Hapakat Ketujuh, Otokritik Bagi Orang Bakumpai

by baritopost.co.id
0 comments 3 minutes read
Forum Diskusi Hapakat Bakumpai ketujuh, di Hotel Rodhita Banjarmasin, Rabu (21/6/2023).(Foto : Iman Satria/brt)

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Suku Dayak Bakumpai secara demografi di Kabupaten Barito Kuala (Batola), dominan ada di Kecamatan Kuripan, Tabukan, Marabahan, Cerbon, Barambai, beberapa enclave di Kecamatan Anjir Muara.

Berdasar hasil sensus penduduk tahun 2000, Badan Pusat Statistik (BPS), populasi suku Bakumpai di Kalimantan Selatan (Kalsel) mencapai 20.609 jiwa. Terbanyak berada di Kabupaten Batola mencapai 18.892 jiwa.

Jelang perhelatan politik Pemilu 2024 dan berlanjut pada pemilihan kepala daerah (pilkada) 2024 mendatang, Hapakat Bakumpai menghelat diskusi kelompok terpumpun di Hotel Rodhita Banjarmasin, Rabu (21/6/2023).

Mengangkat isu ‘dari Bakumpai untuk Batola’, diskusi ke-7 merawat ke-Bakumpai-an ini menggunakan bahasa Bakumpai sebagai media komunikasi antar peserta diskusi.

Antropolog Universitas Lambung Mangkurat, Nasrullah yang merupakan salah satu pencetus Hapakat Bakumpai ini  membuka diskusi dengan ‘Maungkar Pakat’.

“Kelompok suku bangsa termasuk Bakumpai secara demografis bisa termasuk kelompok dominan, apabila secara jumlah sedikit tetapi memiliki kekuasaan,” ucap Nasrullah.

Setelah paparan pembuka dari Nasrullah, ia mengajak peserta Hapakat untuk menghadiahkan bacaan Alfatihah kepada salah satu tokoh Bakumpai, “kita baru saja berduka dengan berpulangnya Bapak Hasanuddin Murad mantan Bupati Batola dua periode, beliau juga pernah menjabat anggota DPR RI dua periode, juga saat ini jika beliau hidup masih menjabat anggota DPR Provinsi Kalimantan Selatan. Marilah kita menghadiahkan Alfatihah kepada almarhum. Alfatihah…” ajak Nasrullah dan setelah itu forum menjadi hening sejenak dalam bacaan dan doa.

Baca Juga: Mahasiswa Poliban Diminta bersamai Wujudkan Kota Pintar Banjarmasin

Dalam diskusi ini dihadiri anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Kalsel Fahrin Nizar, mantan Wakil Bupati Batola Rahmadian Noor yang juga Ketua DPD Partai Golkar Batola, sejumlah akademisi, aktivis, politisi hingga jurnalis yang berlatar belakang suku Bakumpai.

Menurut Nasrullah, ketika kekuasaan dipegang walau merupakan komunitas minoritas dinamakan sebagai kelompok elite.

“Namun orang Bakumpai terutama di Batola dapat menjadi minoritas apabila jumlahnya sedikit dan juga minus kekuasaan. Secara umum, Bakumpai juga bisa berarti, Rumput, Bahasa, Suku Bangsa dan Tempat,” beber Nasrullah, membuka narasi diskusi.

Mahasiswa doktoral Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta ini menyebut watak orang Bakumpai versi Barat adalah tidak punya pendirian, culas, cenderung berbohong dan mencuri merupakan ciri utama karakter mereka.

“Itu pendapat Schawaner dalam buku karya Sjamsuddin, 2014:51). Kalau versi, ZA Maulani tokoh Bakumpai sendiri yakni seperti suku Kurdi di tengah lautan Arab di Timur Tengah,” beber Nasrullah.

Politisi muda Batola Rahmadian Nor mengakui cukup sulit mengikuti forum diskusi helatan Hapakat Bakumpai.

“Saya izin bahasa bercampur antara Banjar dan Bakumpai, biasanya saya menggunakan bahasa Bakumpai di warung-warung saja atau berbicara dengan masyarakat, makanya bahasa saya bercampur,” beber Rahmadi.

Baca Juga: DLH Ajak Warga Banjarmasin Perangi Pencemaran Sungai dan Tidak BAB Sembarangan

Dia menangkap kini ada kegelisahan bagi warga Bakumpai, karena banyak tokoh Bakumpai yang sudah tiada, seperti Letjen (Purn) Zaini Azhar (ZA) Maulani yang sempat menjabat Kepala BIN periode 1998-1999, pemilik Hasnur Group yang juga tokoh Banua dan Golkar, H Abdussamad Sulaiman HB, tokoh lainnya H Rusli, H Rusman, dan yang baru saja meninggal dunia adalah mantan Bupati Batola dua periode Hasanuddin Murad.

“Orang Bakumpai harus mengambil peran di pemerintahan. Walaupun saya menilai orang Bakumpai kurang kompak dan jarang bertemu sehingga jarang berkomunikasi, bahkan cenderung becakut papadaan,” kata Rahmadi.

Sementara itu, anggota DPRD Kalsel dari Fraksi PDIP Fahrin Nizar mengatakan di Marabahan memang banyak pendatang. Hal ini karena masyarakat Marabahan merupakan tipikal penduduk terbuka menerima, justru kini warga lokal (Bakumpai) menjadi minoritas.

“Bakumpai memang terkotak-kotak sejak dulu.  Sesama orang Bakumpai cenderung tidak akur, ke depan mulai dari kita dan melalui diskusi seperti ini mari sama-sama kita merapatkan diri,” kata anggota Komisi III DPRD Kalsel ini.

Foto : iman satria
Penulis : iman satria

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment