Banjarmasin. BARITOPOST.CO.ID – Satu persatu saksi yang dihadirkan pada perkara dugaan korupsi dana BOS Reguler di kabupaten Balangan, yang bersumber dari Pemerintah Pusat diperiksa majelis hakim pada sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor Banjarmasin, Rabu (22/11).
Ada 12 saksi langsung dimintai keterangan baik oleh JPU majelis hakim, maupun penasehat hukum
Dari keterangan, salah satu hakim anggota Arif Winarno mengatakan kalau dugaan korupsi dana BOS nampaknya sudah diketahui dari awal dari para saksi yang rata-rata Kepala Sekolah di Kabupaten Balangan.
“Kalau bisa disimpulkan, dari awal sudah ada pemupakatan jahat pada perkara ini,” ujar Arif.
Pernyataan itu setelah Arif dan majelis hakim lainnya mendengarkan keterangan saksi, salah satunya bendahara yang bernama Kartika Candra Yani dan Ketua MKKS Salman
Dari keterangan Ketua Musyawarah Kepala-kepala Sekolah (MKKS) mengatakan kalau biaya cetak untuk soal siswa dianggarkan Rp10 ribu persiswa. Ternyata biaya bisa diturunkan menjadi Rp8 ribu. Sisanya Rp2 ribu dimasukkan kedalam kas MKKS.
Baca juga: Forpam dan PAM Bandarmasih Gencarkan Silaturahmi ke Lingkungan Masyarakat
Sementara Bendahara Kartika mengaku kalau dalam kas MKKS yang terdapat dana yang sebagian telah diserahkan keterdakwa. Namun berapa jumlahnya, bendahara mengaku lupa.
“Lalu berapa saldo terakhir di rekening MKKS,” tanya Arif.
Menjawab saksi mengatakan di rekening pribadinya terdapat Ro60 juta. Tapi sudah saya ambil dan masukkan ke rekening MKKS. Terakhir saya sudah serahkan ke Kejaksaan sebesar Ro180 juta setelah Pa Rahmat jadi tersangka,” ujarnya.
Bendahara juga mengaku, uang dana BOS digunakan untuk
workshop ke Pantai Angsana, dan beli baju sasirangan untuk 175 kepala sekolah.
Sementara saksi lainnya yang merupakan kepala sekolah mengatakan kalau untuk biaya cetak soal siswa dianggarkan Rp10 ribu persiswa merupakan hasil kesepakatan bersama, bukan keiinginan terdakwa. “Dengan alasan di Tapin harga satu fotocopy cukup mahal, maka disepakati dicetak di Martapura. Itu kesepakatan bersama, tidak ada niat kita untuk mengambil keuntungan,” ujar saksi.
Diketahui dalam dakwaan yang dibacakan JPU Dwi Kurnianto, terdakwa dikatakan telah melakukan penyimpangan dana BOS reguler untuk kegiatan asesmen atau evaluasi pembelajaran di 174 SD se-kabupaten Tapin tahun anggaran 2021.
Total anggaran dana BOS kegitan assesmen dan evaluasi untuk 174 sekolah dasar se-Kabupaten Tapin 2021 dikatakan sebesar Rp559 juta, namun terdakwa hanya menggunakan dana lebih dari Rp171 juta.
“Hasil audit, terdapat kerugian negara sebesar Rp 387.607.000 pada ” kata JPU yang juga Kasi Pidsus Kejari Tapin ini.
Dalam perkara ini, kata Dwi Kurnianto, terdakwa punya peran aktif dalam penyimpangan dana BOS tersebut. Dimana pada saat pelaksanaan rapat Musyawarah Kerja Kepala Sekolah (MKKS) bulan Oktober 2020, terdakwa selaku Pembina MKKS mengusulkan untuk kegiatan asesmen atau evaluasi pembelajaran pengelolaan dilakukan oleh MKKS yang dananya bersumber dari dana BOS reguler sebesar Rp15.000 per siswa, dan itu disepakati.
Baca Juga: Kapolda Kalsel Beri Beasiswa ke Mahasiswa dan Gelar Baksos di Kampus STIE Indonesia Banjarmasin
Sementara itu dikatakan Dwi, sesuai Juknis penggunaan dana BOS, seharusnya pembuatan soal assessment atau evaluasi tidak boleh dilakukan bersama-sama, dan hanya boleh dilakukan oleh masing-masing sekolah.
“Dalam juknis tidak dibenarkan pembuatan soal secara bersama-sama, mandiri dilakukan oleh sekolah masing-masing, ini faktanya dilakukan oleh MKKS,” ungkap Dwi.
“Dalam musyawarah memang terdakwa yang aktif mengatur dan yang berkordinasi dengan CV yang mencetak. Termasuk kwitansi-kwitansi kosong, jadi dia mencetak tanpa kwitansi, minta kwitansi kosong saja,” lanjutnya.
Dalam dakwaannya JPU menjerat terdakwa dengan Pasal 2 dan 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai dakwaan primair dan subsidair.
Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya