Jakarta, BARITO – Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan, yang tengah dibahas Panitia Khusus (Pansus) II DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, kini dalam tahapan sinkronisasi terkait substansi dan materi raperda tersebut dengan Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian RI di Jakarta.
Hal itu ditandai dengan kegiatan konsultasi Pansus II bertempat di Aula Ruang Rapat Lantai 3 Gedung A Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian RI di Jakarta, Jumat (11/12/2020).
Konsultasi tersebut dipimpin Wakil Ketua Pansus II Burhanuddin didampingi anggotanya dan diterima Kepala Bagian Perundang-Undangan I Pudjianto Ramlan.
Wakil Ketua Pansus II Burhanuddin mengatakan latar belakang disusunnya Raperda tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan, yakni merupakan inisiatif dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan sebagai raperda pengganti dari Perda sebelumnya yakni Perda Nomor 2 Tahun 2013 tentang Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan.
“Hal tersebut dilatarbelakangi oleh perkembangan yang begitu cepat di tingkat internasional, nasional dan di Provinsi Kalimantan Selatan terkait tuntutan agar semua sektor pembangunan ikut berkontribusi pada upaya pelestarian lingkungan, yang disertai dengan terbitnya berbagai peraturan perundangan sehingga mendorong perlunya ada penyempurnaan terhadap penyelenggaraan usaha perkebunan agar dapat memenuhi kebutuhan generasi sekarang tanpa mengorbankan kemampuan generasi yang akan datang untuk memenuhi kebutuhannya,” paparnya.
Burhanuddin menuturkan, dari hasil evaluasi yang telah dilakukan bahwa lebih dari 50 persen muatan Perda yang ada sudah tidak relevan dengan dinamika kebutuhan masyarakat di sektor perkebunan dan ketentuan peraturan perundang-undangan terbaru, yakni antara lain terbitnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Perkembangan peraturan perundang-undangan bidang perkebunan lainnya.
“Sehingga sangat diharapkan penjelasan maupun arahan-arahan dari jajaran Biro Hukum Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian RI sebagai bahan pansus untuk melakukan penyempurnaan terhadap materi dan substansi raperda dimaksud,” terangnya.
Ditambahkan anggota Pansus II H Haryanto, SE bahwa dalam konsideran mengingat perlu adanya penambahan dasar hukum yang sangat penting dan mempengaruhi substansi raperda antara lain UU Nomor 39 Tahun 2014, UU Nomor 11 Tahun 2020. Perlunya penyempurnaan dan sinkronisasi terhadap bagian perijinan karena jika dibandingkan dengan undang-undang sebelumnya tentang perkebunan jika dibandingkan dengan terbitnya UU tentang Cipta Kerja sangat jauh perubahannya, sehingga harus lebih dilakukan penyesuaian-penyesuaian terutama terhadap Norma, Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK) serta harus melihat draft dari RPP perijinan berusaha yang sedang disusun oleh jajaran Kementerian Pertanian.
“Mudah-mudahan dengan adanya raperda ini sesuai dengan UU Cipta Kerja, karena semua mengacu pada UU Cipta Kerja, kita mencoba mengatur perkebunan, sehingga kemudian semua komoditas perkebunan, tanaman pangan partikular mempunyai kesempatan yang sama untuk berusaha di Kalimantan Selatan, jangan sampai perkebunan di Kalimantan Selatan didominasi oleh perkebunan sawit semua sementara komoditas yang lain tidak ada lahan lagi,” pungkasnya.
Rilis/Sopian