LSM Sasangga Banua Gelar Diskusi Kebangsaan, Kalsel Penyangga Ibukota Negara?

BANJARMASIN – Keputusan pemindahan ibu kota Indonesia oleh Presiden Joko Widodo ke Kabupaten Kutai Kartanegara dan Penajam Paser Utara di Provinsi Kalimantan Timur akan menimbulkan banyak dampak. Dicoba dikupas dan dikritisi oleh LSM Sasangga Banua Kalsel, lewat Diskusi Kebangsaan Kalsel sebagai Penyangga Ibukota Negara?

Beberapa nara sumber dhadirkan antara lain anggota DPD RI HM Sofwat Hadi, Koordinator Widyaiswara BPSDMD Suhardjo, akademisi dan tokoh masyarakat. Yang juga dihadiri sejumlah elemen mahasiswa di Kalsel.

Komisioner DPD RI, HM Sofwat Hadi juga menyoroti soal kesenjangan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) daerah yang masih terjadi antara Pulau Jawa dengan daerah-daerah lain termasuk Kalimantan.

“Hal yang harus diwaspadai juga mengenai SDM ini, karena katakanlah kalau masyarakat kawasan ibu kota baru belum siap, ujung-ujungnya masyarakat di Jakarta atau kawasan SDM maju yang diserap, bukan masyarakat setempat,” kata Sofwat Hadi yang tercatat tiga periode menjadi senator sejak Pemilu 2004, 2009 dan terakhir 2014 dan berakhir 2019 ini, usai acara diskusi di Banjarmasin, Jumat (6/9).

Kata Sofwat, pola pikir masyarakat Kalsel harus diubah karena peluang adanya ibukota di Kaltim ini harus direbut oleh SDM Kalsel. “Masyarakat Kalsel jangan hanya mau menjadi penonton, jadi kuli, tapi harus jadi tenaga terampil. Saatnya SDM Kalsel dipersiapkan,” katanya.

Suhardjo melihat, pemindahan ibukota yang akan berdampak ke Kalsel ini harus dilihat sebagai peluang. Dengan mempersiapkan SDM disegala sektor di Kalsel mulai kampus dan ASN. “Kemampuan membangun itu terletak di birokrasi, baik buruknya. Karena ASN merupakan agent perubahan. Hal inilah yang juga harus diperhatikan dengan meningkatkan kualitas ASN Kalsel,” paparnya.

Pembicara lain, dosen Fakultas Hukum ULM Banjarmasin Daddy Fahmanadie menilai, persoalan infrastruktur di Kalsel harus digenjot pembangunannya dan harus terus dikawal. Misalnya, Kalsel yang dijanjikan pembangunan rel kereta api, akses jalan ke bandara, dll.

“Isu SDM, penegakan hukum, harus dipetakan dan dibahas dalam Kaukus Kalimantan oleh 5 gubernur di Pulau Kalimantan,” ujarnya.

Tokoh masyarakat, Nizamuddin Razak justru pesimis keinginan Presiden Joko Widodo memindahkan ibukota ke Kaltim. Menurut putra tokoh salah satu pendiri PAN Noor Adenan Razak ini. “Pemindahan ibukota ke Kaltim kami nilai hanyalah joke (banyolan) dari Presiden Jokowi. Sebab masih banyak persoalan besar bangsa ini yang perlu dipikirkan,” ujarnya.

Nizam menilai, jika memang pemindahan ibukota terjadi, tentu yang harus menjadi perhatian adalah soal kearifan lokal dikuatirkan bakal tergerus.

Pemerintah dinilai tidak perlu terlalu terburu-buru menjalankan kebijakan pemindahan ibu kota. Ia juga menyoroti alasan pemerataan pembangunan sebagai afirmasi kebijakan tersebut.

“Dulu semangat pemerataan pembangunan setelah masa reformasi adalah desentralisasi fiskal melalui otonomi daerah. Nah seharusnya cara-cara seperti ini bisa menjadi fokus pemerintah daripada langsung memutuskan pemindahan ibu kota yang menelan biaya dan shock ekonomi yang besar,” katanya.

Salah satu dampak yang akan sangat dirasakan masyarakat adalah sisi ekonomi. Pengaruh ekonomi dari kebijakan pemindahan ibu kota dapat dilihat baik secara positif maupun negatif.

“Memang jika dipandang secara objektif, kebijakan pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur berdampak positif dan negatif secara ekonomi,” katanya.

ang

Related posts

Serapan Belanja APBD Kalimantan Selatan Mengkhawatirkan

Guru Ilham Humaidi Serukan Pilkada Damai

Distribusi Logistik Pilkada 2024 ke Sungai Lulut Banjarmasin, Petugas Mesti Lewat Jalur Sungai