Dukung Polda Kalsel Ungkap Dokumen Dugaan Pemalsuan Penggelembungan Suara, Begini Kata Anggota DPRD Banjar Ini

by baritopost.co.id
0 comments 3 minutes read

Martapura, BARITO – Ahmad Sarwani, anggota DPRD Kabupaten Banjar, menyatakan tak ada penggelembungan suara di Kabupaten Banjar, khususnya di Kecamatan Sambung Makmur yang masuk dapilnya. Sarwani mendukung langkah Polda Kalsel menyidik pemalsuan dokumen yang dilaporkan Abdul Muthalib, komisioner KPU Kabupaten Banjar agar publik mengetahui kebenarannya.
“Kalau pihak Polda Kalsel bergerak mengungkap kasus dokumen palsu penggelembungan suara di Kabupaten Banjar ya sah-sah saja, karena kebenaran memang harus diungkapkan kepada publik. Kemaslahatan harus disampaikan dengan sebenar-benarnya. Tidak ada itu penggelembungan suara,” kata Ahmad Sarwani yang berasal dari Fraksi Partai Nasdem, saat dihubungi Selasa (18/5/2021).

Sarwani sebagai warga Kecamatan Sambung Makmur, Kabupaten Banjar, bahkan menyampaikan bahwa dirinya mengikuti langsung proses Pilkada 2020 di wilayahnya. Apalagi Sarwani terpilih menjadi wakil rakyat dari Dapil 5 yang meliputi delapan kecamatan, yakni Kecamatan Paramasan, Sungai Pinang, Pengaron, Sambung Makmur, Simpang Empat, Cintapuri Darussalam, Mataraman dan Telaga Bauntung.

Sarwani yang pernah menjadi Panitia Pemungutan Kecamatan Sambung Makmur pada Pemilu 2009 dan 2014, kemudian mencontohkan persoalan di desanya yakni Desa Madurejo.
Jika pada pemilu-pemilu sebelumnya di Desa Madurejo terdapat 8 TPS, pada Pilkada Kalsel 2020 lalu ada kebijakan regrouping atau pengerucutan jumlah TPS dari KPU Banjar, sehingga hanya ada 6 TPS. Akibatnya warga yang di dusunnya tidak ada TPS dialihkan ikut mencoblos di TPS terdekat lainnya. Contohnya Dusun Gunung Janar yang selalu ada TPS, namun pada Pilkada 2020 lalu tidak ada TPS, sehingga warga Dusun Gunung Janar ikut mencoblos di TPS Dusun Cubul.

“KPU Banjar membuat kebijakan regrouping atau pengerucutan TPS dan itu sah-sah saja. Namun muncul persoalan karena pengerucutan jumlah TPS tadi tidak diikuti perubahan DPT oleh pantarlih menyesuaikan jumlah TPS yang dikurangi tadi,” papar Sarwani.

Munculnya persoalan di lapangan itu ditangani langsung oleh KPU maupun Panwas Banjar.

“Jadi semuanya legal karena KPU maupun Panwas turun tangan. Mereka harus bertanggungjawab menjaga agar semua warga terjamin hak konstitusinya. Solusinya ya warga yang tidak ada TPS di lingkungannya, diarahkan mencoblos ke TPS terdekat lainnya,” papar Sarwani.

Ada tiga konsekuensi dari pemindahan warga tersebut.

Pertama, warga pemilih dari Dusun Gunung Janar tentu tidak terdaftar dalam DPT TPS Dusun Cubul, sehingga mereka diizinkan ikut mencoblos dengan menunjukkan KTP.

Kedua, jumlah surat suara di TPS Dusun Cubul menjadi berkurang dan harus diambilkan dari desa-desa lainnya. Persoalan inilah yang memunculkan tudingan adanya pemindahan surat suara.

Ketiga, saat usai penghitungan suara, menjadi wajar jika jumlah suara di TPS Dusun Cubul meningkat dari jumlah pemilih yang terdaftar di DPT TPS tersebut.

Oleh sebab itu, menurut Sarwani, jika ada TPS yang suaranya mencapai 108% dari jumlah DPT menjadi wajar karena memang ada tambahan pemilih dari dusun yang tidak tersedia TPS.

“Nah, persoalan muncul saat dilakukan penghitungan suara di PPK tingkat kecamatan karena saksi pihak 02 tidak mau menerima dan tanda tangan. Padahal harusnya mereka juga tahu ada persoalan teknis penyelenggaraan di lapangan tadi,” kata Sarwani.

Oleh sebab itulah, Sarwani berharap agar Polda Kalsel mengungkap semua fakta agar masyarakat mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya.

“Semoga saja semua itu nanti diungkap dari hasil penyidikan Polda Kalsel. Kebenaran persoalan penggelembungan suara harus diungkap dan disampaikan sejelas-jelasnya ke masyarakat,” pungkas Sarwani.

Editor: Mercurius

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment