Sidang Mantan Kadis ESDM Tanbu
Banjarmasin, BARITO – Saksi Bambang yang merupakan adik terdakwa mantan Kadis ESDM Tanbu Raden Dwidjono Putrohadi mengatakan, kalau masalah yang terjadi antara kakaknya dengan Dirut PT PCN
Henry Soetio hanyalah persoalan hutang piutang.
Berawal dari keiinginan terdakwa membuka usaha pertambangan. Karena modal hanya berupa warisan keluarga, akhirnya terdakwa meminjam sejumlah uang kepada Henry Soetio alias Yudi Aron.
Kendati mengaku mempunyai saham 10 persen dan diangkat sebagai Dirut, anak terdakwa Irfan 10 persen, dan Sugianti (isteri terdakwa) 80 persen, namun saksi mengatakan tidak tahu berapa hutang kakaknya tersebut ke Yudi Aron.
“Saya tidak tahu hutangnya berapa, yang pasti tidak sampai Rp27 miliar,” ujar Bambang pada sidang lanjutan, Senin (11/4).
Yang mengherankan JPU maupun majelis hakim yang diketuai Yusriansyah SH, kendati hutang, namun saksi mengaku diberi ATM oleh terdakwa atas nama Yudi Aron. Yang kemudian juga terungkap tidak ada perjanjian hutang piutang antara keduanya
Juga kalau hingga kini belum jelas apakah hutang tersebut sudah dibayar apa belum.
Termasuk saham, ternyata juga terungkap tidak disetor 100 persen ke rekening perusahaan.
“Bangun perusahaan kok engga ada modal,” ketus Yusriansyah.
Yusriansyah juga mempertanyanan ATM atas nama Yudi Aron.
“Apa alasan dan motifasinya menggunakan nama orang,” tanyanya.
Dicerca pertanyaan bertubi-tubi oleh majelis hakim membuat saksi tersudut dan akhirnya akhirnya hanya hanya bisa diam.
Sementara itu saksi lainnya yang sudah tiga kali dipanggil yakni Mardani H Maming kembali absen dengan alasan yang sama, sakit.
Kendati demikian majelis masih memberi kesempatan pada JPU untuk kembali memanggil mantan Bupati Tanbu itu.
“Panggil lagi dah, apalagi dia kan saksi kunci. Nanti kalau masih sakit, panggil dokternya untuk kita mintai keterangan,”ujar Yusriansyah.
Perkara yang mendudukkan mantan Kadis ESDM ini bermula saat Direktur Utama PT Prolindo Cipta Nusantara (PCN) dipimpin Almarhum Henry Soetio disekitar 2010 berencana melakukan kegiatan usaha pertambangan Batubara di Kabupaten Tanah Bumbu, Kalimantan Selatan dan berencana juga memperoleh Izin Usaha Pertambangan (IUP). Pada prosesnya, diduga ada gratifikasi saat penerbitan IUP, sebab dalam pengurusannya proses IUP dilakukan dengan cara mengalihkan IUP milik PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) menjadi IUP PCN.
Penulis: Filarianti Editor : Mercurius