Banjarmasin, BARITO – Program Perhutanan Sosial di Kalimantan Selatan yang digalakkan pemerintah sejauh ini mencapai 59.800 hektar. Pemerintah Provinsi Kalsel menargetkan perluasan perhutanan sosial seluas 170 ribu hektar atau 10 persen dari luas kawasan hutan 1,7 juta hektar.
Hal ini dikemukakan Saberansyah, Kepala Seksi Pemberdayaan Masyarakat Dinas Kehutanan Kalsel, saat menjadi pembicara dalam Diskusi Lingkungan bertema Memaksimalkan Potensi Hasil Hutan Non Kayu Pegunungan Meratus yang digelar Himpunan Mahasiswa Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas NU Kalsel dan Pena Hijau Indonesia, Senin (15/4).
“Di Kalsel program perhutanan sosial sudah mencapai luas 59.800 hektar dan akan terus ditingkatkan hingga 170 ribu hektar atau 10 persen dari luas hutan Kalsel,” ungkapnya. Dalam program perhutanan sosial ini pemerintah memberikan stimulan kepada kelompok usaha masyarakat untuk pengembangan produk hasil hutan non kayu.
Tiap kelompok usaha mendapatkan dana bantuan sebesar Rp50 juta yang penyalurannya melalui 9 Kawasan Pengelolaan Hutan (KPH). Menurut Saberansyah program perhutanan sosial dan pengembangan produk hasil hutan non kayu ini telah membantu meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar hutan. Sejak 2018 sudah ada 274 kelompok masyarakat yang memperoleh izin perhutanan sosial.
Pada 2019 ini Pemprov Kalsel menggelontorkan dana hingga Rp29 miliar untuk pengembangan hasil hutan non kayu di Kalsel. Selain itu dikatakan Saberansyah pihaknya juga terus mempromosikan produk hasil hutan non kayu baik di tingkat nasional maupun internasional. Termasuk kerjasama dengan negara eropa mengembangkan produk yang mayoritas masih berskala mikro dan tradisional.
Arsuma Saputera perwakilan Pena Hijau Indonesia mengatakan program perhutanan sosial dan pengembangan produk hasil hutan non kayu Pegunungan Meratus ini perlu didorong guna mendongkrak ekonomi masyarakat sekitar hutan. “Kita tahu selama ini kehidupan masyarakat sekitar hutan sebagian besar hidup dalam kemiskinan. Program perhutanan sosial dan pengembangan produk hasil hutan non kayu tentunya dapat meningkatkan ekonomi masyarakat,” ujarnya.
Dikatakan Arsuma eksploitasi tambang di Kalsel selama ini terbukti belum mampu mensejahterakan masyarakat. Produk hasil hutan non kayu selain dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga sekaligus menjaga kelestarian kawasan hutan.
Sementarasejumlah organisasi lingkungan seperti Walhi, Jaringan Tambang dan Bersihkan Indonesia menggelar diskusi publik bertema Nasib Meratus di Tahun Politik 2019. Diskusi ini banyak membahas tentang ancaman ekspansi pertambangan dan perkebunan di kawasan Pegunungan Meratus yang mendapat penolakan berbagai organisasi lingkungan. ndy/ril