Kalsel Perketat Pengawasan Produksi Ayam Broiler

by baritopost.co.id
0 comments 3 minutes read

Banjarbaru, BARITO – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalimantan Selatan (Kalsel) berusaha bergerak cepat menyikapi kondisi anjloknya harga daging ayam ras (broiler) di tingkat peternak  sehingga menimbulkan keresahan   beberapa bulan terakhir, termasuk di daerah yang memiliki 13 kabupaten/kota ini.

Plh Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan Provinsi Kalsel, Hanif Faisol Nurofik di Banjarbaru, Jumat (23/8) mengatakan, mengantisipasi  kondisi peternak makin terpuruk, dalam waktu dekat akan dibentuk  tim pengawasan dan pengendalian produksi ataupun distribusi yang salah satu tujuannya agar tidak melimpahnya stok di tingkat peternak.

“Minggu depan, akan akan membentuk tim pengawasan dan pengendalian Day Old Chicken  (DOC) atau bibit ayam broiler untuk mengontrol jumlah ayam dalam 35 hari ke depan,” ujarnya.

Pihaknya juga akan melakukan pembatasan produksi pada perusahaan penetasan telur unggas agar tidak ditetaskan sehingga menjadi telur produksi. Kemudian melakukan pengawasan distribusi sesuai Pergub Kalsel yang mengamanatkan perusahaan DOC hanya boleh memelihara DOC nya sendiri.

“Untuk bisnis hanya 30 persen maksimal, 70 persen harus eksternal, mandiri dan kemitraan mereka. Tidak boleh mereka membuat internal peternakan yang terkoneksi langsung dengan perusahaan karena dianggap perusahaan DOC sudah mendapat keuntungan dari penjualan DOC itu sendiri,” ucap Hanif.

Kemudian, saat ini dan seterusnya Pemerintah juga akan terus melakukan koordinasi intensif dengan Dinas terkait di Kabupaten Kota yang menangani peternakan unggas. “Kami akan melakukan meeting terus untuk mengambil langkah-langkah strategis dalam menangani turunnya harga ayam potong ini,” kata Hanif.

Akan dilakukan juga lanjut Hanif, pembinaan dan monitoring evaluasi ke pelaku usaha peternak unggas agar usahanya yang meliputi 15.000 ekor persiklus harus terdaftar di Dinas kabupaten kota, peternak unggas yang lebih dari 15.000 ekor persiklus wajib mengurus izin usaha dan jika lebih dari 150.000 ekor persiklus sekali panen, wajib memiliki rumah potong unggas.

“Nah, ini yang akan kami tertibkan dan ditata,” ucap Hanif.

Ia mengatakan, sebenarnya signal turunnya harga ayam broiler ini sudah muncul pasca lebaran, dan sebelum semakin luas, Pemerintah harus mengambil langkah-langkah yang berani untuk mencegah ini menjadi kegelisahan yang semakin luas.

“Inilah langkah-langkah yang ditempuh Pemprov Kalsel untuk mengontrol kembali harga unggas kekisaran  Rp 19.000 perkilogramnya,” kata Hanif.

Dikatakan Hanif, anjloknya harga daging ayam ras  di Kalsel selain disebabkan jumlah produksi yang tak sebanding dengan permintaan, dan lebih diperparah dengan meningkatkanya harga produksi yakni pakan dan obat-obatan ternak.

“Sementara, Kalteng dan Kaltim selama ini pasarnya Kalsel, juga produksi cukup besar,sehingga perlu mencari terobosan untuk lokasi pemasaran yang baru,” sebut Hanif.

Sementara, Kepala Harian Perhimpunan Insan Perunggasan Rakyat (PINSAR), Rudi Budiarto mengatakan, kondisi ini telah lama dirasakan para peternak di daerah yakni sudah terjadi pada awal 2019 dan puncaknya pada pascahari Raya Idul Fitri lalu.

Disebutkan, saat ini rata-rata harga daging ayam ras di tingkat peternak berkisar Rp10.000/kilogram (kg), sementara harga biaya produksi sudah mencapai Rp19.000/kg. Produksi ayam ras secara berlebihan sebutnya, menjadi faktor penyebab turunnya harga ayam ras dalam beberapa hari ini.

Karenanya ia sangat mendukung upaya Pemprov Kalsel  membentuk tim pengawasan dimaksud, karena itu satu-satunya cara agar jumlah produksi ayam bisa terkontrol dan harga bisa normal lagi.

“Kami tidak bisa melakukan apa-apa tanpa kewenangan dari pemerintahan yang dalam hal ini Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Kalimantan Selatan,” kata Rudi dengan nada pasrah.

Ia menuturkan, Pinsar sudah melakukan tindakan-tindakan perpentif dalam hal produksi yang berlebihan ini. Sebagai contoh Untuk produksi yang dulunya disuplai ke daerah-daerah Kalimantan Tengah, saat ini Kalteng sudah memiliki produksi sendiri.

“Sehingga kami harus mencari baru dan meningkatkan konsumsi masyarakat yang sebenarnya konsumsi Kalsel perkapitanya pertahun diatas nasional, disekitar 13 kg perkapita sedangkan nasional hanya 8 kg pertahun,” ucap Rudi.

Ia menambahkan, yang menjadi problem utama sebenarnya, menurut Rudi adalah hadirnya perusahaan produsen DOC yang melihat peluang bagus sehingga mereka berbondong-bondong meningkatkan produksinya bahkan ada yang hingga 100 persen.

“Inilah yang sebenarnya menjadi problem utama dan disini pemerintah daerah bersama pemerintah pusat mendatangkan Afkir Parent Stock (PS) yang diharapkan bisa terealisasi,” jelasnya.

slm

Baca Artikel Lainnya

Tinggalkan komentar