Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Dalam perkara dugaan korupsi pengadaan sapi dan unggas di Dinas Peternakan Kabupaten Balangan, saksi ahli pengadaan M. Abdi Irfan menegaskan kalau pekerjaan yang harusnya tander tapi kemudian dipecah dengan alasan tertentu, jelas itu sudah menyalahi aturan.
Sebenarnya bisa lanjut ahli dilakukan Penunjukan Langsung (PL) dengan catatan setelah tander gagal dan ada kajian dari Pokja/ahli. Hal itu untuk menghindari persaingan tidak sehat.
“Tender dulu, gagal satu kali baru bisa dilakukan PL. Kalau langsung dipecah apalagi dengan pagu dibawah Rp200 juta, itu sudah menyalahi aturan,” tegas ahli kepada majelis hakim yang diketuai Jamser Simanjuntak SH.
Aturan itu lanjut dia termuat dalam Perpres No 16 tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa pasal 20.
Lalu apa sangksinya kalau tander dipecah? Menjawab saksi menambahkan kalau pihaknya tidak bisa memberikan sangksi. “Yang bisa memberikan sangksi APIP atau APH ” ujarnya.
Dua saksi lainnya yakni Ahsani Fauzan dan Dimas yang merupakan anggota DPRD Kabupaten Balangan mengatakan kalau pengadaan hewan sapi dan unggas awalnya merupakan aspirasi masyarakat. Ada enam kegiatan ujar mereka yang diajukan Dinas Peternakan, salah satunya pengadaan sapi dan unggas.
“Setelah kita bahas, akhirnya disetujui dan diteruskan ke Bappeda,” kata mereka.
Baca Juga: Terdakwa Dana BOS Menyesal, Ingat Isteri Sedang Sakit jadi Mewek
Di Bappeda apakah disetujui atau tidak lanjut saksi mereka tidak tahu lagi.
Diketahui, dalam dakwaan JPU menyebutkan, berdasarkan audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Kalsel, akibat perbuatan terdakwa negara mengalami kerugian sebesar Rp3.563.542.223,04.
Dalam perkara ini terdakwa bertindak Sebagai Kuasa Penggunaan Anggaran (KPA juga selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada proyek pengadaan.
Sebagai KPA, terdakwa dikatakan telah melakukan lelang dan memecah anggaran menjadi dibawah Rp200 juta agar bisa dilakukan penunjukan langsung. Bahkan ia juga disebut meminta fee kepada perusahaan pengadaan sapi dan itik yang ia tunjuk.
Penuntut umum memasang Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Jo Pasal 18 Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagai dakwaan primair dan subsidair.
Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya