DPRD Kotabaru Konsultasi Sengketa Lahan di Sampanahan ke DPRD Kalsel

by admin
0 comments 3 minutes read

KONSULTASI-Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalsel H Suripno Sumas saat menerima kedatangan Komisi I DPRD Kabupaten Kotabaru untuk konsultasi permasalahan sengketa lahan di Sampanahan.(foto : sophan-brt)


Banjarmasin, BARITO – DPRD Kabupaten Kotabaru melalui Komisi I membidangi hukum bertandang ke DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, selain berkonsultasi terkait permasalahan lahan di Sampanahan, mereka juga ingin mengetahui sejauhmana hasil kerja Panitia Khusus (Pansus) yang pernah dibentuk pihak dewan provinsi sebelumnya saat menangani sengketa lahan di Sampanahan.


Kunjungan para wakil rakyat asal Bumi Saijaan dipimpin Ketua Komisi I Suji Hendra, S.Pd, Jumat (4/1) diterima Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalsel H Suripno Sumas.


Kepada wartawan, Suji Hendra menuturkan, kedatangan pihaknya di Komisi I DPRD Kotabaru ke DPRD Kalsel, untuk mengkonsultasikan permasalahan sengketa lahan di Desa Sampanahan Hulu, Desa Sampanahan Hilir dan Desa Manggalau Hilir.


Sengketa lahan tersebut melibatkan warga desa setempat dengan perusahaan perkebunan kelapa sawit, yakni PT Pesona Lintas Surasejati (PLS).
“Konsultasi kami ini ke provinsi, karena beberapa kali kami didatangi warga dan tokoh masyarakat Sampanahan, baik hearing maupun demo di DPRD Kotabaru,” terang Suji.


Suji menambahkan, pihaknya mengharapkan hasil konsultasi kami ini ke DPRD Kalsel, untuk mengetahui sejauhmana Pansus bentukan DPRD Kalsel yang sebelumnya menindaklanjuti permasalahan lahan di Sampanahan.
Sebagaimana hasil pertemuan kami hari ini (kemarin, red), imbuhnya, telah disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalsel H Suripno Sumas, nanti secara tertulis akan disampaikan hasil kerja Pansus itu ke DPRD Kotabaru.


Permasalahan lahan di Sampanahan ini ada tiga, ujar Suji, yakni pertama, lahan masyarakat Sampanahan yang sudah diserahkan sama pihak perusahaan (PT PLS) yang perjanjian awal adalah untuk plasma, yang pembagiannya antara 80 : 20, tapi kenyataannya setelah berjalan tak sesuai kenyataan yang dirasakan warga sebagai petani kelapa sawit.

Karena warga merasa perjanjian itu tak sesuai awal, masyarakat memanen kelapa sawit, tapi perusahaan kemudian melaporkan akhirnya ada satu orang yang ditangkap dan kebetulan warga itu kepala desa terpilih.


Kemudian permasalahan kedua, tukasnya, yakni antar masyarakat, dimana masyarakat yang pro koperasi dan yang tidak ikut koperasi serta permasalahan ketiga, yakni permasalahan lahan yang sudah pernah diserahkan masyarakat ke perusahaan ada juga masyarakat yang belum pernah menyerahkan lahannya.


Sementara itu Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalsel H Suripno Sumas membeberkan, permasalahan sengketa lahan antara warga Sampanahan dengan PT PLS di Desa Sampanahan Hulu, Desa Sampanahan Hilir dan Desa Manggalau Hilir, itu sebenarnya sudah pernah ditangani Pansus DPRD Kalsel.


“Kasus ini ditangani Pansus DPRD Kalsel di tahun 2015 silam, tapi saya belum mengetahui persis apa hasil rekomendasinya, karena waktu itu saya masih bertugas di Komisi II membidangi ekonomi dan keuangan,” terangnya.


Karena itu, lanjut politisi PKB ini, pihaknya nanti akan mengirim secara tertulis ke Komisi I Kotabaru, yang ingin mengetahui hasil kerja Pansus tersebut.


“Yang perlu kami garis bawahi, ternyata sampai saat ini cukup banyak kasus sengketa lahan ini belum terselesaikan, seperti di Kabupaten Kotabaru, Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Barito Kuala,” tandasnya.


Suripno menambahkan, dari analisanya mengapa banyak kasus sengketa lahan itu belum terselesaikan, karena Perda Kalsel Nomor 4 Tahun 2014, yang mengatur tentang fasilitas sengketa lahan itu tidak dapat menyelesaikan dalam bentuk sengketa, baik administrasi maupun peradilan, karena kewenangan dalam Perda itu sangat terbatas.


“Perda itu dibuat pada saat Provinsi belum memiliki kewenangan terhadap tanggung jawab pertanahan,” ujar Suripno.


Baru dengan UU Nomor 23 Tahun 2014, tukasnya, adanya kewenangan Provinsi, sehingga Perda itu akan kami revisi untuk bisa menjadi payung hukum. “Sehingga Perda itu nantinya bisa menjadi penyelesaian dalam bentuk non ajukasi,” jelasnya.


Dijelaskannya lagi, bila Perda itu nanti di revisi, maka kita punya kewenangan dengan non ajukasi artinya penyelesaian secara administrasi untuk menetapkan siapa yang bisa diambil satu keputusan bersama BPN, sementara dengan kondisi sekarang kita hanya bisa memberikan rekomendasi.sop

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment