Negara Dirugikan Rp 16,3 Milyar
Banjarmasin, BARITO – KASUS runtuhnya jembatan Mandastana di Kabupaten Batola pada Agustus 2017 lalu yang menjadikan Direktur Utama Citra Bakumpai Abadi Rusman Adji dan konsultan pengawas Yudi Ismani memasuki babak baru.
Keduanya mulai Senin (25/2) resmi duduk dikursi pesakitan pengadilan tipikor Banjarmasin.
Didampingi penasehat hukum masing-masing keduanya kemarin secara bergantian mendengarkan dakwaan dari JPU Tri Satrio dan kawan-kawan. Dalam dakwaannya, baik H Rusman Adji maupun Yudi Ismani sama-sama didakwa telah melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara. Tindakan yang mereka lakukan adalah dengan cara mengurangi volume pekerjaan pembangunan, yang mengakibatkan runtuhnya jembatan setelah baru satu tahun dijalani.
Salah satu contoh seperti panjang tiang pancang yang kurang panjang. Kemudian jumlah tiang pancang yang seharusnya dipasang sebanyak 508 buah, namun hanya dipasang 472 buah. Dan beberapa material bahan bangunan lainnya.
Akibatnya terdapat unsur kerugian negara sebesar Rp16.353.444.800, hal ini berdasarkan perhitungan BPKP Kalsel yang dirinci lebih jauh unsur kerugian negara dari pembangunan fisik jembatan sebesar Rp16.3120.036.210 sedangkan unsur kerugian negara dari pengawasan hanya Rp43.408.582.
Usai dakwaan, salah satu tim penasehat hukum H Rusman Adji, Rusmadi Dasri dari kantor hukum Sabrie Noor Herman mengatakan akan menyampaikan eksepsi, sedangkan penasihat hukum Yudi Ismani tidak akan menyampaikan hal yang sama.
Rusmadi juga mengakui bahwa ia mengajukan permohonan penangguhan penahanan untuk kliennya, begitu juga penasihat hukum Yudi Isamni melakukan hak yang sama.
“Kami punya alasan yang kuat bahwa kondisi kesehatan klien kami Rusmadi punya riwayat penyakit jantung, untuk itu kami mengharapkan majelis hakim yang dipimpin hakim Femina Mustikawati bisa mengabulkan permohonan kami ini,’’kata Rusmadi usai sidang kepada wartawan.
Rusmadi juga mengatakan pihak kliennya telah melakukan perjanjian dengan pihak Pemkab Barito Kuala untuk mengganti jembatan tersebut.
“Ini dibuktikan oleh klien kami dengan menyerahkan beberapa surat berharga dan barang berharga yang nilai mencapai Rp17 miliar, dan siap dilelang oleh Pemkab, karena ada perjanjian di depan notaris,’’beber Rusmadi.
Ia juga menegaskan kalau masalah runtuhnya jembatan tersebut masuk ranah hukum perdata, bukan tipikor, karena terdapat perjanjian atau kontrak antara pemberi pekerjaan dan pelaksana.
JPU dalam dakwaannya mematok pasal 2 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP pada dakwaan primairnya.
Sedangkan dakwaan subsidair pasal 3 jo pasal 18 UURI No 31 tahun 1999, sebagaimana diubah dan ditambah pada UU No 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.
Jembatan yang runtuh di Kecamatan Mandastana, Kabupaten Batola pembangunannya baru pada tahun 2015 menelan biaya sebesar Rp17 miliar dengan menggunakan dana DAK APBN-P tahun 2015.rif/mr’s