Banjarmasin, BARITO – Dua penyuap Bupati Hulu Sungai Utara (HSU) Abdul Wahid non aktif, Fachriadi selaku Direktur CV Kalpataru dan Marhaini Direktur CV Hanamas yang ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI beberapa waktu lalu, Rabu (1/12) mulai menjalani sidang pertama di Pengadilan Tipikor Banjarmasin.
Diseret jaksa KPK Titto Zaeilani SH, kedua terdakwa yang mengikuti sidang secara virtual nampak didampingi penasehat hukum masing-masing.
Pada sidang pertama JPU Titto Zaelaini nampak hanya membacakan dakwaannya saja. Yang mana kendati satu perkara namun berkas keduanya displit.
Dalam dakwaan yang dibacakan dihadapan majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak SH, dikatakan kalau kedua terdakwa telah melakukan perbuatan yg ada hubungannya memberi atau menjanjikan sesuatu yaitu memberikan uang secara bertahap kepada penyelenggara negara dalam hal ini Bupati Hulu Sungai Utara Abdul Wahid.
Hal itu menurut jaksa diancam dengan pasal 5 ayat (1) huruf a UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
Dan dakwaan kedua pasal 13 UU No 31 tahun 1999 tentang Pemberantaswn tindak pidana korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No 31 tahun 1999 tentang pemberanatsan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHPidana.
“Sedangkan penerima tentunya akan berbeda pasalnya,’’ ujar Tito singkat kepada awak media usai sidang.
Kedua terdakwa tersebut menurut dakwaan mengadakan pertemuan dengan Plt Kepala PUPRP Kabupaten HSU Maliki. Dalam pertemuan tersebut disepakati kalau kedua terdakwa masing masing akan memperoleh proyek tetapi menurut Maliki pihak Bupati minta fee sebesar 15 persen dari nilai proyek.
Proyek yang aan dikerjakan tersebut di tahun 2021, diantaranya ada pekerjaan rehabilitasi jaringan irigasi daerah irigasi rawa (DIR) Kayakah Desa Kayakah Kecamatan Amuntai Selatan dengan nilai pagu Rp2 miliar.
Untuk menggolkan proyek tersebut.atas persetujuan Abdul Wahid akhirnya perusahaan terdakwa CV Kalpataru ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.555.503.400
Dan berdasarkan kesepakatan, setelah pencaiaran uang muka sebesar Rp346.453.030. terdakwa melalui Mujib Rianto menyerahkan fee pertama sebesar Rp70 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki.
Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp1.006.017.752 terdakwa melalui M.Mujib Rianto juga menyerahkan uang fee sebesar Rp170.000.000.kepada Abdul Wahid melalui Maliki.
Sementara Marhaini selaku Direktur CV Hanamas juga memberikan fee secara bertahap dengan nilai keseluruhan Rp300 juta kepada Abdul Wahid.
Atas persetujuan Abdul Wahid perusahaan terdakwa yakni CV Hanamas ditunjuk sebagai pemenang pekerjaan dengan nilai pekerjaan sebesar Rp1.971.579.000. Penyerahan uang Rp300 juta tersebut juga dilakukan terdakwa
secara bertahap. Sesuai kesepakatan setelah uang pencairan uang muka sebesar Rp526.949.297..terdakwa melalui M.Mujib Rianto menyerahkan uang fee sebesar Rp125 juta kepada Abdul Wahid melalui Maliki. Demikian juga setelah pencairan termin I sebesar Rp676.071.352 terdakwa melalui M Mujib Risnto telah menyerahkan uang fee sebesar Rp175 juta keoada Abdul Wahid.
Usai dakwaan, penasihat hukum terdakwa Marhaini, Supiansyah Darham SH MH usai mengatakan pihaknya tidak akan melakukan eksepsi. Dan pokok perkara nantinya akan disampaikan pada nota pembelaan. Begitu juga penasihat hukum terdakwa Fachriadi mengatakan hal yang sama.
Sidang sendiri kembali akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda langsung pemeriksaan saksi-saksi.
“Dari 40 saksi, rencananya kami akan menghadirkan 15 saksi saja,” tutup Titto.
Penulis: Filarianti Editor : Mercurius