Demokrasi Tertinggi Tetap dari Rakyat

by admin
0 comments 2 minutes read

Banjarmasin, BARITO – Wakil Ketua DPD Partai Golkar Kalimantan Selatan Bidang Pemenangan Pemilu H Puar Junaidi kembali mengingatkan penyelenggaraan pesta demokrasi untuk memilih kepala daerah diharapkan tidak menjadi demokrasi Mahkamah Konstitusi (MK) karena diputuskan MK.

Karena cerminan demokrasi itu dari rakyat dan untuk rakyat yang kembali ke rakyat itu sendiri dan dituangkan di dalam UU Pemilu dengan umum bebas dan rahasia dengan jujur dan adil.

“Ingat, demokrasi tertinggi itu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Artinya bukan keputusan MK,” kata Puar Junaidi kepada wartawan di Banjarmasin, Selasa (29/6/2021).

Penegasan Puar ini menyikapi usainya pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di Pemilihan Gubernur Kalsel, namun ternyata masih dibarengi adanya gugatan yang masuk ke MK.

“”Demokrasi di Kalsel akhirnya akan kembali diputuskan MK. Apakah dimenangkan pasangan calon atau PSU kembali, karena adanya ketidakpuasan yang kemudian disampaikan melalui gugatan dari pasangan calon lainnya,” tambahnya.

Meskipun kembali ada gugatan masuk ke MK sebagaimana disampaikan Cagub nomor urut 02, Denny Indrayana, Puar Junaidi menyatakan tidak menyalahkan pasangan calon yang mengajukan gugatan keberatan atas hasil perhitungan suara PSU tersebut karena memang UU Pemilu memberikan ruang tersebut.

“Ini harus menjadi perhatian DPR RI untuk merubah UU Pemilu, agar pelaksanaan Pemilu bisa langsung, bebas, rahasia, jujur dan adil tanpa memberikan ruang gugatan,” jelas mantan anggota DPRD Kalsel ini.

Puar mengharapkan DPR RI memberikan perhatian khusus terhadap UU Pemilu tersebut, dengan pertimbangan ini harus diperhatikan dengan berkaca pada pelaksanaan Pilkada Kalsel, yang merupakan kejadian luar biasa dalam pelaksanaan pesta demokrasi dan menyedot perhatian semua pihak.

“Pelaksanaan PSU Pilgub Kalsel, yang diawasi ribuan personil keamanan, baik TNI dan Polri, ternyata masih dicurigai terjadinya money politic dan kecurangan,” sindirnya.

Ditambahkannya pelaksanaan PSU pada 9 Juni 2021 lalu tidak hanya diawasi ribuan personil dari TNI dan Polri, namun juga KPU dan Bawaslu RI, tujuannya agar pelaksanaan PSU berjalan lancar dan tanpa terjadi kecurangan. Sedangkan pengawasan tersebut hanya dilakukan di 801 Tempat Pemungutan Suara (TPS) yang tersebar di tujuh kecamatan di tiga kabupaten/kota.

Ditegaskannya jika memang terjadi kecurangan pada pelaksanaan PSU, maka relawan atau tim bisa melakukan operasi tangkap tangan, sehingga bisa langsung mendiskualifikasi peserta yang melakukan kecurangan.

“Gugatan di MK hanya membuka ruang demokrasi di atas demokrasi. Dimana pilihan masyarakat tidak dihargai, bahkan dianulir,” ungkapnya.

Dikatakan Puar melihat pada putusan MK yang lalu juga berimplikasi pada gugatan hukum, seperti dugaan penggelembungan suara di Kabupaten Banjar yang menjadi alasan dilaksanakan PSU, namun ternyata belum bisa dibuktikan secara hukum di pengadilan.

“Diharapkan tidak terjadi lagi gugatan, karena adanya gugatan itu menyebabkan stagnan pembangunan di Kalsel, karena tidak ada kepala daerah yang definitif dalam mengambil kebijakan,” pungkasnya.

Penulis : Sopian

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment