Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Majelis hakim yang diketui I Gede Yuliartha SH akhirnya menolak eksepsi yang diajukan dua terdakwa perkara korupsi di PT Kodja Bahari.
Kedua terdakwa adalah mantan Direktur Komersial, Albertus Pattaru dan Mantan Direktur Operasi & Teknik PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari (Persero) Shipyard Banjarmasin, Suharyono Patarru.
Penolakan majelis hakim dibacakan pada putusan sela, Selasa (29/11).
“Menyatakan keberatan terdakwa tidak dapat diterima. Memerintahkan Jaksa Penuntut Umum untuk melanjutkan pemeriksaan perkara,” kata I Gedhe Yuliarta.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai, dakwaan yang telah disampaikan oleh Jaksa Penuntut Umum telah memenuhi syarat baik formil maupun materiil.
Baca Juga: Kapolda Kalsel Pimpin Apel Kesiapan Penanganan Bencana Alam, Perkenalkan Vibraphone Alat Pendeteksi
Dalil eksepsi lainnya seperti menyangkut dasar perhitungan kerugian negara yang menurut penasihat hukum tidak sesuai dengan fakta sebenarnya menurut majelis hakim harus dibuktikan melalui sidang pembuktian.
Karena eksepsi ditolak, majelis hakim memerintahkan JPU untuk menghadirkan saksi-saksi untuk diperiksa dalam sidang selanjutnya.
“Karena saksi-saksi atas kedua perkara ini sama, maka kita sepakati sidang akan dibuka bersamaan, mendengarkan keterangan saksi bersama-sama,” katanya seraya meminta jaksa agar memilah saksi yang benar-benar memahami perkara tersebut.
Menyangkut saksi, JPU Andre SH dari Kejati Kalsel mengatakan kalau pihaknya akan menghadirkan sebanyak 30 saksi termasuk ahli.
Diketahui, kedua terdakwa terseret perkara ini karena diduga melakukan korupsi terkait pembangunan proyek galangan kapal di PT Dok & Perkapalan Kodja Bahari Banjarmasin.
Baca Juga: Simpan Ratusan Gram Narkoba, Mahasiswa di Banjarmasin Disergap di Pinggir Jalan
Proyek itu dilaksanakan sejak Tahun 2018 lalu dengan pagu anggaran Rp 20 miliar lebih berasal dari penyertaan modal negara (PMN) dan bersumber dari APBN.
JPU mendakwa bahwa terdakwa melakukan tindakan melawan hukum karena tidak melakukan pengendalian dan pengawasan sehingga berakibat kegagalan konstruksi dan tidak bisa dimanfaatkan.
Jaksa dalam dakwaan menyebut, nilai kerugian negara yang timbul mencapai Rp 5,7 miliar.
Karena itu, kedua terdakwa masing-masing didakwakan dakwaan primair dan subsidair.
Pada dakwaan primair didakwakan Pasal 2ayat jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Sedangkan dakwaan subsidair yakni Pasal 3 ayat (1) jo pasal 18 UU No. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.
Penulis: Filarianti
Editoer : Mercurius