Banjarmasin, BARITO – Mantan Bupati Banjar KH Khalirurrahman mengatakan mendapat informasi dari salah satu anggota Dewan Pengawas (Dewas) yakni Rachman Agus, bahwa hasil akuntan publik menyatakan kalau ada piutang terdakwa sebesar Rp6,9 miliar. “Ada masalah itu, kemudian saya meminta inspektorat untuk melakukan audit. Hasilnya lebih parah, temuan inspektorat malah Rp9,2 miliar,” jelas mantan bupati yang biasa dipanggil Guru Kholil ini pada sidang lanjutan perkara korupsi di PD Baramarta, Senin (28/6).
Mengenai bantuan yang diberikan PD Baramarta salah satunya dana untuk perjalanan dinas, seperti yang pernah diungkapkan ajudan bupati, Guru Kholil membantahnya.
“Saya tidak tahu itu. Bisa saja orang menjual nama saya,” ketusnya kepada majelis hakim yang diketuai Sutisna Sarasti SH.
Sementara salah satu anggota Dewas PD Baramarta Rachman Agus mengaku sejak menjabat tahun 2018, laporan keuangan yang mereka terima baik bulanan, triwulan, persemeter, dan tahunan selalu baik-baik saja. Nah pada tahun 2019, pihaknya menerima laporan dari kantor akuntan publik yang menyatakan kalau terdakwa mempunyai piutang sebesar Rp6,9 miliar. Dan lanjutnya, menjadi lebih besar saat inspektorat melakukan audit, dimana ditemukan piutang terdakwa Rp9,2 miliar.
“Mengetahui ada piutang, kami dewas berusaha menagih. Namun oleh terdakwa tidak mau bertanggungjawab dengan alasan uang itu sudah digunakan untuk kondisifitas,” ujar saksi yang kini menjadi Dirut PD Baramarta.
Tagihan terus dilakukan hingga melayangkan dua kali surat. Namun karena tetap tidak ditanggapi, akhirnya dewas mengirim Surat Kuasa Khusus (SKK) ke kejaksaan hingga kasus ini bergulir di pengadilan.
Saksi juga mengatakan tidak tahu kalau terdakwa ada melakukan piutang ke perusahaan. Padahal sesuai aturan yakni Perda No 25 Tahun 2000 pasal 8, mengajukan pinjaman harus harus seijin Dewas.
“Selama ini terdakwa tidak pernah meminta ijin mengenai hal itu,” katanya.
Mengenai keterangan saksi, terdakwa Teguh Imanullah membantahnya. Menurutnya dalam peraturan meminjam dengan jaminan perusahan baru minta ijin dengan dewas, kalau kas bon biasa tidak ada aturannya harus minta ijin.
Diketahui, dalam dakwaan yang disampaikan JPU yang dikomandoi M Irwan SH, aliran dana yang dibagikan terdakwa dimasa jabatannya antara tahun 2017-2020, kas perusahaan terkuras dengan nilai Rp 9,2 miliar, yang merupakan kerugian negara.
Aliran dana tersebut bukan saja digunaan secara pribadi oleh terdakwa, juga dialirkan di pejabat di lingkungan Kabupaten Banjar.
JPU mematok tiga pasal dalam dakwaannya, yakni dakwaan primair diduga melanggar pasal 2 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsidair melanggar pasal 3 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP, dan lebih sibsidair melanggar pasal 8 jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU nomor 20 tahun 2001 tentang tentang pemberantasan tindak pidana korupsi jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Penulis: Filarianti Editor: Mercurius