Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Ketua majelis hakim Suwandi SH nampak kesal dengan jawaban terdakwa perkara korupsi di Bank Perkreditan Rakyat (BPR) Candi Agung Telaga Silaba Amuntai Selatan Taufik Rahman.
Kekesalan ketua majelis hakim timbul setelah benerapa kali majelis menanyakan kemana uang yang sudah dikorupsi sekitar kurang lebih 779 juta.
“Uang itu selain untuk operasional BPR, juga untuk pemberian hadiah pada beberapa sekolah, serta membangun rumah kurang lebih Rp100 juta,” ujar terdakwa.
Namun jawaban itu tak membuat puas majelis hakim. “Masih banyak lagi, kemana lagi uang yang kamu selewengkan,” tanya ketua majelis hakim Suwandi SH lagi seraya meminta terdakwa jujur saja.
Baca Juga: Warga Digegerkan Temukan Mayat di Rumah Dekat Eks Pasar THR Banjarmasin
Kembali ditanya terdakwa hanya diam saja, dan kembali menjawab itu saja.
Sebelumnya terdakwa mengatakan kalau uang yang bejumlah Rp779 juta lebih tersebut sebagian di gunakan untuk biaya operasional dalam melakukan tugasnya termasuk memberikan insentif kepada nasabah, dengan ini inisiatif terdakwa sendiri, terutama nasabah yang setorannya cukup besar.
Dalam menjalankan modus operandinya terdakwa mengatakan bahwa untuk menutup permintaan nasabah, dilakukan sistem tutup lubang gali lubang, yang akhirnya tidak menutupi berujung ke ranah hukum.
Setiap setoran yang dilakukan nasabah baik tabungan maupun deposito semuanya ditandatangani sendiri oleh terdakwa sebagai barang bukti kalau terdakwa sudah menerima setoran dari nasabah.
Diketahui, terdakwa duduk dikursi Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banjarmasin, karena dituduh JPU Sumantri Aji Surya dari Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Uatara telah menilep uang nasabah BPR tersebut sehingga menelan kerugian mencapai Rp779 juta lebih.
Modus operandi terdakwa dalam menilep uang nasabah tersebut menurut JPU dalam dakwaanya dihadapan majelis hakim, sebagai karyawan yang bertugas mencari nasabah untuk himpun dana dengan cara jemput bola.
Uang nasabah yang akan disetor ke BPR, bukannya disetor, tetapi ada sebagian yang di tilep . Lebih fatal lagi terdakwa tidak segan segan memalsukan tanda tangan nasabah demgan menguras tabungan nasabah. Setiap setoran yang diterima terdakwa di tanda tangani sendiri bukan oleh pihak bank.
Kasus ini terbongkar ketika salah satu nasabah akan mengambil uang sebesar Rp40 juta sementara menurut buku tabungannya adanya dana Rp79 juta, ternyata oleh pihak bank dana nasabah yang bernama Nurhasanah cuma Rp20.000.
Kemudian pihak BPR membentuk tim untuk menyelidik kasus ini d an akhirnya terbongkar modus operadi terdakwa hingga sampai ke pengadilan.
Dari dakwan tersebut adanya 22 nasabah yang menjadi korban, sebanyak 20 orang punya tabungan dan dua orang menanam deposito.
Atas perbuatan terdakwa ini ini JPU mematok pasal 2 dan 3 Jo Pasal 18 Ayat (1) UU No. 31 Tahun 1999 sebagairnana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pernberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 64 KUHP, untuk dakwaan primair dan subsidair.
Penulis: Filarianti
Editor: Mercurius
Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya