Banjarmasin, BARITO – SEHARI setelah dilaporkan anggota DPRD Kalsel H Puar Junaidi ke Polda Kalsel, Ketua DPRD Banjar, H Rusli melalui kuasa hukumnya, DR H Fauzan Ramon SH MH langsung menanggapi.
Menurut Fauzan, laporan Puar Junaidi tak memiliki dasar hukum sekaligus pembunuhan karakter dan pencemaran nama baik kliennya.
Fauzan Ramon bahkan menduga laporan tersebut bermotif politis. “Setiap warga negara jika melaporkan seseorang, apalagi untuk kepentingan politik, itu sangat berhati-hati karena berakibat konsekuensi hukum kepada pelapor sendiri. Kami masih mempertimbangkan langkah berikutnya, apakah akan menempuh jalur hukum atau tidak. Tunggu saja,” ujarnya kepada wartawan, Selasa (6/8/2019) kemarin.
Menurut Fauzan dirinya diutus untuk mengklarifikasi soal laporan Puar ke Polda Kalsel itu karena kliennya Ketua DPD Partai Golkar Banjar tersebut sedang berada di Surabaya. Dan dirinya diutus untuk mengklarifikasi soal laporan Puar ke Polda. “Tindakan pelapor syarat muatan politis,” tukasnya.
Pasalnya sambung pengacara senior ini kasus ini sebutnya, bukan pertama kali menimpa kliennya. Namun, sudah tiga kali ketika Rusli ingin mencalonkan diri sebagai Bupati Banjar. “Ini yang ketigakalinya dituding menggunakan ijazah palsu,” cecar Fauzan.
Secara logika menurut Fauzan Ramon kliennya akan dinyatakan tak lolos oleh KPU ketika pencalonan sebagai Anggota DPRD Kabupaten Banjar di Pileg tahun 2004 lalu. Bahkan pada pencalonan Anggota DPRD Kalsel di Pileg belum lama tadi. “Kok baru sekarang ribut. Di KPU, Bawaslu dan Kepolisian tidak ada masalah sampai beliau meraih suara terbanyak. Kalau sekarang mengutak-atik soal ijazah, sudah tidak domainnya lagi. Lembaga terkait pun tak mungkin diam,” ucapnya.
Soal tudingan ijazah S1 dan S2 yang dimiliki oleh kliennya didapatkan secara tak wajar. Fauzan menerangkan, kasus ini pernah juga dilaporkan ke Polda Kalsel pada 25 Mei 2014 lalu oleh seseorang bernama Mira Nureva. Lagi-lagi laporannya soal syarat pencalonan Anggota DPRD di tahun 2009 dan 2014 lalu.
Namun, kasus tersebut dihentikan penyelidikannya oleh Polda Kalsel, lantaran laporan tersebut tak cukup bukti. Dan pada 15 September 2015, proses hukumnya pun dihentikan atau SP3. “Dengan adanya laporan lagi. Polisi memang tak bisa menolak laporan seseorang, tapi dengan adanya bukti polisi sudah melakukan SP3 dengan kasus yang sama, terus apa yang mau dilaporkan lagi. Padahal sudah clear tidak terbukti,” pungkas Ketua Yayasan Lembaga Perlindungan Konsumen (YLPK) Banjarmasin ini.
Penulis: Mercurius