Banjarbaru, BARITOPOST.CO.ID – Jika dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia , kategori inflasi di Provinsi Kalimantan Selatan (Kalsel) masuk dalam kategori terjaga pada bulan November 2018 per provinsi.
Salah satu penyebab terjaganya inflasi komponen harga yang diatur pemerintah (administered prices) : Inflasi yang dominan dipengaruhi oleh shocks (kejutan) berupa kebijakan harga pemerintah, seperti harga BBM bersubsidi, tarif listrik, tarif angkutan, dll.
“Seperti tiket pesawat itu, itu terkendali dengan baik. Tetapi yang perlu dicermati adalah vomatile food atau terkait dengan pangan yang cukup tinggi angkanya yaitu 6,06 persen. Maka kedepan lebih hati-hati lagi,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Kalsel, Herawanto di sela Rakorda Tim Pengendali Inflasi Daerah (TPID) Semester II dengan tema : “Memperkokoh Sinergi dan Program Pengendalian Inflasi Kalsel” di ruang rapat Aberani Sulaiman, Setdaprov Kalsel, Kamis (20/12) siang.
Rapat yang dimulai sekitar pukul 14.00 wita itu menghadirkan narasumber Asisten Direktur BI Pusat Erwin Syafi’i dan diikuti TPID dari pemerintah daerah, Bank Indonesia, Bulog dan lembaga lainnya di Kalsel baik di tingkat Provinsi maupun kota.
Herawanto mengungkapkan, angka pencapaian pengendalian inflasi merupakan bukti bahwa semua pihak mampu menjaga inflasi dengan baik . Pengendalian tersebut dari sisi pasokan maupun tekanan permintaan.
Dia mengungkapkan bahwa inflasi Kalsel per November 2018 cukup rendah yaitu 2,75 persen. Secara year on year (yoy) juga lebih rendah dari tahun 2017 yang tercatat 3,23 persen. Inflasi Kalsel secara nasional juga lebih rendah
“Ini tidak lepas peran dari peran TPID. Namun ada satu hal yang perlu dicermati walaupun angkanya rendah, kami mencatat ada persistensi. Kami selalu ingatkan ada persistensi atau ada tekanan inflasi pada kelompok bahan makanan yang cenderung tinggi,” jelasnya. Dalam hal ini, tren rata-rata tekanan ada pada komoditas telur dan daging ayam ras.
Kepala Biro Sarana Prasarana Setdaprov Kalsel, Zulkifli yang mewakili Gubernur Kalsel Sahbirin Noor selaku Ketua TPID Provinsi Kalsel mengungkapkan bahwa perlu upaya bersama untuk menjaga stabilitas perekonomian. “Rakorda ini membahas beberapa hal diantaranya menentukan kemungkinan tejadinya inflasi dan antisipasi sedini mungkin terhadap faktor pemicu inflasi,” ujarnya ketika membacakan sambutan gubernur.
Pada dasarnya, imbuhnya, inflasi dipengaruhi suplai dan penawaran misalnya gangguan distribusi maupun kebijakan pemerintah. Inflasi yang tinggi menyebabkan menurunnya daya beli masyarakat dan ketidakpastian ekonomi. Berkait kinerja TPID, imbuhnya,
Pemprov Kalsel melihat bahwa TPID provinsi dan kabupaten telah bertugas dengan baik sehingga inflasi di Kalsel tetap stabil. Misalnya pada Juni 2017 -2018 angka inflasi 2,74 persen yang lebih rendah dari inflasi nasional yakni 3,12 persen. Selain itu TPID Kabupaten Banjar menjadi TPID berprestasi secara nasional pada Rakornas TPID beberapa waktu lalu.
Peran TPID Kabupaten
Sementara itu Kepala Dinas Perdagangan Provinsi Kalsel Birhasani mengatakan dalam upaya pengendalian inflasi sebenarnya peran yang terpenting ada di kabupaten dan kota. Karena pasar ada di kabupaten/ kota.
“Maka berarti harga juga ada di wilayah kabupaten kota. Kemudian kewenangan ijin usaha ada disana. Maka kabupaten kota harus kita gerakkan secara aktif untuk melakukan penanganan inflasi,” ucaonya.
Dia mencontohkan, jika harga komoditi misalnya telur menjadu mahal, maka TPID kabupaten harus bergerak dan bukan sekedar memantau.
“Harus bergerak mencari dimana sumber kemahalan itu.Misalnya karena distribusi atau produksi kurang. Kalau kurang, apakah di daerahnya sendiri memproduksi telur atau ada peternak. Kalau didaerahnya ternyata banyak peternak, meestinya dia mengadakan pendekatan dengan peternak setempat. Bagaimana kerjasama melakukan operasi pasar maupun pasar murah dan komoditi itu dijual dengan harga yang ada di peternak. Sehingga harga pasar akan tersaingi lalu turun,” bebernya.
tya