Banjarmasin, BARITO – Koordinator Divisi Penindakan Pelanggaran Bawaslu Provinsi Kalsel, Azhar Ridhani menegaskan, jika pelanggaran dilakukan penyelenggara pemilu, maka seharusnya sanksinya harus lebih berat dibandingkan terdakwa dari orang biasa.
“Penyelenggara pemilu seharusnya menjaga integritas, maka hukumannya lebih berat. Karena itu, laporkan saja setiap melihat ada pelanggaran. Semakin masyarakat berani melaporkan, semakin bagus penyelenggara pemilu kita, karena selalu diawasi oleh masyarakat,” ucapnya ketika menjadi narasumber pada “Palidangan Noorhalis” di Pro 1 RRI Banjarmasin, Kamis (30/01).
Acara milik Noorhalis Majid, aktivis senior Kalsel itu mengambil tema “Menjaga Maruah Penyelenggara Pemilu” ,selain Azhar Ridhani, pembicara lainnya adalah
Gazalirrahman, Pengamat Penyelenggara Pemilu.
Azhar Ridhani memberikan komentar itu ketika menjawab pertanyaan beberapa penelpon yang berpartisipasi pada sesi tanya jawab.
Salah satu penelpon, Hj Ratna di Marabahan menanggapi soal kasus dugaan asusila Gusti Makmur yang merupakan Ketua KPU Kota Banjarmasin. Menurutnya, karena kasus yang mencuat ini soal moral dan etika, maka di proses ke kepolisian.
“Sebenarnya hal tersebut sudah dapat disimpulkan tidak layak sebagai penyelenggara. Karena itu harus cepat diselesaikan agar tidak mengganggu kelembagaan pemilu. Pada tingkat penyelenggara di kecamatan, juga sering terpilih anggota parpol, tim kampanye, sehingga sarat dengan potensi KKN, maka penyelenggara yang seperti ini, tidak pernah memperdulikan soal etika dan moral,” cetusnya.
Azhar Ridhani menegaskan, bagi penyelenggara pemilu, menjaga integritas, hal yang sangat prioritas.
“Dalam beberapa kali kesempatan, baik saat raker, bintek atau pelatihan, kami mengundang orang-orang berkompeten dalam soal integritas, termasuk mengundang dewan pengawas pemilu agar terus mengingatkan pentingnya integritas, etik dan moral bagi setiap penyelenggara,” tandas Aldo, sapaan akrabnya.
Bukan hanya menyangkut etika proses penyelenggaraan pemilu, tekan Aldo, tetapi juga etika dan moral atas sikap, perilaku para penyelenggara. Semua harus patuh pada kode etik. Dalam kode etik sangat ditekankan soal integritas dan moral, karena itu banyak laporan yang disampaikan menyangkut etik penyelenggara, dan itu yang harus ditindaklanjuti oleh Bawaslu serta DKPP.
“Jika terbukti, akan diberi sanksi, dan bila tidak terbukti akan direhabilitasi. Banyak pula laporan yang tidak terbukti dan harus direhabilitasi agar nama baik yang bersangkutan kembali pulih. Tentu yang banyak dilaporkan adalah soal proses penanganan penyelenggaraan Pemilu. Namun ada juga soal pribadi, tidak terkait langsung tahapan Pemilu. Misalnya di kota Banjarmasin ada laporan menyangkut dugaan perbuatan asusila.
Ada pula laporan tentang perselingkuhan. Laporan ini tidak ada hubungannya dengan tahapan Pemilu, namun dianggap mencemarkan nama baik lembaga penyelenggara, menurunkan maruah lembaga, maka juga diproses,” urainya.
Untuk laporan dugaan asusila yang menjerat ketua KPU Kota Banjarmasin, pihaknya telah menyerahkan ke DKPP, setelah polisi meningkatkan statusnya menjadi tersangka.
“Tinggal menunggu proses di DKPP. Inti dari semua ini adalah, agar setiap penyelenggara pemilu jujur dan adil. Terutama jujur, hal yang sangat penting. Ketika dia melakukan perbuatan tercela, berarti tidak jujur. Tidak menjaga kehormatan dirinya sendiri, padahal tugasnya menjaga kehormatan penyelenggara Pemilu,” cetusnya.
Narasumber lainnya, Gazalirrahman, mengatakan bahwa setiap sepak terjang penyelenggara pemilu selalu disoroti. Hal tersebut tidak bisa dihindari, karena dianggap pejabat publik. Jabatannya strategis, sehingga setiap hari akan diawasi banyak orang. Apalagi menyangkut proses setiap tahapan, akan banyak iming-iming atau godaan yang dapat mengganggu integritas penyelenggara. Terbukti, tahun 2019, terdapat 1.027 aduan pelanggaran Pemilu. Terkait itu, telah diberhentikan 144 penyelenggara Pemilu.
“Perlu introspeksi mendalam bagi penyelenggara pemilu, kenapa begitu banyak aduan. Memang soal integritas hal yang sangat penting. Setiap tahapan, membuka peluang hadirnya kelompok kepentingan,” ungkapnya.
Karena itu, sambungnya, apabila sudah menjadi penyelenggara, harus bisa membatasi diri, baik terhadap caleg, ataupun terhadap partai politik. “Serta harus punya kemampuan menetralisir diri. bukan berarti menutup diri, tapi pandai menjaga agar jangan sampai terganggu integritasnya,” katanya.
Penulis: Cynthia