Banjarmasin, BARITO – Satu persatu masalah dugaan adanya mafia tanah yang cukup meresahkan masyarakat mulai diungkit pasca dibentuknya satgas mafia tanah atas perintah Presiden RI Joko Widodo dan ditindaklanjuti aparat penegak hukum dibawahnya.
Salah satunya yang kini kembali dilaporkan ke satgas mafia tanah Kejari Banjarbaru adalah lokasi tanah yang berada dihandil 6 Kelurahan Syamsudin Noor, diduga diklaim sertipikat 1665/5810 .
Menurut Muhammad SH dan Gajali Rahman, yang diberi kuasa, menceritakan kalau lokasi tanah warga sesuai sporadik No.593/993 dan 995/2012 tanggal 28 Desember 2012 atas nama Hamdani,Drs.HM.PDI dan atas nama Nur Ainah.HJ. diduga tanah yang bersangkutan diklaim sertipikat sementara dengan No.1665/5810.
“Setelah ditelusuri sertifikat tersebut diduga cacat hukum,” ujar Muhammad yang juga diiyakan Gajali Rahman, Selasa siang (15/3,) kemarin.
Diduga cacat hukum sebab berdasarkan surat Keputusan Gubernur Kalsel SK.453/1984 luas tanah diberikan 7.966 M2 ,sedangkan pada peta perbandingan tercantum lebar 40 dan panjang 200, maka luas 8000 M2. Ini ada perbedaan dan tidak sama dengan SK Gubernur.
“Mengingat republik ini negara hukum tentunya segala sesuatu harus berdasarkan fakta. Dan fakta yang ditemukan luas berbeda. Sehingga patut diduga surat ukur dengan peta tersebut dianggap sebuah keterangan palsu atau bohong,” cetus Muhammad.
Sehingga tambah Gajali, dengan bukti seperti peta perbandingan yang luasnya 8000 M2 sebagaimana tertera pada sertifikat, patut diduga peta itu hasil rekayasa dengan mafia tanah yang dipergunakan untuk mengambil atau merampas tanah warga dihandil 6.
“Maka sangat jelas luas tanah dipeta tersebut bisa dianggap ilegal atau tidak sah secara hukum, sebab bisa dikatakan peta perbandingan tersebut dianggap berkas hasil kejahatan,” ujarnya.
Diutarakan juga kalau hak asal adalah Haji Iskandar sesuai pendaftaran tanggal 24 Juli 1985, ternyata disurat ukur seperti penunjukan dan penetapan batas-batas ditunjuk oleh Saidi bukan Haji Iskandar ( pemilik hak) . “Lajim nya diketahui bahwa yang menunjuk batas adalah nama pemegang hak, dan disaksikan dan ditetapkan bersama sama dengan pemilik tanah yang berbatasan,” jelas Gajali kembali.
Pertanyaannya, atas dasar apa nama Saidi itu dimasukan sebagai penunjukan dan penetapan batas, padahal Saidi bukan pemegang hak dan tidak ada memiliki hubungan hukum dengan pendaftaran tanah.
“Penunjukan dan penetapan batas oleh Saidi dilokasi tersebut dianggap ilegal sebab Saidi dianggap nama palsu dikarenakan dia bukan pemilik hak atas tanah,” paparnya
Dijelaskan mereka berdua, kalau terjadi pengukuran pengembalian batas selalu ada tahapan dan prosedur. Sementara pada pengukuran pengembalian batas pada tahun 2019 ternyata dikolom sertifikat tersebut tidak ada tercantum tanggal, nomor, dan dikeluarkan surat ukur. “Akibat tidak dicantumkan maka secara hukum pengukuran dan pengembalian batas tersebut dianggap tidak pernah terjadi alias pembohongan publik,” jelas mereka
Maka tandas Muhammad, sertifikat tersebut salah alamat jika mengklaim tanah warga khususnya tanah dilingkungan handil 6, karena sertifikatnya diduga terlilit pidana pengguna keterangan palsu dan mengada ada.
-Atas fakta-fakta tersebut, baik Muhammad dan Gajali sangat berharap satgas mafia tanah bisa segera membongkar dugaan mafia tanah ini. Sebab ujar mereka kasihan masyarakat yang tanahnya sudah dicaplok dan dirampas hak-haknya.
Penulis: Filarianti Editor: Mercurius