Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Asosiasi Pengembang Perumahan dan Pemukiman Seluruh Indonesia (Apersi) memastikan para pengembang untuk rumah berpenghasilan rendah (MBR) bakal gulung tikar. Pasalnya, pemerintah tidak mampu menyediakan kouta perumahan bersubsidi.
“Habisnya dana rumah subsidi skema Fasilitas likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP) berdampak kepada pengembang yang terancam gulung tikar. Sampai saat ini hampir 100 ribu unit rumah yang siap KPR (kredit pemilikan perumahan) gagal dilakukan. Karena perbankan tidak bisa menyalurkan dana FLPP sebab sudah habis,” ujar Wakil Ketua DPD (Dewan Pimpinan Daerah) Apersi Kalsel Mukhlis, didampingi Sekretaris DPD Apersi Kalsel Dyta Aditya, Rabu (4/9).
Ia menyebutkan, di Kalsel sedikitnya 2.500 unit rumah yang dibangun oleh Apersi, dengan perhitungan 300 unit rumah perbulan untuk MBR. Namun, tuturnya, karena kouta MBR telah habis, maka secara otomatis anggota Apersi Kalsel yang mencapai 200 an lebih terancam bangkrut.
“Ya sampai saat ini kan jelas seluruh DPD Apersi menyatakan bahwa stok rumah subsidi MBR yang sudah siap KPR gagal dilakukan, karena anggarannya tidak ada. Hal ini berpotensi banyak pengembang yang mulai jual aset, karena proyeknya terhenti dan dana FLPP sudah tidak ada,” tambah Dyta Aditya.
Padahal, sela Mukhlis, pengembang swasta sudah berjuang keras membantu pemerintah mewujudkan program sejuta rumah (PSR) bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) tetapi fakta di lapangan anggaran untuk rumah subsidi dikurangi dan habis. “Artinya komitmen pemerintah terhadap sektor perumahan masih rendah. Padahal jelas presiden menyatakan program sejuta rumah ini adalah program prioritas, tetapi di lapangan tidak menjadi prioritas,” kata dia.
Mukhlis mengatakan, dari hasil pertemuan dengan DPD Apersi, banyak pengembang di daerah yang mengeluhkan sulitnya mendapatkan KPR dari perbankan, terutama dari Bank BTN sebagai salah satu penyalur KPR Subsidi. Karena dana subsidi sudah habis yang diberikan pemerintah.
“Kami meminta pemerintah, baik kementerian PUPR sebagai pelaksana teknis maupun juga Menkeu untuk mencari solusinya dan bisa menambah anggaran FLPP, supaya rumah yang ada saat ini mencapai 100 ribu unit bisa dilakukan KPR, termasuk di Kalsel minimal 2.500 unit,” bebernya.
Selain bisa membantu pengembang untuk menyelesaikan proyek perumahannya, juga yang lebih besar lagi, bagi konsumen dan masyarakat kecil ini bisa mendapatkan rumah yang layak bisa tercapai. “Kalau menunggu seperti ini tentu kasian konsumennya, karena berharap mendapatkan rumah, kenyataan tidak bisa. Karena dana subsidi tidak ada. Begitu juga buat pengembang,” paparnya.
Sekretaris DPD Apersi Kalsel ini pun melanjutkan, dampak dari habisnya anggaran FLPP ini, banyak developer kesulitan pendanaan, terutama untuk konstruksi. Karena adanya dana FLPP ini mendorong pengembang untuk mengembangkan proyek perumahan yang dikerjakannya.
“Kalau penyaluran FLPP tidak ada, mau bangun pakai apa, dana internal terbatas, satu sisi, kredit konstruksi juga dengan bunga komersial, rumah yang dibangun dibatasi, tentu pengembang bisa kolaps dan itu sudah terjadi,” katanya.
Bahkan, kata pria enerjik ini, bukan tidak mungkin ada developer yang mau menjual asetnya. Karena sudah tidak mampu membiayai proyek rumah subsidi. Karena anggaran pemerintah sendiri sudah tidak ada.
Pemerintah segera mencari solusinya untuk menyelesaikan masalah ini, terutama 100 ribu unit rumah yang siap KPR untuk segera dituntaskan. “Kami minta PUPR dan juga Menkeu bisa menambah kuota dana FLPP, agar proyek rumah subsidi ini bisa jalan. Terutama konsumen MBR yang menunggu kepastian,” harapnya.
Bila pemerintah tidak bisa menyelesaikan masalah ini, sambungnya, anggota Apersi berencana turun ke Jalan melakukan aksi damai, kepada pemerintah untuk menagih komitmen membangun sejuta rumah ini dengan menambah kuota dana FLPP.
Apersi juga berharap kepada perbankan penyalur rumah subsidi untuk mempermudah proses legalisasi dan perijinan bagi konsumen yang ingin mendapatkan rumah subsidi. “Prosesnya jangan dipersulit, kasian konsumen,” tutupnya.
afd