HIPMI: Rasio Pengusaha Indonesia Cuma 3,47 Persen, Tertinggal Jauh dengan Singapura

Jakarta– Indonesia sebagai negara berkembang seharusnya memperbanyak pengusaha. Sebab untuk menjadi negara maju minimal Indonesia harus punya banyak pengusaha. Jika negara mau maju selain industrialisasi, harus ditunjang banyak pengusaha.

Pengusaha harus mendapat dukungan. Ini karena pengusaha berperan memberikan pekerjaan kepada masyarakat. Bahkan, negara yang maju pasti didukung para pengusaha yang kuat.

“Tak ada negara yang maju tanpa pengusaha yang kuat. Yang memberikan pekerjaan masyarakat adalah pengusaha. Jika pengusaha kuat, maka negara pasti akan kuat. Hampir semua negara bangsa percaya dengan kalimat ini. Kita bisa melihat, negara yang dunia usahanya tumbuh, pasti akan maju,” kata Ketua Badan Pimpinan Pusat Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) H Mardani Haji Maming, usai menyampaikan pokok pikiran bersama jajaran BPP HIPMI dalam rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (25/8)

Kata Mardani, HIPMI ikut membahas Rancangan Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP).

“Sayangnya, Indonesia masih bergerak ke arah sana. Rasio pengusaha kita baru berkisar 3,47%. Masih kalah dibandingkan Malaysia sebesar 4,74% dan juga kalah dari Thailand yang di kisaran 4,26%. Bahkan, Singapura sudah mendorong 8,76% penduduknya menjadi pengusaha,” ujarnya.

Mantan Bupati Tanbu dua periode ini berharap, kebijakan RUU KUP tidak bertentangan dengan semangat menumbuhkan wirausaha muda di Indonesia. Kita semua tahu, pandemi Covid menjadi pukulan bagi pengusaha. Sebanyak 80 persen pengusaha muda merasakan dampak negatif.

“Sebanyak 58 persen melaporkan penurunan pendapatan hingga 81 persen. Bahkan, 91 persen pengusaha muda belum menyadari adanya bantuan dari pemerintah, termasuk sosialisasi pengurangan pajak dan insentif lainnya,” katanya.

HIPMI kata Mardani, memberikan beberapa masukan. Di antaranya, AMT (Alternative Minimum Tax) dapat berefek negatif bagi pengusaha muda yang membutuhkan investasi dalam jangka panjang.

Terkait pajak karbon, HIPMI berpendapat, pajak ini akan mendorong inovasi-inovasi dan perubahan manajemen perusahaan yang baik untuk mengurangi pembayaran pajak dari penggunaan bahan bakar fosil. Pemerintah harus dapat memastikan infrastruktur energi bersih tersedia agar tidak memberatkan pengeluaran pengusaha muda.

“HIPMI juga menyoroti soal penegakan hukum pidana pajak yang harus mengedepankan asas ultimum remedium. Hukum pidana hendaklah dijadikan upaya terakhir dalam hal penegakan hukum. Pengusaha muda membutuhkan pengalaman untuk memenuhi kewajiban pajaknya, untuk itu diperlukan pendampingan yang bersifat membangun,” paparnya.

Sebagai pengusaha muda, lanjut pengusaha sukses ini, siap memberikan kontribusi untuk kemajuan bangsa, termasuk melalui pembayaran pajak. Ini sesuai dengan motto HIPMI: “Pengusaha pejuang, pejuang pengusaha.”

“Namun pemerintah harus sesuai dengan komitmennya untuk mendorong pengusaha muda menciptakan lapangan kerja, dan bekerja sama untuk mensosialisasikan kebijakan terkait. Kita sama-sama berharap agar pajak bisa mendorong pengusaha untuk naik kelas, dan bukan malah turun kelas,” katanya.

rel/ang

Related posts

Jelang Nataru, Pertamina Patra Niaga Regional Kalimantan Lakukan Sidak SPBU di Wilayah Kalsel

Dorong Penetrasi Digital Lewat SuperApp BYOND by BSI

PT Star Wagen Indonesia melakukan Handover Ceremony unit Dewatering Pump PAC SH128 Atlas Copco kepada PT Putra Perkasa Abadi