Oleh: Nazwar, S. Fil. I., M. Phil.
Al-Qur’an selain sebagaimana kitab yang dibawa dan disampaikan Allah Ta’la kepada Jibril ‘Alaihi as-salaam dan disampaikan kepada umat manusia melalui lisan RasulNya Muhammad Shallahu ‘Alaihi wa sallam untuk memberi kabar gembira, juga membawa ancaman-ancaman.
Kabar gembira secara umum kepada orang baik (orang salih yang bertaqwa) dalam menjalani kehidupan di dunia, baik dalam kelapangan berupa berbagai kenikmatan juga berbagai kondisi sempit yang sarat akan ujian dan cobaan (fitnah). Adapun ancaman adalah dikhususkan bagi mereka yang fajir atau pendosa dan jahat; bagi mereka adalah balasan berupa adzab.
Peringatan sebagaimana yang tertulis dalam al-Qur’an sejatinya tidak hanya bagi orang kafir yang terlanjur berbuat kejahatan/batil dan zalim, namun bersamaan itu Allah mengingatkan umat Islam secara keseluruhan agar berhati-hati dan senantiasa kembali kepada Allah dalam menjalani kehidupan sehari-hari dengan senantiasa mengingatNya.
Sehingga peringatan sejatinya sangat bermanfaat bagi sekalian manusia, baik dalam mengambil sikap atau sekedar darinya diambil pelajaran atau hikmah. Berikut beberapa di antara adat atau kebiasaan yang perlu diwaspadai dari Allah langsung sebagaimana yang penulis rangkum dari al-Qur’an:
Pertama, berperasangka buruk atau “su’udzh-dzhonn.” Sikap hati-hati atau waspada suatu waktu diperlukan, semisal dalam antipati suatu persoalan atau dalam rangka memecahkan suatu masalah yang membutuhkan pemecahan dalam arti membaca berbagai kemungkian. Namun secara umum sikap ini adalah ditentang terlebih prasangka kepada muslim yaitu buruk sangka. Maka Allah menekankan bahwa sebagiannya diancam dosa.
Keda, mencari-cari kesalahan atau “tajassus.” Sikap “tajassus” atau mencari-cari kesalahan baik dengan memata-matai dengan tujuan negatif seperti mencari kesalahannya untuk membunuh karakter atau memberi efek tekanan kejiwaannya maka hal ini tentu terlarang. Selain kenyamanan pribadi juga pertimbangan harga diri seseorang tersebut.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱجْتَنِبُوا۟ كَثِيرًا مِّنَ ٱلظَّنِّ إِنَّ بَعْضَ ٱلظَّنِّ إِثْمٌ ۖ وَلَا تَجَسَّسُوا۟ وَلَا يَغْتَب بَّعْضُكُم بَعْضًا ۚ أَيُحِبُّ أَحَدُكُمْ أَن يَأْكُلَ لَحْمَ أَخِيهِ مَيْتًا فَكَرِهْتُمُوهُ ۚ وَٱتَّقُوا۟ ٱللَّهَ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ تَوَّابٌ رَّحِيمٌ
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan prasangka buruk (kecurigaan), karena sebagian dari prasangka buruk itu dosa. Dan janganlah sebagian kalian mencari-cari keburukan orang dan menggunjing satu sama lain. Adakah seorang di antara kamu yang suka memakan daging saudanya yang sudah mati? Maka tentulah kalian merasa jijik kepadanya. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang.” (Al-Hujurat: 12).
Ketiga, memberi gelar atau “laqb.” Sikap memberi gelar dengan gelar atau panggilan buruk khususnya kepada atau sesama orang beriman namun saling menjaga dan memuliakan satu sama lain. Sebagaimana firman Allah dalam al-Qur’an Surat al-Hujuraat Ayat 11 berikut artinya sekaligus penutup ulasan dalam artikel Hikmah kali ini.
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) itu lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olok) wanita-wanita yang lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang diperolok-olok) itu lebih baik dari wanita (yang mengolok-olok) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri (maksudnya, janganlah kamu mencela orang lain, pen.). Dan janganlah kamu saling memanggil dengan gelar (yang buruk). Seburuk-buruk panggilan ialah (penggilan) yang buruk (fasik) sesudah iman. Dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang dzalim.”
* Penulis Lepas Lintas Jogja Sumatera