Dari Sidang TPPU Abdul Latif, Jaksa Ajukan Permohonan Penetapan Sita atas Titipan Uang Rp70 Juta

by baritopost.co.id
0 comments 3 minutes read
Suasana sidang TPPU terdakwa H Abdul Latif. Yang mana terdakwa masih mengikuti sidanh secara virtual dari Lapas Sukamiskin Bandung.

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Pada sidang lanjutan perkara TPPU atas terdakwa H Abdul Latif, JPU KPK RI mengajukan permohonan penetapan penyitaan atas uang titipan dari salah satu saksi sebesar Rp70 juta.

Hal itu disampakan jaksa kepada majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak SH, pada sidang Rabu (12/7).

Dijelaskan, pada sidang 12 Januari 2023 lalu, salah satu saksi Akhmad Zaini yang merupakan Kepala PUPR HST telah menitipkan uang yang merasa bukan hak dia ke KPK RI sebesar Rp70 juta.

“Karena penyerahan uang didalam proses persidangan, maka melalui pengadilan kami meminta penetapan untuk ijin penyitaan agar uang bisa dijadikan barang bukti sehingga status hukumnya jelas dan bisa dimasukkan dalam tuntutan,” beber Taufik.

Menanggapi, Jamser mengatakan kalau penetapan sita dilakukan oleh Ketua Pengadilan, sehingga harusnya permohonan diajukan melalui PTSP bukan kepada majelis hakim. “Tapi ya sudah lah nanti kita yang bantu memasukkan,” ujar Jamser.

Untuk lebih jelas, Jamser menyarankan agar jaksa kembali menghadirkan saksi kembali, menjelaskan kalau dia sudah menyetorkan uang kepada KPK RI.

Baca Juga: Setelah di Simpang Pilot, Gang II Indrapura Telawang Banjarmasin Lagi Diamuk Api

Pada sidang lanjutan, jaksa juga nampak menghadirkan saksi dari LHKPN RI yakni Dedi Setianto. Pada kesaksiannya, Dedi mengatakan kalau terakhir terdakwa melaporkan kekayaaannya pada saat pencalonan bupati tahun 2015. “Terakhir melaporkan kekayaannya tahun 2015. Harusnya 2016 dan 2017 kembali melaporkan, tapi tidak dilakukan terdakwa,” ujar saksi.

Menanggapi, terdakwa yang kembali mengikuti sidang secara virtual dari Lapas Sukamiskin Bandung menegaskan, kalau dirinya tidak melapor pada 2016 disebabkan karena beranggapan sudah melapor disaat pencalonan bupati akhir tahun 2015. “Jadi waktu pelantikan Pebruari 2016 saya kira tidak perlu melaporkan lagi,” katanya.

Lagu pula lanjut terdakwa dirinya tidak pernah menerima surat peringatan dari LKHPN.

Sementara kenapa ditahun 2017 kembali tidak melaporkan, fakta dilapangan tutur terdakwa waktu itu dia sudah ditahan dan jadi tersangka.

Menanggapi tidak ada surat peringatan, saksi mengatakan biasanya pihaknya selalu mengingatkan. Namun untuk terdakwa karena dirinya baru masuk LKHPN pada waktu itu, dia tidak tahu apakah ada surat peringatan atau tidak.

Baca Juga: Kejari HST Selesaikan Perkara Laka Lantas di Labuan Amas Selatan Melalui Restorative Justice

Dikatahui dalam dakwaannya JPU menyebutkan kalau terdakwa Abdul Latif telah menyamarkan hasil uang gratifikasi sebesar Rp41 miliar lebih yang dia dapat dari jabatannya sebagai bupati tahun 2016 dan 2017, salah satunya dengan menggunakan nama orang lain.

JPU pada sidang tersebut mendakwa terdakwa melanggar pasal 12 B juncto pasal 18 Undang Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat (1) Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP).

Kemudian dalam dakwaan kedua, JPU menjerat dengan pasal 3 Undang Undang RI Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang Juncto Pasal 65 ayat (1) KUHPidana.

Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment