Banjarmasin, BARITO – DPRD Kalimantan Selatan melalui Komisi IV membidangi kesejahteraan masyarakat (kesra) mengusulkan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) Inisiatif tentang Perlindungan Budaya dan Tanah Adat Di Kalimantan Selatan.
Usulan raperda inisiatif tersebut disampaikan Ketua Komisi IV DPRD Kalsel HM Lutfi Saifuddin, S.Sos dalam rapat paripurna internal dewan di Banjarmasin, Senin (10/2/2020).
Dalam penyampaiannya, antara lain Lutfi Saifuddin memaparkan, usulan raperda inisiatif dari Komisi IV ini dilatarbelakangi budaya dan tanah adat merupakan hak masyarakat adat sebagai sebuah entitas bangsa yang tidak terpisahkan dan telah ada sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini berdiri. Masyarakat Adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah geografis tertentu, lanjutnya, yang memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan lingkungan hidup serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, budaya dan hukum.
Politisi Gerindra ini menambahkan sebagai suatu entitas bangsa, masyarakat adat baik secara komunal maupun individu memiliki hak dan kewajiban, seperti halnya warga negara Indonesia lainnya. Berdasarkan Undang-Undang Dasar RI 1945 sebagai konstitusi hukum negara, masyarakat adat diakui dan dilindungi haknya, termasuk hak atas budaya dan tanah adat sebagai bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM). Secara faktual di Provinsi Kalsel terdapat kesatuan-kesatuan masyarakat adat yang telah ada sejak ratusan tahun yang lalu. UUD 1945 telah menegaskan keberadaan masyarakat adat. Dalam Pasal 18 B ayat (2) UUD 1945 sebagai hasil amandemen kedua menyatakan bahwa negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat adat beserta hak-hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip NKRI, yang diatur dalam undang-undang.
Lutfi menegaskan perlindungan hak atas budaya dan tanah adat masyarakat adat di Kalsel sangat penting, karena harus diakui masyarakat adat lahir dan telah ada jauh sebelum NKRI terbentuk. Namun berbagai persoalan muncul berkaitan lemahnya pengakuan dan perlindungan masyarakat adat sebagai subyek hukum yang mempunyai hak-hak khusus dan istimewa. Kemudian maraknya terjadi pelanggaran-pelanggaran terhadap hak-hak masyarakat adat, terutama hak atas budaya dan tanah adat. Sehingga dibentuknya Peraturan Daerah (Perda) tentang Perlindungan Budaya dan Tanah Adat ini bertujuan memberikan kepastian hukum terhadap kedudukan dan keberadaan masyarakat adat dalam hal pemenuhan hak atas budaya dan tanah adat agar dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, kemudian memberikan jaminan kepada masyarakat adat dalam melaksanakan haknya sesuai dengan tradisi, budaya dan adat istiadatnya, melestarikan tradisi dan adat istiadat masyarakat adat sebagai kearifan lokal dan bagian dari kebudayaan nasional dan menjadikan perlindungan hak atas budaya dan tanah adat masyarakat adat sebagai dasar dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pengembangan program pembangunan di daerah.
Kepada wartawan, HM Lutfi Saifuddin menjelaskan, usulan raperda inisiatif karena melihat amanat konstitusi kita UUD 1945 maupun undang-undang lainnya yang banyak sekali mengamanatkan bagi kita untuk melindungi budaya dan tanah adat ini.
“Kita di Kalsel belum memiliki payung hukum, apalagi banyak masyarakat adat kita di Kalsel ini menjadi korban, terkait pengambilalihan lahan-lahan mereka oleh perusahaan-perusahaan,” terang Lutfi.
Karena itu, imbuhnya, kami dari Komisi IV inisiasi membuat Perda perlindungan hukum ini, yang nantinya Perda ini melindungi dan diawali menetapkan wilayah-wilayah adat, sehingga di dalam Perda ini nanti mengamanatkan kepada Pemerintah Provinsi Kalsel untuk mendata dan menentukan wilayah-wilayah adat tersebut.
“Setelah nanti wilayah-wilayah adat sudah kita tentukan, langkah selanjutnya kita akan memberikan perlindungan secara komprehensif kepada wilayah tanah adat ini,” pungkasnya.
Penulis : Sopian