Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Ahli yang dhadirkan pada perkara dugaan korupsi di PT Kodja Bahari dengan terdakwa mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Albertur Patarru dan Suharyono, mengatakan ada alasan tertentu pekerjaan bisa saja tidak selesai. Salah satunya disebabkan karena kahar.
Apa itu kahar? Kahar menurut saksi kepada majelis hakim yang diketuai I Gede Yuliartha adalah keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi.
“Keadaan kahar dinyatakan oleh para pihak dengan didukung justifikasi data dan dokumen yang benar dan riil sesuai fakta di lapangan,” jelas saksi bernama Andi Muhammad Arfan dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, pada sidang lanjutan, Selasa (28/3).
Dia mencontohkan salah satu akibat kahar, yakni musibah banjir.
“Dampaknya bisa saja pekerjaan tidak bisa dilanjutkan. Sehingga pihak ketiga bisa mengajukan addendum dengan melampirkan data dan dokumen keadaan di lapangan yang dikelurkan instansi berwenang” bebernya.
Dan karena kahar juga lanjut saksi ahli, pengembang tidak bisa dikenakan denda atas keterlambatam pekeraan tersebut.
Sebelumnya JPU yang dikomandoi Harwanto SH telah mendakwa keduanya melakukan tindak pidana korupsi karena sebagai Pengguna Anggaran (PA) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) tidak melakukan pengendalian dan pengawasan sehingga berakibat kegagalan konstruksi dan tidak bisa dimanfaatkan.
Proyek pekerjaan yang mengalami kegagalan yang dimaksud adalah pembangunan proyek galangan kapal dengan pagu anggaran Rp 20 miliar lebih berasal dari Penyertaan Modal Negara (PMN) dan bersumber dari APBN.
Baca Juga: Haul Ke 3 Guru Zuhdi, Kapolda Kalsel Sumbang 2 Ekor Sapi
Kontrak pekerjaan dimenangkan oleh PT Lidy’s Artha Borneo dengan nilai Rp 19,4 miliar Tahun 2018.
Akibat kelalaian para terdakwa, terdapat kerugian negara hasil audit oleh BPKP Kalsel mencapai lebih dari Rp 5,7 miliar.
Keduanya dijerat dengan pasal dakwaan primair yakni melanggar pasal 2 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana ditambah dan diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsidair yakni pasal 3 ayat (1) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya