Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Dua dari empat terdakwa perkara dugaan korupsi di PT Kodja Bahari menyatakan keberatan dengan dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Kalsel.
Kedua terdakwa adalah Mantan Direktur Komersial, Albertus Pattaru dan Mantan Direktur Operasi & Teknik PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Shipyard Banjarmasin, Suharyono.
Ada beberapa alasan yang mereka kemukakan dalam eksepsi yang dibacakan dihadapan majelis hakim yang diketuai I Gedhe Yuliarta bersama dua Anggota Majelis, Arief Winarno dan Ahmad Gawi.
Seperti yang dikemukanan salah satu terdakwa Albertus Pattaru yang dalam eksepsi menyatakan jaksa telah keliru menilai dirinya sebagai Pengguna Anggaran (PA).
Sesuai aturan pemerintah kata Albertus, PA dalam pengadaan barang dan jasa senilai lebih dari Rp 15 miliar adalah kewenangan Direktur Utama dan bukan dia yang saat itu hanya menjabat sebagai Direktur Komersial.
“Yang menentukan pemenang lelang itu juga keputusan Direktur Utama, bukan saya,” terangnya.
Tindakannya meneken kontrak pekerjaan galangan kapal itu pun merupakan penugasan dari rapat Dewan Direksi di tingkat pusat.
Terkait dakwaan bahwa dirinya lalai dalam mengendalikan dan mengawasi pekerjaan juga dibantahnya dalam eksepsi.
“Karena keliru, saya minta majelis hakim menolak semua dakwaan jaksa penuntut umum,” katanya.
Atas permintaan itu, ketua majelis mengatakan akan membacakan putusan sela yang diagendakan pada tanggal 22 Nopember 2022 akan datang.
Sebelumnya JPU yang dikomandoi Harwanto SH telah mendakwa keduanya melakukan tindak pidana korupsi karena sebagai pengguna anggaran (PA) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) tidak melakukan pengendalian dan pengawasan sehingga berakibat kegagalan konstruksi dan tidak bisa dimanfaatkan.
Proyek pekerjaan yang mengalami kegagalan yang dimaksud adalah pembangunan proyek galangan kapal dengan pagu anggaran Rp 20 miliar lebih berasal dari penyertaan modal negara (PMN) dan bersumber dari APBN.
Kontrak pekerjaan dimenangkan oleh PT Lidy’s Artha Borneo dengan nilai Rp 19,4 miliar Tahun 2018.
Akibat kelalaian para terdakwa, terdapat kerugian negara hasil audit oleh BPKP Kalsel mencapai lebih dari Rp 5,7 miliar.
Keduanya dijerat dengan pasal dakwaan primair yakni melanggar pasal 2 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Sedangkan dakwaan subsidair yakni Pasal 3 ayat (1) Jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
1 comment