Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Penyelesaian perkara tindak pidana di daerah ini, khususnya yang melibatkan anak mendapat perhatian serius dari Forum Kota (Forkot) Banjarmasin.
Dalam hal ini, Forkot Banjarmasin menekankan pentingnya Keadilan Restoratif dalam menangani kasus pidana anak.
Ketua Forkot Banjarmasin, Syarifuddin Nisfuady menuturkan, prinsip dasar Keadilan Restoratif (Restorative Justice) adalah upaya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Baca Juga: Audit Stunting Pertama di Batola, Apa Rekomendasi TPPS ?
“Hukum yang adil pada keadilan restoratif bersifat tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak sewenang-wenang dan hanya berpihak pada kebenaran, sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku serta mempertimbangkan kesetaraan hak kompensasi serta keseimbangan dalam setiap aspek kehidupan,” ujar Syarifuddin Nisfuady, Ahad (20/8/2023).
Menurutnya, penerapan Keadilan Restoratif adalah untuk mereformasi sistem peradilan pidana yang umumnya masih mengedepankan hukuman penjara.
Pada perkembangannya, imbuh Nisfuady, sistem pemidanaan bukan lagi bertumpu pada pelaku, melainkan telah mengarah pada penyelarasan kepentingan pemulihan korban dan pertanggungjawaban pelaku tindak pidana.
Nisfuady juga membeberkan, Mahkamah Agung telah mendorong dan mengatur penerapan Keadilan Restoratif dalam putusan majelis hakim.
“Putusan majelis hakim harus memenuhi asas-asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan dengan keadilan yang seimbang dalam tindak pidana ringan, perkara perempuan yang berhadapan dengan hukum, perkara anak dan perkara narkotika,” ungkapnya.
Nisfuady menggarisbawahi, untuk kasus pidana yang melibatkan anak, keadilan restoratif harus diterapkan karena menyangkut masa depan generasi penerus.
Baca juga: Berhadiah 2 Miliar Jhonlin Ride Diikuti 5.000 Peserta Bahkan Atlet Sepeda Luar Kalimantan
“Masa depan anak lah yang harus dijadikan poin utama bagi semua pihak dalam penyelesaian perkara pidana anak. Apalagi latar belakang anak melakukan kejahatan berbeda dengan motif orang dewasa ketika melakukan tindak pidana,” jelasnya.
Untuk itu dalam kasus pidana anak perlu tinjauan secara menyeluruh terutama aspek pemicu anak sampai bisa melakukan kejahatan.
Pemicunya, terang Nisfuady, ada yang berasal dari dalam ataupun dari luar.
Berdasarkan Pasal 1 Angka (7) UU Nomor 11/ 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, ujarnya, maka dikenal dengan “diversi”, yakni penyelesaian perkara anak dialihkan dari proses peradilan pidana, ke proses di luar peradilan pidana.
Penanggulangan tindak pidana anak dengan menerapkan sistem diversi, hemat lulusan Universitas Islam Sultan Agung,
Semarang itu, menjadi upaya efektif untuk melindungi anak dan masa depannya, sehingga anak berkesempatan menggapai cita-cita dan mengembangkan potensinya sebagai penerus bangsa.
Penulis : Cynthia
Editor : Sophan Sopiandi
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya