Banjarmasin, BARITO – Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Kapolri) diminta turun tangan atas hasil laboratorium forensik (labfor) perkara tahun 2013 dan 2016 lalu yang diduga palsu.
Adalah Muhammad, satu dari empat terpidana perkara dugaan penggunaan dokumen untuk hasil kejahatan yang mengungkapkan dugaan labfor palsu tersebut.
Menurut Muhammad SH yang juga berprofesi sebagai advokad mengatakan, dugaan palsu setelah pihaknya melihat fotocopy SHM No 2104 vs SKT 112/1985 dan SHM No 6156 serta lembaran fotocopy surat dakwaan (JPU), yang mencantumkan SKT 112/1985 Hasil labfor terbukti ditebali sedangkan SKT 047/1984 itu ditindas.
Mengutip keterangan Pa Yusril Lawyer sidang Pilpres 2019 di Mahkamah Konstitusi bahwa hasil audit labfor Polri hanya bisa menyatakan tandatangan identik atau non identik. Sedangkan hasil labfor No 0026/2013 berbunyi ditebali dan No 2924 berbunyi ditindas.
“Sesuai fakta, hasil labfor tersebut saya kira bukan produk audit labfor Polri melainkan diduga hasil rekayasa pihak lain,” ujar Muhammad kepada Barito Post, Rabu (29/12).
Sehingga lanjut Muhammad dia meyakini hasil labfor merupakan kejahatan yang terbukti dipergunakan untuk memenjarakan orang atas tuduhan penggunaan surat palsu.
Poltabes Banjarmasin dalam hal ini sebagai penyidik pada waktu perkara itu diproses tandasnya disinyalir sudah menodai dan menyakiti hati masyarakat sebab melalui penyidiknya terbukti diduga telah menggunakan audit labfor diduga palsu, karena hukum demi tercapainya tujuan dan misi mafia tanah.
“Sebagai korban saya dan juga H. Asnawi, dan Aini sangat berharap Kapolri turun tangan dalam menyikapi masalah dugaan labfor palsu ini,” katanya.
Apalagi sekarang pemerintah lanjut dia gencar-gencarnya memerangi mafia tanah dengan membentuk satgas mafia tanah.
Pihaknya sendiri atas dugaan labfor palsu juga telah mengirim surat baik ke Presiden RI, Kapolri, Kejagung RI, Menteri ATR/BPN RI dan Ketua DPR RI. “Saya berharap laporan diterima dan segera ditindaklanjuti,” harapnya.
Dugaan labfor palsu sendiri berawal dari perkara pidana tahun 2013 dengan terdakwa Muhammad, Abdul Maseri, H. Asnawi, dan Baderun. Keempatnya didakwa oleh JPU Ardian Wahyu Eko Hastomo telah melakukan penggunaan dokumen untuk hasil kejahatan dan dinyatakan bersalah oleh majelis hakim.
Perkara kembali berlanjut tahun 2016 dengan laporan dan dakwaan yang sama. Dan juga dinyatakan bersalah.
Sayangnya dalam persidangan menurut Muhammad, JPU tidak ada dan tidak bisa menghadirkan serta memperlihatkan SHM No 2104 tahun 2013, dan SHM No 6156 tahun 2016. Dan hakim waktu itu seperti melakukan pembiaran. “Namun apapun yang disembunyikan akan ketahuan juga. Terbukti kami mendapatkam fotocopy SHM No 2104 vs SKT 112/1985 dan SHM No 6156 serta lembaran fotocopy surat dakwaan (JPU), yang mencantumkan SKT 112/1985. Hasil labfor terbukti ditebali sedangkan SKT 047/1984 itu ditindas,” pungkasnya.
Penulis: Filarianti Editor : Mercurius