BARITO – Menyudahi Pandemi Covid-19 membutuhkan perjuangan luar biasa dari semua pihak.
Apalagi kini wabah Covid-19 semakin cepat menyebar, sehingga desa pun tidak luput dari bencana penularan virus yang menyerang saluran pernafasan itu.
Menjaga desa, agar terhindar dari Covid, bukan hanya melibatkan warga desa itu sendiri. Tenaga ahli yang berkedudukan di wilayah tingkat provinsi juga memiliki andil dalam mencegah covid di desa.
Tugas Tenaga Ahli, termasuk pendamping, yang merupakan perpanjangan tangan dari Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi dan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Provinsi adalah mengawal tercapainya kebijakan dari pusat agar benar-benar terealisasi untuk warga desa.
Hal inilah yang dilakukan oleh Meidhi Susanto, Tenaga Ahli Terampil Penyelia Pratama Provinsi Kalsel.
Salah satu upaya yang dilakukan Meidhi adalah mendorong dilaksanakannya vaksinasi Covid-19 bagi warga desa melalui regulasi pemerintah kabupaten.
Kondisi sebagian besar desa di Kalsel, masih kekurangan stok vaksin di puskemas.
Hal ini membuat Meidhi memutar otak untuk mencari solusi.
Apalagi PERPRES no. 14 Tahun 2021 mensyaratkan bahwa semua KPM (Kelompok Penerima Manfaat,red) BLT Dana Desa harus sudah divaksin.
“Jika KPM belum ada yang divaksin, penyerapan dana desa akan terhambat dan pencairan Tahap III berikutnya tidak bisa dilakukan mengingat penyerapan tahap sebelumnya belum mencapai 90 persen,” jelasnya, Senin (4/10).
Dalam hal ini , meski dana desanya sudah masuk rekening desa, tetapi pemerintah desa tidak berani menyalurkan.
Belum lagi ancaman sanksi dari PERPRES di Pasal 13 A. Bahwa, Setiap orang yang telah ditetapkan sebagai sasaran penerima Vaksin Covid- 19 yang tidak mengikuti Vaksinasi Covid- 19 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikenakan sanksi administratif, berupa:
a. penundaan atau penghentian pemberian jaminan sosial atau bantuan sosial;
b. penundaan atau penghentian layanan administrasi pemerintahan; dan/atau
c. denda.
“Jadi memang vaksinasi di desa harus dikebut pelaksanaannya agar BLT DD bisa diberikan kepada KPM dan realisasi penyerapan dana desa bisa tercapai tepat waktu,” terang sarjana teknik dari Universitas Jenderal Achmad Yani Bandung itu.
Meidhy menginginkan, setiap bupati harus cepat menindaklanjuti Perpres 14. Caranya adalah mengeluarkan kebijakan atau payung hukum terkait vaksinasi bagi KPM.
“Kabupaten harus berani mengeluarkan kebijakan baik peraturan bupati, surat edaran ataupun SKB. Jika sudah ada dasar hukumnya, BLT DD dapat disalurkan dan penyerapan dana desa bisa dipercepat meski belum ada vaksinasi, dengan syarat, KPM bersedia divaksin, dengan dikuatkan melalui berita acara,” tukasnya.
Menurut Meidhi, baru tiga kabupaten yang sudah mengeluarkan regulasi/SE/SKB, yakni: HSS, Tanah Laut dan Batola.
“Inilah yang terus kami dorong. Agar kabupaten mengeluarkan regulasi. Selain itu, saya berharap, pemerintah pusat dan provinsi dapat segera mengirimkan vaksin ke desa,” sambungnya.
Meidhi melihat, program vaksinasi belum merata di Kalsel. Bahkan, pendamping desa pun belum semuanya divaksin. Yang sudah divaksin umumnya melakukan secara mandiri.
Dia menceritakan, ketika melakukan pertemuan santai dengan salah satu anggota DPR RI, pihaknya berhasil memperoleh jatah vaksin untuk 500 orang untuk Kabupaten Tanah Laut. Kuota vaksin 500 dosis itu tentu belum memadai.
Untuk itu, dia berharap, semua pihak, termasuk perusahaan besar di Kalsel misalnya perusahaan tambang dan perkebunan juga dapat membantu percepatan vaksinasi masuk desa ini melalui dana CSR mereka.
“Jangan sampai pendamping desa yang notabene berdomisili di kota tetapi bertugas ke desa akhirnya jadi pembawa virus atau carrier, yang akhirnya menularkan ke warga desa. Artinya, harus ada dukungan dari pemerintah pusat dan provinsi agar warga desa segera divaksin,karena sebenarnya jumlah warga negara terbanyak ada di desa,” cetus pria berkacamata minus ini.
Selain memperjuangkan vaksinasi bagi warga desa melalui regulasi pemerintah kabupaten, Meidhi bersama tenaga ahli lainnya juga berusaha merealisasikan posko Covid-19 di semua desa.
“Data per Oktober 2021, yang melaporkan telah membentuk posko relawan Covid-19 ada 1.502 desa dari total 1.864 desa. Tinggal sedikit lagi. Kendalanya adalah letak geografis yang sulit dijangkau oleh pendamping, sehingga desa juga terlambat melaporkan posko Covid,” pungkasnya.
Penuli: Cynthia