Covid-19 Merasuk Kesemua Lini

Dunia saat ini sedang menghadapi pandemi yang disebabkan oleh SARS-CoV-2 (virus Corona) dan infeksinya yang disebut COVID-19. Infeksi virus ini awalnya ditemukan di Wuhan, Cina pada bulan Desember 2019 lalu dan telah menyebar dengan cepat ke berbagai belahan dunia. Pandemi ini mempengaruhi berbagai perubahan disektor sosial ekonomi seluruh wilayah yang terjangkit, dan bukan hanya Cina saja. Berdasarkan data yang dilansir dari Satgas COVID-19, tertanggal 21 April 2020, sudah terkonfirmasi bahwa COVID-19 telah menginfeksi 6.760 orang di Indonesia dengan angka kematian sebesar 590 orang dan 747 orang dinyatakan telah berhasil sembuh.

Di awal kemunculannya, virus ini mendapat beragam respons yang muncul dari masyarakat Indonesia. Sebagian mulai berhati-hati dan menerapkan pola hidup sehat, tetapi lebih banyak yang tidak peduli dan terkesan meremehkan; bahkan menjadikan virus ini sebagai bahan candaan. Bukan hanya masyarakat biasa, pejabat-pejabat pun banyak yang meremehkan keberadaan virus ini dan tidak melakukan persiapan maupun antisipasi munculnya wabah ini di Indonesia. Bahkan ketika COVID-19 mulai menyebar dengan cepat keberbagai daerah dan beberapa negara telah menutup akses keluar masuk, pemerintah dan warga Indonesia masih terkesan santai dan kurang melakukan tidakan pencegahan terhadap virus ini.

Sebenarnya, orang-orang yang bersikap masa bodoh dengan kemunculan virus Corona jumlahnya lebih sedikit daripada orang yang peduli dengan pencegahan virus ini. Tetapi, ketidakpedulian mereka itulah yang kemudian mempercepat penyebaran virus. Orang-orang dalam kelompok ini biasanya adalah orang-orang yang merasa dirinya kebal dan orang yang menganggap bahwa sains tidak sepenuhnya benar.

Ketidakpastian, kebingungan, dan keadaan darurat yang diakibatkan oleh virus Corona dapat menjadi stressor bagi banyak orang. Ketidakpastian dalam mengetahui kapan wabah akan berakhir membuat banyak golongan masyarakat terutama golongan menengah kebawah bingung memikirkan nasib mereka. Kehidupan yang berjalan seperti biasa tanpa adanya mata pencaharian membuat mereka kesulitan memenuhi kebutuhan hidup. Keberadaan virus Corona yang mengancam setiap orang berpeluang menjadi stressor bagi sebagian besar orang, dan dampaknya bisa jadi sama parahnya dengan dampak yang ditimbulkan jika terinfeksi virus Corona itu sendiri.

COVID-19 juga mendorong sebagian orang untuk bertindak secara salah dalam rangka bertahan hidup. Fenomena panic buying merupakan salah satu contohnya. Tindakan panic buying dan menimbun barang-barang kebutuhan sehari-hari merupakan bentuk ketidakmampuan sebagian dari kita untuk mentoleransi stress yang timbul karena ketidakpastian yang muncul akibat adanya virus Corona. Isolasi diri yang dilakukan sebagai tindakan preventif terhadap infeksi COVID-19 juga merupakan faktor pendorong psikologis sebagian dari kita akhirnya melakukan penimbunan.

Seperti yang telah diketahui, alasan mereka melakukan penimbunan adalah untuk berjaga-jaga, tetapi mereka malah terdorong untuk membeli barang-barang yang tidak diperlukan. Padahal, tindakan seperti itu akan merugikan kelompok masyarakat lain yang tidak mampu untuk berbelanja dalam skala besar sehingga mereka akan kesulitan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Fenomena panic buying juga kemudian dimanfaatkan oleh sebagian pihak yang hanya mencari keuntungan dengan cara menaikkan harga ke angka yang tidak rasional dan juga melakukan penipuan yang biasanya dilakukan melalui toko online.

Untuk mengontrol perilaku tersebut, kita harus berusaha untuk tetap berpikir rasional walaupun sulit dilakukan disaat seperti ini. Dalam situasi seperti ini, kita dapat menggunakan metode Cognitive Behavioural Therapy (CBT) untuk menghindari pengambilan keputusan yang didasarkan pada emosi sesaat dan tindakan yang terburu-terburu. Metode ini dapat membantu untuk meningkatkan kemampuan mengatur emosi, membantu untuk tidak terjebak dalam pemikiran yang salah, dan mengembangkan kemampuan dalam memecahkan suatu masalah (Beck, 2011 & Benjamin, dkk 2011). Metode CBT bisa membantu kita untuk mengurangi kecemasan serta rasa takut yang timbul karena adanya pandemi COVID-19 ini.

Contoh aplikasi metode ini dapat kita terapkan untuk menghindari panic buying dengan cara membuat daftar barang yang memang kita perlukan untuk bertahan hidup selama 2-3 minggu ke depan. Selain itu, kita bisa menggunakan metode ini untuk menganalisis berita-berita yang kita terima terkait COVID-19 ini, agar kita tidak mudah termakan hoax yang akan meningkatkan kecemasan kita.

Pandemi COVID-19 telah merubah berbagai aspek dalam keseharian manusia. Kecemasan dan rasa tidak aman yang dialami sebagian besar harus bisa disikapi dengan rasional agar bisa bertahan hidup dan juga membantu orang lain bertahan. Penerapan pola hidup sehat dan mengikuti anjuran pemerintah juga harus dilakukan sebagai upaya mencegah penyebaran COVID-19.

Hadirnya pandemi COVID-19 telah membawa perubahan terhadap dunia dengan berbagai tantangan yang tidak pernah terbayangkan sebelumnya. Di Indonesia, COVID-19 telah menjangkiti lebih dari 1,3 juta orang sejak kasus pertama diumumkan pada bulan Maret 2020, setidaknya 35.000 orang telah meninggal dunia. Namun, upaya untuk menghambat penyebaran virus COVID-19 telah menghambat kegiatan perekonomian dan dampaknya terhadap tingkat kesejahteraan sosial semakin dirasakan masyarakat. Setelah menunjukkan pencapaian penurunan kemiskinan beberapa tahun belakangan ini, tingkat kemiskinan kembali meningkat setelah pandemi COVID-19 . Satu dari 10 orang di Indonesia hari ini hidup di bawah garis kemiskinan nasional. Tingkat kemiskinan anak juga dapat meningkat secara signifikan. Dampak negatif terhadap keadaan sosial-ekonomi dari pandemi bisa menjadi jauh lebih buruk tanpa adanya bantuan sosial dari pemerintah.

Dalam menghadapi krisis ekonomi ini, Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan sejumlah paket stimulus fiskal skala besar melalui Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Dalam aspek jumlah anggaran pemerintah yang diperuntukkan untuk mengurangi dampak negatif dari pandemi COVID-19, Indonesia berada pada peringkat lima besar dari negara-negara di wilayah Asia Pasifik (ADB, 2021). Pada tahun 2020, Pemerintah Indonesia mengalokasikan sekitar Rp 695,2 triliun (sekitar US$ 49 miliar) untuk PEN. Oleh karena krisis masih berlangsung, pada bulan Februari 2021 Pemerintah Indonesia kembali mengumumkan alokasi anggaran senilai Rp 699,43 triliun (sekitar US$ 49,3 miliar) untuk melanjutkan keberlangsungan program PEN (Kemenkeu, 2021).

Indonesia terus melakukan sejumlah upaya perbaikan dalam memperkuat berbagai program perlindungan sosialnya untuk menangani krisis setelah pandemi COVID-19. Program-program perlindungan sosial ini telah diperluas untuk melindungi masyarakat miskin terhadap guncangan ekonomi, dan juga masyarakat berpenghasilan menengah kebawah yang jumlahnya terus meningkat namun menjadi rentan terhadap risiko jatuh miskin di kemudian hari. Selain itu, usaha-usaha kecil juga menerima bantuan pemerintah seiring dengan upaya mereka untuk terus bertahan di tengah penurunan perekonomian dan pembatasan kegiatan masyarakat setelah pandemi COVID-19.

Untuk mengukur dampak dari COVID-19 terhadap rumah tangga Indonesia dan untuk memberikan informasi sebagai dasar pembuatan kebijakan pemerintah, UNICEF, UNDP, Prospera, dan The SMERU Research Insitute berkolaborasi dalam sebuah survei berskala nasional di akhir tahun 2020.

Survei ini meliputi 12.216 sampel rumah tangga representatif tingkat nasional yang tersebar di 34 provinsi yang dilakukan dalan kurun waktu antara Oktober dan November 2020. Ini merupakan survei terbesar terkait dampak pandemi COVID-19 dan berfokus pada anak serta kelompok rentan. Survei ini dilakukan melalui wawancara tatap muka dengan rumah tangga yang sebelumnya juga telah diwawancarai oleh Badan Pusat Statistik sebagai sampel dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) di tahun 2019. Pelaksanaannya melibatkan kerjasama erat dengan Pemerintah Indonesia.

Dampak dari pandemi COVID-19 akan terus dirasakan oleh berbagai lapisan masyarakat selama tahun 2021. Meskipun demikian, ketanggapan perlu diteruskan untuk meningkatkan kesejahteraan anak dan keluarga. Mitra pembangunan di Indonesia siap membantu dalam upaya ini.

Beragam persoalan disegala sektor mengemuka akibat dari mewabahnya pandemi Covid-19. Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (IKA UII) bekerjasama dengan Direktorat Pengembangan Karir dan Alumni (DPKA) kembali menyelenggarakan agenda Ngobrol Bareng Alumni. Diskusi yang diseleggarakan secara daring mengangkat tema Dampak Pandemi Covid-19 di Bidang Sosial dan Hukum.

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan RI, Prof. Dr. Mohammad Mahfud MD, S.H., S.U., mengemukakan Hukum di Indonesia mempunyai beberapa tahapan dimulai dari segi pembuatan, pelaksanaan, dan penegakan hukum. Pembuatan hukum saat ini, dalam arti hubungan antara pemerintah dan DPR untuk membuat produk-produk legislasi masih tetap berjalan seperti biasa namun dengan pola yang berbeda.

“Dalam situasi seperti ini Pemerintah masih bisa membahas RUU (Rancangan Undang-Undang) dan UU, selain itu persidangan di Pengadilan pun berjalan seperti biasa dengan memperhatikan aturan pencegahan Covid-19 namun agak sulit untuk bergerak leluasa dan kreatif seperti sebelum ada pandemi,”ujarnya.

Dampak yang sangat terasa yaitu tingkat kriminalitas umum di beberapa daerah mengalami peningkatan signifikan, yang disebabkan oleh situasi pandemi yang melumpuhkan ekonomi. Hal itu terlihat dari laporan aparat daerah, kriminalitas yang terjadi kebanyakan dengan motif pencurian.

Berbeda dari krisis-krisis ekonomi sebelumnya krisis karena pandemi ini yang terkena dampak besar adalah usaha mikro. Dibutuhkan insentif lanjutan pada kekuatan utama ekonomi nasional untuk pemulihan ekonomi di usaha mikro, pariwisata dan pangan. Selain itu dibutuhkan juga penguatan fiskal sebagai syarat mitigasi dan kebijakan moneter lebih longgar dalam bentuk relaksasi kredit dan pembiayaan kepada pelaku usaha di sektor ekonomi utama dan mikro.

Seperti pada Pemerintah Belgia menstimulus dana kepada para pelaku usaha mikro dengan memberikan uang bulanan dan meminta perusahaan besar untuk menjaga likuiditasnya. Meskipun sudah ada jaminan tapi permintaan kredit masyarakat disini cukup tinggi, dan PSBB memang yang paling tepat untuk Indonesia, karena jika memberlakukan lockdown pemerintah akan kewalahan untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya.

Tingkat kepedulian masyarakat Indonesia saat ini telah berada dipuncaknya dimana mereka mulai peduli dengan orang-orang yang ada disekitarnya Hal ini ditandai dengan adanya bantuan sosial yang diberikan oleh para pekerja seni, pengusaha, komunitas-komunitas gerakan sosial, dan masyarakat umum.

Bantuan ini diberikan kepada mereka yang membutuhkan dan terdampak karena pandemi Covid-19. Bantuan yang diberikan berupa barang (sembako) dan sejumlah uang. Tentunya adanya bantuan ini, bisa meringankan beban mereka dalam menghadapi situasi saat ini.
Ditambah dengan banyaknya orang yang menjadi pengangguran akibat Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selama pandemi berlangsung. Berdasarkan data yang diberikan oleh Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah bahwa lebih dari 3,5 juta pekerja baik formal maupun informal telah terkena dampak imbas dari pandemi Covid-19.

Hal ini bisa terjadi dikarenakan perusahaan-perusahaan yang biasa menampung pekerja sudah tidak mampu lagi menanggung mereka. Tidak sedikit perusahaan yang mengalami kebangkrutan akibat pandemi ini. Berbagai cara telah dilakukan oleh perusahaan untuk mengatasi masalah ini diantaranya adalah pengurangan jumlah karyawan yang bekerja dan memerintahkan karyawan untuk bekerja dari rumah Work From Home (WFH).

Bahkan ada pula perusahaan yang mengeluarkan kebijakan dengan memberikan gaji kepada karyawan dengan setengah gaji saja. Tentu hal ini membuat para pekerja harus berpikir ulang untuk menghidupi keluarga mereka dimasa sekarang. Jika mereka harus keluar dari perusahaan maka akan sulit bagi mereka untuk menemukan pekerjaan yang baru.
Selain itu, untuk para pekerja yang penghasilannya ditentukan per hari seperti halnya buruh, supir angkutan umum, dan lainnya. Tentu akan sangat merasakan dampak dari Covid-19 ini.

Berbagai upaya telah dilakukan oleh Pemerintah untuk mengatasi permasalahan yang terjadi saat ini. Dimulai dari pemberian bantuan sosial (Banso) berupa sejumlah uang dan barang (sembako) hingga terciptanya UU Cipta Kerja.
Dalam pemberian Bansos baik dari Pemerintah Pusat ataupun daerah memberikan kebebasan dalam dana yang akan diberikan kepada masyarakat yang terdampak pandemi Covid-19.
Pemerintah Pusat melalui Dinas Sosial memberikan sejumlah kebutuhan pokok yang senilai Rp 600.000 kepada para pekerja yang terkena PHK, keluarga tenaga medis, dan masih banyak lagi.

Belum lama ini Pemerintah mengesahkan UU Cipta Kerja yang dinilai dapat menguntungkan masyarakat terutama bagi mereka yang terkena PHK dimasa Covid-19. Isi dari UU Cipta Kerja ini menyatakan bahwa bagi para pekerja yang terkena PHK akan mendapatkan uang pesangon yang sesuai dengan kebijakan sebelumnya.
Terlepas dari segala konflik yang terjadi pada UU Cipta Kerja, kita sebagai masyarakat umum hendaknya bergotong-royong dalam mengatasi permasalahan sosial yang terjadi akibat pandemi Covid-19 agar seluruh kalangan masyarakat di Indonesia dapat hidup aman dan sejahtera walaupun di tengah kondisi yang penuh dengan ketidakpastian ini.

Manusia merupakan makhluk sosial. Tentu dengan adanya wabah penyakit ini berdampak terhadap tatanan kehidupan sosial masyarakat, baik itu dampak positif maupun negatif.

Pertama dampak positif, adanya covid 19 dalam kehidupan sosial yaitu hubungan keluarga semakin dekat. Hal ini dapat dijadikan ajang mempererat hubungan keluarga yang dulu dipisahkan oleh jarak, aktivitas dan kegiatan lainnya yang membuat semua anggota keluarga sibuk dengan urusannya diluar rumah. Namun sekarang, dengan adanya wabah ini Pemerintah menggalakkan aturan social distancing, seluruh keluarga diharuskan tinggal dirumahnya masing-masing dan dilarang aktivitas di luar rumah.

Banyak seorang Ibu yang senang dengan berkumpulnya semua anggota keluarga. Anak-anaknya yang sekolah di luar kota, kerja di luar kota, dan suaminya yang kerja diluar kota pun harus pulang. Kursi meja makan penuh dengan orang-orang yang dicintainya, sofa keluarga yang biasanya kosong menjadi penuh dan penuh dengan canda tawa. Banyak hal lainnya yang membuat hubungan keluarga menjadi semakin erat dengan adanya wabah ini.

Wabah ini pun berdampak positif terhadap kehidupan agama. Banyak orang yang menyangka adanya wabah ini merupakan pertanda bahwasanya bumi ini semakin tua, kehidupan akan berakhir dan menyadari bahwa tidak ada yang abadi di bumi ini. Seperti halnya yang terjadi pada umat Islam yaitu banyak orang yang sebelumnya bolong-bolong dalam shalat menjadi rajin, yang dulunya shalat dirumah menjadi rajin berjamaah di masjid. Hubungan sang makhluk dengan Tuhan nya pun semakin dekat, banyak orang yang berdoa untuk memohon ampun, memohon keselamatan dari wabah penyakit ini. Tidak hanya umat Islam, umat agama lainpun berusaha berhubungan sedekat mungkin dengan Tuhannya.

Kedua dampak negative, adanya covid 19 dalam kehidupan sosial yaitu sulitnya untuk berinteraksi secara langsung dengan orang lain. Sejak digalakkannya aturan social distancing oleh pemerintah banyak orang yang susah bahkan tidak berinteraksi secara langsung dengan sesamanya.

Selain itu, dampak negatif dari covid 19 ini terhadap kehidupan sosial, angka kriminal semakin meningkat. Bagaimana tidak, adanya wabah ini banyak masyarakat yang dirumahkan pada pekerjaannya, pedagang-pedagang di sekolahan bangkrut karena sekolah diliburkan dan pekerjaan lainnya. Hal ini dapat membuat masyarakat kekurangan pemasukan sedangkan pengeluaran besar. Maka timbul lah ide-ide kriminal agar ia dapat mempertahankan hidup. Seperti halnya yang terjadi disalah satu daerah, yang belakangan ini sering terjadi kejadian kriminal yaitu hilangnya motor, pencurian barang elektonik dan lain sebagainya.

Selanjutnya dampak negatif adanya covid 19 dalam kehidupan Agama. Pertama banyak umat bergama yang dilarang untuk beribadah ditempat ibadahnya. Seperti yang terjadi di Agama Islam tentang larangan shalat Jum’at di Masjid. Hal ini membuat muslim rindu dengan rumah Allah SWT, timbulnya perpecahan karena perbedaan golongan terhadap aturan ini. Hal ini tentu membuat kehidupan umat bergama terganggu.

Selain itu, pada sgama Islam hal-hal sunnah terpaksa harus ditinggalkan untuk sementara waktu. Seperti larangan bersalaman, shalat Jum’at berjamaah, perkumpulan pengajian dan yang lebih besarnya lagi yaitu penundaan pemberangkatan haji. Tidak hanya di Islam namun juga kepada agama lainnya.

Semua pasti ada dampak positif dan negatif, termasuk covid 19 ini. Tugas kita adalah bagaimana bersikap bijak dan dewasa terhadap dampak dari wabah ini. Mau itu dampak positif maupun dampak negatif, akan menjadi baik-baik saja jika dihadapi dengan kelapangan dada.

Berdiri tak jauh dari kerumunan kecil itu, sebut saja namanya Desy. Ia mencopot masker dan memperbaiki riasan diwajahnya. Gerak-gerik perempuan asal sebuah desa itu terlihat kikuk.

“Saya orang baru di sini. Tadinya (saya bekerja) di (kawasan) Mangga Besar,”kata perempuan berusia 20 tahun itu.

Sebelum mulai mangkal dilokasi itu, Desy sempat bekerja sebagai Ladies Companion (LC) disebuah Tempat Hiburan Malam (THM) di Mangga Besar. Selama pandemi, tempat kerjanya dilarang beroperasi. Desy pun ikut tersingkir.

“Tak ada pemasukan. Tabungan sudah menipis. Saya butuh biaya untuk sewa kos dan biaya hidup lainnya,”ujar perempuan yang hanya tamatan SD ini.

Untuk sekali kencan, Desy mematok harga Rp 600 ribu. Harga itu terbilang lebih mahal untuk PSK yang biasa mangkal dipinggir jalan. Namun, Desy pede dengan harga itu. “Mentoknya Rp 500 ribu. Ini lebih murah kalau terima tamu langsung di hotel,”tuturnya.

Walaupun kemungkinan harus berurusan dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) karena mangkal terang-terangan, Desy mengaku tak terlalu khawatir. Ia lebih takut tak punya penghasilan selama pandemi. Apalagi, para pelanggannya sedang tak berani keluar rumah lantaran takut tertular virus Covid-19.

Cerita Desy cukuplah menjadi segelintir sebuah efek kecil yang dirasakan dengan adanya serangan covid-19.

Kompol Yusriandi Y, SIK, M.MedKom yang merupakan Serdik Sespimmen Polri Dikreg ke-16 mengungkapkan, merebaknya virus corona diawal tahun 2020 menjadi catatan sejarah dunia. Tak hanya memakan korban jiwa, Covid-19 juga mengancam adanya krisis ekonomi global. Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres menyebut wabah virus corona sebagai tantangan terberat sejak Perang Dunia II. Di Indonesia, jutaan orang terancam kehilangan pekerjaan mereka ditengah penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) demi memutus rantai penyebaran virus corona. Ditengah kekhawatiran itu, cerita mengenai kedermawanan dan gerakan solidaritas di antara para warga pun terus bermunculan. Aksi bagi-bagi nasi gratis juga dilakukan oleh deretan artis nasional, seperti Andhika Pratama, Darius Sinathrya, Raffi Ahmad, Ruben Onsu, Gofar Hilam, dan lain-lain. Selain para artis, sejumlah warga juga turut serta menyisihkan uangnya untuk berbagi nasi bagi warga yang membutuhkan, katanya.

“Aksi serupa juga dilakukan oleh Relawan Aksi Cepat Tanggap (ACT) yang membuat program ‘Operasi Makan Gratis Bersama 1.000 Warteg’ di tengah wabah virus corona. Program ini bekerja sama dengan 1.000 warteg di Jabodetabek untuk menyajikan bantuan makanan siap santap setiap hari,” ungkap Kompol Yusriandi Y, SIK, M.MedKom.

Beberapa waktu terakhir, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia kian melonjak. Bahkan, ditemukan beberapa varian baru Covid-19 seperti Alpha (B.1.17), Beta (B.1.351), dan Delta (B.1.617.2). Data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) menunjukkan bahwa per 20 Juni 2021, terdapat 33 kasus varian Alpha, 4 varian Beta, dan 57 varian Delta di Jakarta. Di antara kedua varian lainnya, varian Delta menyumbang kasus terbanyak disertai dengan penularan virus yang cepat serta risiko dirawat dirumah sakit yang lebih tinggi. Tanpa mengurangi antisipasi terhadap varian virus Covid-19 yang lain, ada baiknya bila masyarakat mengetahui seluk-beluk varian Delta, agar dapat lebih mengantisipasinya ditengah lonjakan kasus.

Virus Corona varian Delta (B.1.617.2) adalah mutasi dari virus Covid-19 yang selama ini mewabah (SARS-CoV.2 B.1.617). Varian Delta pertama kali ditemukan di India pada Oktober 2020, saat awal negeri itu dilanda gelombang kedua pandemi. World Health Organization (WHO) melabeli varian delta sebagai variant of concern (VOC) atau varian yang perlu diwaspadai pada 11 Mei 2021. Sejak 14 Juni 2021, varian ini telah menyebar ke 74 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Berdasarkan hasil dari proses Whole Genome Sequencing (WGS) per 20 Juni 2021, Kementerian Kesehatan RI mencatat 211 kasus dari 2.242 sampel yang harus diwaspadai, 160 kasus (76 persen) diantaranya adalah varian Delta. Delta mendominasi di Indonesia dan bukan tidak mungkin jumlahnya akan terus bertambah.

Kementerian Kesehatan RI menemukan kecenderungan varian Delta menyerang anak di bawah usia 18 tahun. Berdasarkan riset Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), setidaknya 1 dari 8 kasus Covid-19 terjadi pada anak-anak. Terlepas dari kelompok usia mana yang paling rentan tertular varian Delta, perlu disadari bahwa semua kelompok usia dapat terinfeksi virus varian ini, langkah berhati-hatilah yang harus dilakukan.

Covid-19 di Indonesia terus mengalami peningkatan yang signifikan, meski pemerintah tengah menggalakkan progoram vaksinasi nasional. Banyaknya rumah sakit yang terpaksa menolak pasien covid-19 lantaran kondisi rumah sakit yang sudah over kapasitas. Padahal sebuah rumah sakit tidak boleh menolak pasien.

Banyak rumah sakit yang memberikan pengumuman, bahwa tidak bisa terima pasien baru, dan IGD tutup. Padahal harusnya rumah sakit itu tidak boleh IGD nya tutup, berlawanan dengan hukum. Tapi gimana lagi memang kondisinya yang juga sangat menyedihkan.

Berdasarkan data dari Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, jumlah kasus positif Covid-19 di Indonesia per 1 Agustus 2021 mencapai 3.440.396 kasus. Virus yang menghantui sebagian besar masyarakat ini tidak hanya menyerang orang dewasa, tapi juga anak-anak. Hal itu membuat mereka terpaksa berpisah dengan orang tua untuk menjalankan isolasi.

Malaysia, salah satu negara yang terdampak sangat parah oleh pandemi Covid-19. Bahkan, dalam rasio perbandingan kasus positif per populasi, Negeri Jiran itu merupakan salah satu yang terburuk di dunia. Malaysia mencatat 483,72 infeksi Covid yang dikonfirmasi per satu juta orang pada hari.

Ini merupakan rasio tertinggi kedelapan secara global dan teratas di Asia. Ini masih lebih tinggi dari Indonesia yang mencatatkan 152,8 infeksi Covid per satu juta orang. Dari segi kasus kematian dalam basis sepekan menunjukkan bahwa negara yang berbentuk persekutuan itu melaporkan sekitar 4,90 per satu juta populasi kematian terkait Covid-19. Itu merupakan yang tertinggi ke-19 secara global. Selain itu, angka ini merupakan yang tertinggi ketiga di Asia setelah Myanmar dengan rasio 6,29 dan Indonesia dengan rasio 5,79. Beberapa analis menilai bahwa tingginya kasus Covid ini disebabkan oleh respon penanganan wabah yang kurang baik dan tanggap. Meski sudah lockdown berkali-kali, dinamika politik yang menjadi sebuah momok bagi penanganan pandemi. Terlepas dari pergumulan politik, Malaysia telah mempercepat laju vaksinasi dalam beberapa pekan terakhir. Lebih dari 18 persen dari 32 juta penduduk negara itu telah divaksinasi penuh.

Penyakit yang telah menelan lebih dari 2 juta korban jiwa di seluruh dunia hingga 27 Januari 2021 telah menimbulkan banyak kekhawatiran dikalangan masyarakat. Serangan yang dihujani oleh berita dan informasi seputar COVID-19, baik melalui TV, media sosial, serta internet. Maka tidak heran jika banyak masyarakat mengalami gangguan mental ditengah pandemi penyakit yang ditimbulkan oleh virus corona tersebut. Beberapa gangguan mental yang kerap timbul misalnya mudah terbawa emosi, stres, cemas berlebihan, depresi, dan sebagainya. Kecemasan dan gangguan mental kemudian akan menimbulkan ketidakseimbangan di otak, yang pada akhirnya timbul menjadi gangguan psikis, atau disebut juga psikosomatik. Ketika seseorang mengalami gejala psikosomatik, maka ia bisa merasakan gejala seperti penyakit COVID-19, yakni merasa demam, pusing, atau sakit tenggorokan, padahal suhu tubuhnya normal.

Menyadari bahwa kecemasan akibat COVID-19 telah meliputi banyak masyarakat, maka World Health Organization (WHO) pada bulan Maret 2020 merilis panduan bagi masyarakat untuk sama-sama menjaga kesehatan mental.

COBALAH BEREMPATI. Pahamilah bahwa COVID-19 adalah penyakit yang menyerang seluruh lapisan masyarakat. Jangan pernah mengasosiasikan COVID-19 pada etnis tertentu atau negara tertentu. Cobalah berempati pada orang yang terinfeksi COVID-19 dengan memahami bahwa mereka tidak melakukan kesalahan. Sebaliknya, harus bersama-sama mendukung pasien COVID-19 dengan memperlihatkan simpati, empati dan kebaikan.

KURANGI STIGMA NEGATIF TERHADAP PASIEN COVID-19. Penting untuk tidak menyebut pasien COVID-19 sebagai “kasus COVID-19” atau “keluarga COVID-19”, atau “orang sakit COVID-19”. Melainkan, sebutlah mereka sebagai orang yang mempunyai COVID-19 atau orang yang menjalani perawatan COVID-19. Kita perlu memisahkan identitas seseorang dengan COVID-19 untuk mengurangi stigma negatif. Ketika para pasien ini sembuh, maka mereka berhak untuk kembali beraktivitas seperti layaknya orang-orang kebanyakan.

BATASI DIRI DARI PAPARAN BERITA DAN MEDIA SOSIAL. perlu membatasi diri dari paparan berita dan media sosial yang dipenuhi oleh informasi seputar COVID-19. Karena membaca atau melihat banyak berita menyedihkan dan menakutkan seputar COVID-19 akan membuat semakin putus asa, stress, bahkan depresi. Pahami bahwa tidak semua informasi dan berita yang dilihat atau baca di TV dan di internet adalah benar. Menghindarkan diri dari berita tidak benar atau hoax, perlu membaca referensi dari website resmi pemerintah dan WHO. Pemerintah Indonesia sendiri merilis update resmi seputar COVID-19 melalui www.covid19.go.id. Sebarkan berita-berita positif, melakukan kegiatan yang menyenangkan di media sosial seperti posting berbagai challenge yang ramai saat ini, atau posting video kreatif di TikTok.

LINDUNGI DIRI KAMU DAN KELUARGA. Rasa cemas dewasa ini sebetulnya sangat beralasan. setiap orang pasti tidak ingin dirinya atau orang-orang yang dicintai akan terkena virus corona yang akhirnya akan membahayakan jiwa. Agar kecemasan ini berkurang, terapkan anjuran WHO agar terhindar dari COVID-19. Dengan melakukan physical distancing, rajin-rajin mencuci tangan dengan sabun atau hand sanitiser, menutup hidung dan mulut ketika bersin dan batuk, serta tidak menyentuh mata, mulut dan hidung. Jika terpaksa harus bekerja diluar rumah, tetap melindungi diri dengan memakai masker, sarung tangan, dan menjaga jarak dengan orang lain minimal 1,5 meter.

BERIKAN DUKUNGAN KEPADA TENAGA MEDIS. Memberikan dukungan bagi para tenaga medis yang sudah merawat dan menyelamatkan jiwa para pasien dengan cara mengirimkan kata-kata positif yang bisa menguatkan mereka selama bekerja, mengirimkan bunga, mengirimkan bantuan alat kesehatan, mengirimkan makanan, dan sebagainya.

SALING MENDUKUNG SESAMA. Kebijakan physical distancing dan berkegiatan di rumah saja berdampak serius bagi kehidupan ekonomi. Tak hanya memukul kalangan pemilik usaha, pandemi memberikan pukulan keras bagi para pekerja. Banyak pekerja yang harus mengalami pengurangan atau kehilangan penghasilan selama pandemi. Dukung mereka dengan cara memakai produk dan jasa yang mereka tawarkan atau sekadar bersedekah.

Kecemasan semakin besar, persoalan ekonomi semakin menguat, stigmatisasi, kejahatan semakin banyak, persoalan kekerasan dalam rumah tangga semakin sering terjadi, dan sebagainya. Berbagai persoalan tersebut dialami baik orang per orang maupun masyarakat secara umum. Dalam kondisi diatas, dapat terjadi peningkatan jumlah masyarakat yang mengalami depresi maupun pasien positif, karena minimnya pengetahuan tentang pencegahan, penyebaran atau penularan COVID-19 dan upaya penyembuhannya. Untuk mengatasi kondisi tersebut, salah satu hal yang perlu dilakukan adalah pemberian psychological crisis intervention yang mencakup 2 hal penting yakni intervensi untuk menurunkan kecemasan yang irasional dan intervensi untuk meningkatkan kemampuan beradaptasi dengan kondisi saat pandemi.

Keyakinan diri dan optimis yang menumbuhkan harapan serta tetap waspada bahwa semua akan berlalu, juga dibutuhkan untuk kuat menghadapi situasi saat ini. Wabah penyakit yang terjadi dalam sejarah kehidupan manusia, membuktikan bahwa yang paling mampu bertahan adalah manusia, karena mampu menjadikan wabah penyakit bukan sebagai musuh, namun sebagai sesuatu yang harus dihadapi tanpa adanya rasa tertekan yang berlebihan. (*)

Related posts

Pemprov Kalsel Ikuti Uji Publik Keterbukaan Informasi di KIP RI

Wartawan Barito Post Anang Fadhilah Lulus jadi Penguji UKW Dewan Pers  

Pasar Modal Indonesia Selenggarakan CMSE 2024: #AkuInvestorSaham