Banjarmasin, BARITO – Di saat umat Islam bergembira merayakan Idulfitri 1442 H, dua daerah di Kalimantan Selatan, yakni Kecamatan Haruyan, Kabupaten Hulu Sungai Tengah dan Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, dilanda banjir.
Banjir yang merendam enam desa di Kecamatan Haruyan terjadi pada hari pertama Lebaran atau Kamis (13/5), akibat hujan deras sehingga daerah aliran sungai (DAS) Haruyan meluap.
Keenam desa itu meliputi Desa Haruyan Seberang, Desa Haruyan, Desa Lok Buntar, Desa Pengambau Hilir Dalam, Desa Pengambau Hilir Luar, dan Desa Mangunang. Sedikitnya 629 KK terdampak oleh banjir dengan Tinggi Muka Air 25-30 sentimeter.
Untungnya banjir di Kecamatan Haruyan ini tidak berlangsung lama. Jumat (14/5), genangan air berangsur surut. Sejumlah warga yang sebelumnya mengungsi telah kembali ke rumah masing-masing dan membersihkan sisa material lumpur akibat banjir.
Banjir terparah terjadi di Kecamatan Satui, Kabupaten Tanah Bumbu, Kamis (13/5). Lebih dari 11 ribu penduduk di lima desa terdampak banjir dengan ketinggian air mencapai 3 meter ini.
Lima desa yang terdampak banjir besar di Satui, yakni Desa Sejahtera Mulia dihuni 290 KK atau 580 jiwa, Desa Jombang 162 KK atau 515 jiwa, Desa Sinar Bulan 1.104 KK atau 4.413 jiwa, Desa Sungai Danau 1.745 KK atau 5.670 jiwa serta Desa Satui Barat 120 KK atau 380 jiwa.
“Jadi data sementara sebanyak 11.558 jiwa atau 3.421 KK terdampak banjir di Kecamatan Satui hingga siang hari ini,” kata Kapolsek Satui Parman, Jumat (14/5).
Akibat banjir itu, 5.308 jiwa dari 2.126 kepala keluarga pun dievakuasi untuk tinggal sementara di posko pengungsian.
Menurut dia, ada dua lokasi pengungsian yang didirikan yaitu SMPN 4 Satui di Desa Sinar Bulan dan Gedung Majelis Talim Desa Sungai Danau.
Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) untuk Percepatan Penanganan Covid-19 Prof Dr dr Syamsul Arifin MPd meminta petugas dari unsur pemerintah daerah maupun TNI-Polri menjamin penerapan protokol kesehatan (prokes) di tengah banjir yang kini melanda dua wilayah di Kalsel itu.
“Pengalaman pada bencana banjir sebelumnya, lonjakan kasus Covid-19 mengalami peningkatan, terutama di daerah pengungsian. Maka dari itu, perlu diwaspadai, jangan sampai kita lengah dan mengulangi kesalahan yang sama,” kata dia di Banjarmasin, Jumat (14/5).
Syamsul mengkhawatirkan prokes di lokasi pengungsian terabaikan, seperti tidak memakai masker dan tidak menjaga jarak.
Di samping itu, imbuh dia, kondisi banjir menyebabkan daya tahan tubuh warga menurun akibat higienitas dan sanitasi yang kurang baik, sehingga masyarakat semakin rentan terpapar Covid-19.
Untuk itu, kata Syamsul, sangat penting pemerintah daerah melalui instansi terkait menjamin disiplin protokol kesehatan bisa dijalankan di tempat pengungsian.
‘’Penerapan prototokol kesehatan tersebut harus paripurna, melalui pengelompokan, pemisahan, pelayanan kesehatan dan screening,’’ ujarnya sebagaimana dilansir Antara.
Da mencontohkan, pengelompokan berdasarkan keluarga atau kelompok pengungsi ibu hamil lebih dari 39 minggu dan bayi. Kemudian menjaga jarak antarkelompok pengungsi dan mengatur jumlah pengungsi agar tidak berlebihan pada satu lokasi.
Selanjutnya memisahkan pengungsi suspect, kontak erat, probable dan yang konfirmasi positif dengan pengungsi lain. Memisahkan pengungsi kelompok rentan, seperti bayi, balita, lansia, penyandang disabilitas serta pengungsi dengan komorbid, yaitu penderita diabetes, penyakit jantung, kanker dan asma.
Dia juga meminta, pemerintah daerah menjamin semua kebutuhan logistik untuk penerapan protokol kesehatan ini, termasuk menerjunkan petugas kesehatannya.
‘’Pengawasan kepatuhan terhadap protokol kesehatan oleh pengungsi ini wajib agar pengungsian tidak menjadi klaster baru penyebaran Covid-19,” ujarnya.dya
Editor: Dadang Yulistya