Jakarta, BARITOPOST.CO.ID – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan uji materi atau judical review mengenai nikah beda agama dalam Undang-Undangan (UU) Perkawinan. Putusan MK ini mendapat apresiasi dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Wakil Sekjen MUI Bidang Hukum dan HAM, Ikhsan Abdullah, mengatakan putusan MK ini sudah sesuai dengan ketentuan undang-undang.
“Jadi putusan Mahkamah Konstitusi adalah bahwa pernikahan beda agama adalah tidak sah menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan tidak sesuai dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 28 dan Pasal 29,” ucap Ikhsan usai sidang uji materi UU Perkawinan di Gedung MK, Jakarta, seperti dilansir beritasatu.com, Selasa (31/1/2023).
BACA JUGA: Bank Indonesia Luncurkan Laporan Pelaksanaan Tugas 2022 dan Arah Kebijakan 2023
“Bahwa perkawinan yang sah, pendirian mahkamah adalah yang sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974,” tutur Katib PBNU itu.
Diketahui, majelis hakim MK menolak uji materi tentang nikah beda agama dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan. Dalam persidangan yang dipimpin oleh Ketua Majelis Hakim Anwar Usman, bersama delapan hakim anggota, MK menegaskan konstitusi mengatur mengenai adminstrasi dalam perkawinan. Sementara, perihal sahnya pernikahan dilakukan berdasarkan hukum masing-masing agama dan kepercayaannya masing-masing melalui lembaga keagamaan.
Dalam konstitusi, kaidah pasal-pasal UU Perkawinan pun telah menegaskan kebebasan beragama sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 29 ayat (1) dan 29 ayat (2) UUD 1945.
Majelis Ulama Indonesia, kata Ikhsan, menyampaikan terima kasih kepada MK yang tetap menjadi penjaga konstitusi di Indonesia serta penafsir tunggal undang-undang melalui putusannya ini. Ditekankan, norma dalam Pasal 2 ayat (1) UU Perkawinan pun semakin menguat.
BACA JUGA: Capai Swasembada Komoditas Lokal, Kalsel Garap 4 Inovasi
“Untuk itu, kepada MK kami menghaturkan terima kasih, sekaligus kepada umat Islam tentu ini pesannya bahwa kalau menikah ya harus sesuai dengan ketentuan undang-undang yaitu Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yaitu sahnya pernikahan itu harus dilakukan sesuai dengan agamanya masing-masing dan negara itu hanya mencatat, tidak mengesahkan. Jadi pernikahan di luar itu berarti pernikahan yang tidak sah,” ujar Ikhsan.
Sebelumnya, gugatan uji materi mengenai nikah beda agama dalam UU Perkawinan itu diajukan seorang warga Mapia Tengah, Dogiyai, Papua bernama E Ramos Petage. Gugatan ini diajukan lantaran Ramos yang beragama Katolik mengaku gagal menikah karena perbedaan agama dengan pasangannya yang beragama Islam akibat pemberlakuan aturan dalam UU Perkawinan.
Menurut Ramos, UU Perkawinan tidak memberikan pengaturan apabila perkawinan tersebut dilaksanakan oleh mereka yang memiliki keyakinan dan agama yang berbeda. (*)
BACA JUGA: Gubernur Kalsel Ikuti Rakor Pengendalian Inflasi dengan Mendagri
2 comments