminta bayaran sebesar Rp500 hingga Rp600 ribu.
Sedikitnya dari barang bukti, M Rusli telah mengumpulkan uang dari PTSL tahun 2020 ini sebesar Rp29.600.000.
Perbuatan itu menurut jaksa dalam berkasnya bertentangan dengan pasal 15 Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No 35 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap biasanya lebih dikenal dengan sebuat Prona, diubah dengan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang No 1 Tahun 2017 disebutkan bahwa biaya pengurusan PTSL berasal dari pemerintah dan tidak dipungut bayaran.
Pungutan yang dilakukan M Rusli masih dalam berkas jaksa bertujuan untuk menguntungkan diri sendiri.
Atas perbuatan tersebut JPU mematok pasal 12 huruf e dan pasal 11 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasa Tindak Pidana Korupsi.
Penulis : Filarianti Editor : Mercurius