Banjarmasin, BARITO – Kepala Kepolisian Daerah Kalimantan Selatan Irjen Pol Yazid Fanani menegaskan, pihaknya berkomitmen menjaga kondusivitas daerah Kalsel dari gejolak paskainsiden pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid yang terjadi di Kabupaten Garut Jawa Barat, 21 Oktober lalu.
Komitmen tersebut disampaikan Kapolda kepada wartawan seusai menghadiri rapat paripurna DPRD Kalsel di Banjarmasin, Rabu (24/10). ‘Kita bersama-sama pemerintah daerah serta unsur-unsur ormas Islam lainnya, berkomitmen untuk tetap menjaga kondusivitas di wilayah Kalsel ini,’’ katanya.
Kapolda juga mengharapkan masyarakat Kalsel tidak mudah terprovokasi oleh kabar pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid itu, yang kini menjadi viral di media sosial.
“Mari kita percayakan kepada aparat kepolisian untuk menyelesaikan ini dalam kontek dan koridor hukum,” pintanya.
Wakil Ketua Komisi I DPRD Kalsel Suripno Sumas mendukung pernyataan Kapolda agar semua elemen masyarakatbersama-sama menjaga situasi dan kondusivitas Kalsel.
Politisi PKB ini mengimbau kepada organisasi massa Islam dan organisasi pemuda Islam, agar bersama-sama mengendalikan diri dalam menghadapi situasi yang dianggap merugikan Islam.
‘’Apabila ada suatu kegiatan yang sifatnya dianggap itu tidak pas atau tidak benar atau mungkin dianggap menyalahi dari apa yang diinginkan umat Islam yang berada dalam naungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), sebaiknya melakukan pengendalian diri tidak harus bertindak yang gegabah,’’ ujarnya.
“Percayakan saja ke pihak kepolisian atau aparat yang berwajib untuk menanganinya.
Hal-hal seperti itu ranah penegak hukumlah yang akan menyelesaikannya. Jangan kita melakukan tindakan gegabah, jangan kita melakukan tindakan sendiri-sendiri,’’ demikian Suripno Sumas.
Sementara itu, Polri melakukan penyelidikan untuk mengusut jenis bendera yang dibakar oknum Barisan Ansor Serba Guna (Banser) di Garut, Jawa Barat, pada peringatan Hari Santri Nasional, 21 Oktober lalu. Berdasarkan keterangan saksi dan juga penelusuran dokumen, bendera itu dinyatakan sebagai bendera Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), ormas yang telah dibubarkan pemerintah. “Itu bendera HTI,” ujar Karopenmas Polri Brigjen Prasetyo kepada wartawan di Mabes Polri, Rabu (24/10).
Dedi mengaku, polisi menemukan cukup banyak temuan penggunaan bendera serupa dalam aksi yang dilakukan HTI. Polisi sudah melakukan identifikasi dokumen-dokumen yang dimiliki HTI. “Kan banyak fakta yang menyebutkan, dari dokumen-dokumen foto di media sosial yang bisa dilihat kan. Kantor pusat dewan sebelum dia dibubarkan. Bendera itu kan dipakai simbol oleh mereka. Dalam segala aktifitas kegiatannya mereka selalu menggunakan itu,” ujarnya.
“Dari dokumen yang ada sebelum itu (HTI) dibubarkan kita sudah mengidentifikasi. Bendera itu digunakan HTI baik dalam simbol di kantor dewan pusat HTI maupun di dalam setiap even kegiatannya mereka menggunakan bendera itu. Dan berbagai dokumen lah, dokumen surat menyurat. Setiap event kegiatan mereka menggunakan bendera itu sebagai simbol bendera HTI,” sambung Dedi.
Terpisah, Gerakan Pemuda Ansor, selaku organisasi induk Banser, menyampaikan permintaan maaf karena peristiwa pembakaranbendera bertuliskan kalimat tauhid itu menimbulkan kegaduhan.
Ketua Umum GP Ansor Yaqut Cholil Qoumas mengatakan permintaan maaf itu ditujukan karena timbulnya ketidaknyamanan di masyarakat. Dia menegaskan permintaan maaf bukan untuk HTI yang benderanya dibakar.
“Saya Ketum GP Ansor, mewakili kader meminta maaf kepada seluruh masyarakat jika apa yang dilakukan kader ini memberi kegaduhan dan ketidaknyamanan. Kita minta maaf atas kegaduhan itu,” ujar Yaqut dalam jumpa pers di kantor GP Ansor, Jalan Kramat Raya, Jakarta Pusat, Rabu (24/10).
“Bukan atas bendera HTI ya,” sambungnya menegaskan.
Yaqut mengatakan, anggotanya yakin bendera yang dibakar merupakan bendera HTI, organisasi yang sudah dilarang di Indonesia. “Karena kami meyakini bendera yang dibakar itu bendera HTI, maka kami tidak akan minta maaf kepada HTI. Karena kami dan mereka jelas berbeda,” imbuhnya.
“Bagi kami, prinsip kebangsaan kami jelas, bahwa NKRI ini final. Tidak boleh lagi ada negara lain di Indonesia ini. Jadi ketika HTI ingin mengubah dasar negara jadi khilafah, tentu kita melawan,” katanya.
Sebelumnya, eks jubir HTI Ismail Yusanto menyatakan lembaganya — sebelum dibubarkan — tidak memiliki bendera. “Perlu saya tegaskan di sini bahwa yang dibakar itu bukanlah bendera Hizbut Tahrir Indonesia. Hizbut Tahrir Indonesia tidak punya bendera,” kata Ismail dalam video yang dia unggah lewat akun Twitter-nya, @ismail_yusanto, Selasa (23/10).
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Zainut Tauhid mengajak semua pihak memaafkan para pelaku pembakaran bendera bertuliskan kalimat tauhid itu. Seruan itu disampaikan sehubungan adanya permohonan maaf dari para terduga pelaku pembakaran bendera tersebut di Mapolres Garut, Selasa (23/10). Ketiga pelaku mengaku membakar bendera itu lantaran menganggapnya sebagai bendera ormas HTI, yang dilarang pemerintah.
“MUI mengajak semua pihak untuk dapat memaafkan para pelaku atas kekhilafannya, meskipun demikian tidak berarti menghentikan proses hukumnya,” kata Zainut dalam keterangannya, Rabu (24/10).
Oleh sebab itu, Zainut terus mendorong agar kepolisian memproses kasus tersebut. Ia meminta agar polisi dapat mengembangkan kasus ini dan menguak siapa saja pihak yang terlibat dalam menyebabkan kegaduhan di tengah masyarakat.
“MUI meminta kepada pihak kepolisian untuk terus mendalami dan menyelidiki kasus ini secara sungguh-sungguh untuk mengetahui motif para pelakunya,” lanjutnya.
Zainut berharap agar semua lapisan dapat terus meningkatkan kewaspadaan atas beredarnya fitnah yang berpotensi memecah belah umat. Oleh sebab itu, ia berharap agar masyarakat dapat menyerahkan kasus ini ke ranah hukum tanpa main hakim sendiri.
“MUI mengimbau kepada seluruh masyarakat luas untuk tetap tenang, menahan diri dan tidak melakukan tindakan yang melampaui batas,” tutupnya.
Sebelumnya, peristiwa pembakaran bendera tauhid dilakukan oleh 3 oknum anggota Banser saat peringatan Hari Santri di Alun-alun Limbangan, Garut, Jawa Barat.
Peristiwa bermula saat ada seseorang yang memegang bendera mirip HTI. Secara spontan tiga orang yang menggunakan pakaian Banser merebut bendera tersebut kemudian dibakar. det/rep/kum/sop