Pelaihari,BARITO – Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Banjarbaru mendeteksi ada 34 buah perusahaan disektor Minerba, 5 buah sektor Perhutanan dan 17 buah sektor Perkebunan sebagai wajib pajak yang memiliki utang pajak, dan kesemua perusahaan tersebut beroperasi di Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalsel. Utang pajak bagi perusahaan tersebut biasa disebut Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Minyak dan Gas Bumi, Pertambangan untuk pengusahaan panas bumi, Pertambangan Mineral atau batubara dan sektor lainnya (PBB P5L).
Tersirat pula, hingga sampai bulan November 2021 realisasi penerimaan PBB P5L sebesar Rp 43.947.682.180 dibanding 1 tahun sebelumnya Rp 52.741.396.502. Masih terdapat potensi PBB P5L yang harus dibayar wajib pajak sebesar Rp 41.304.528.571,00. KPP Pratama Banjarbaru pun bekerjasama dengan Pemkab Tala agar menerbitkan Surat Imbauan Pembayaran PBB P5L dalam rangka percepatan pembayaran PBB P5L tersebut.
Sejalan itu Senin, (22/11/21) kemarin diselenggarakan Optimalisasi Penerimaan PBB P5L di Gedung Sarantang Saruntung Pelaihari, dimana optimalisasi dibuka Sekretaris Daerah (Sekda) Tala Dahnial Kifli.
Sejumlah perwakilan dari perusahaan yang bergerak di pertambangan, perkebunan serta perhutanan yang ada di Kabupaten Tanah Laut pun hadir.
Sekda berharap, optimalisasi tersebut pada akhirnya menjadi sumber pendapatan dari pajak, terjadi kenaikan setoran pajak khususnya PBB P5L, karena pajak yang diterima daerah akan dikembalikan lagi kepada masyarakat baik berupa jalan, jembatan, maupun bangunan lainnya jadi yang bersumber dari rakyat, dan rakyat sendiri yang menikmatinya.
Kepala KPP Pratama Banjarbaru Hery Sumartono diforum optimalisasi tersebut menyampaikan, masih ada perusahaan yang belum membayar PBB P5L terhitung dari tahun 2016 hingga tahun 2021. Dan soal kelonggaran waktu pun sudah cukup lama diberikan, ujarnya.
Terpisah, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Tala Surya Arifani mengungkapkan, jika terjadi keterlambatan dalam pembayaran pajak, maka dikenakan denda 2 persen perbulan sebanyak-banyaknya 2 tahun atau 48 persen dari pokok ketetapan.
Hal tersebut mengacu pada Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang nomor 12 tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan, sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan UU nomor 12 tahun 1994 (UU PBB), pasal 11 ayat 1 menjelaskan pajak yang terhutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Pajak Terhutan (SPPT) sebagaimana dimaksud dalam pasal 10 ayat 1 harus dilunasi selambat-lambatnya 6 bulan sejak tanggal diterimanya SPPT oleh wajib pajak. Selanjutnya pasal 11 ayat 3 menjelaskan pajak yang terhutang pada saat jatuh tempo dikenakan denda 2 persen sebulan, yang dihitung dari jatuh tempo sampai dengan hari pembayarannya untuk jangka waktu paling lama 24 bulan atau 2 tahun.baz