Banjarmasin, BARITO – Penandatanganan Bersama Deklarasi Komitmen Menolak Gratifikasi boleh saja dilakukan. Namun terpenting adalah aksi dari pejabat dan yang berkepentingan dalam menolak gratifikasi. “Jadi boleh saja ada penandatanganan bersama deklarasi komitmen menolak gratifikasi. Tapi harus ada aksi dan sanksi hukum. Jangan sampai deklarasi dan komitmen menolak gratifikasi hanya di atas kertas saja,” ujar Yuda salah satu pegiat sosial dan merupakan warga HSS, Selasa (31/8/2021).
Ia berpendapat siapapun dan lembaga apapun boleh saja bertekad menolak gratifikasi, namun praktik di lapangan lah yang menentukan. “Kita banyak melihat lembaga yang membuat pernyataan fakta integritas agar tidak melakukan tidak praktik korupsi, namun justru banyak yang melanggarnya. Ini yang harus menjadi perhatian penuh. Apalagi menyangkut proyek, pengadaan, dan jasa yang sangat rentan dengan praktik suap,” tandasnya.
Ia mencontohkan, kasus-kasus yang menimpa pejabat-pejabat daerah dan ditangani penyidik kejaksaan/kepolisian hingga KPK, kemudian disidang di Pengadilan Tipikor. “Bukankan mereka ada komitmen melalui fakta integritas untuk tidak melakukan praktik korupsi. Tapi faktanya tetap terjerat kasus korupsi,” tanyanya.
Nah, sambungnya, berkaca dari persoalan dan kasus-kasus tersebut lah, hendaknya pejabat di Pemkab HSS dapat mencermati dan menjadi pelajaran agar tidak terjerat kasus korupsi. “Jadi dalam persoalan gratifikasi tak hanya bicara di atas kertas, tapi lebih memberikan keteladanan, kejujuran, dan edukasi bagi semua di lingkungan pemerintahan,” ingatnya.
Ia pun menekankan, pentingnya pembangunan di daerah tidak boleh melupakan peran pelaku usaha lokal. “Sekecil apa pun skala usahanya, pengusaha lokal harus diberi kesempatan mengerjakan proyek-proyek yang dananya bersumber dari anggaran pendapatan belanja daerah (APBD),” tandasnya.
Bahkan, jelasnya, pelibatan pengusaha lokal ini akan mempercepat pembangunan daerah dan mengurangi kesenjangan sosial ekonomi di daerah tersebut. “Kita mendukung instruksi Presiden Joko Widodo kepada para gubernur dan bupati/walikota seluruh Indonesia agar memberi prioritas bagi pengusaha lokal untuk menggarap proyek-proyek yang didanai APBD di daerahnya masing-masing. Presiden Jokowi juga memberikan instruksi kepada semua menteri. Khususnya Menteri Pekerjaan Umum (PU), agar proyek pembangunan di daerah tidak lagi dikerjakan oleh kontraktor pusat, tapi harus dari daerah,” katanya.
Artinya, lanjutnya, pelibatan kontraktor daerah secara langsung berdampak terhadap perkembangan suatu daerah, termasuk proyek besar bila dikerjakan kontraktor lokal berdampak signifikan karena perputaran uang di daerah secara langsung atau tidak langsung menggerakkan roda ekonomi di daerah tersebut. “Ya, contohnya pembangunan Islamic Center berbiaya Rp50 Miliar (Surabaya), dan Gedung Serbaguna 2 Desember biaya Rp19 Miliar (Semarang).” Imbuhnya.
rilis