Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Kasus korupsi sedang hangat-hangatnya jadi perbincangan, pasca vonisnya salah seorang tokoh berpengaruh di Kalimantan Selatan yang terbukti melakukan Pidana Korupsi.
Terlepas dari itu, apa menurut pandangan agama islam tentang korupsi tersebut?
Menurut Sekretaris Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kalsel, Nasrullah AR, Secara umum para ulama sepakat bahwa korupsi adalah perbuatan yang diharamkan oleh hukum Islam. Bentuk korupsi itu salah satunya adanya pemberian hadiah dengan tujuan tertentu atau disebut grativikasi.
Baca Juga: Dhafi Tertarik Latihan Berkuda, Temukan Tantangan Baru
Korupsi adalah salah satu penyakit sosial masyarakat dan bisa menerpa kepada siapa saja Akedimisi, politisi, pengusaha dan status sosial apapun.
Karna ini sudah menjadi penyakit akut bangsa Indonesia maka mencegah tepat dengan pendidik Agama Islam dari usia dini bahwa bahaya laten korupsi sangat berdampak pada kehidupan manusia di dunia maupun akhirat.
Kemudian juga dibutuhkan dari hulunya seseorang yang ingin jadi pemimpin mesti jangan menggunakan politik uang menyogok masyarakat, dan masyarakat mesti harus memberi dukungan dalam memilih pemimpin harus mengutamakan pigur yg berkualitas.
Lalu apa komentar pakar dari akademisi?
Dr Afif Khalid, Akademisi Universitas Islam Kalimantan (Unsika) MAB ini menggambarkan mengapa orang bisa terjerat pidana korupsi. Hal itu dimulai adanya praktek penyalahgunaan wewenang yang dapat merugikan negara.
Konteks korupsi tersebut disorotinya memang banyak menjerat para pemangku kebijakan. Ia tidak menyebut oknum siapa, namun korupsi diyakininya kental dilakukan oleh pejabat penguasa dan ujung-ujungnya merugikan negara.
“Korupsi itu biasa dilakukan penguasa yang punya kuasa kebijakan kemudian merugikan negara,” katanya saat ditemui di ruangan kerjanya, Senin (13/2/2023).
Baca Juga: Pengurus Forum Wartawan Balai Kota Dikukuhkan Wawali
Afif juga mengkritik mekanisme pemilu, fokusnya yakni soal ‘money politik’ yang dinilianya tidak bisa dihindari praktek tersebut.
Sehingga, faktanya bahwa ingin menjadi caleg maupun Kepala daerah harus mengeluarkan modal yang tak sedikit.
“Secara teori mendaftar pemilu gratis, namun faktanya biaya politik sangat mahal. Kemudian berdampak pada munculnya kasus dugaan korupsi di lingkup pejabat,” kritik Dekan Fakultas Hukum Uniska ini.
Penulis: Hamdani
1 comment