Makna dan Sejarah Hari Asyura 10 Muharram, Bukan Hanya Soal Bubur

by baritopost.co.id
0 comments 3 minutes read
Para ibu-ibu di Banjarmasin membuat bubur Asyura di 10 Muharram.

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – Menyambut 10 Muharram atau hari Asyura warga Banjarmasin memperingatinya dengan membuat bubur Asyura yang kemudian dibagikan untuk warga sekitar.

Bubur ini memiliki keistimewaan, karena dibuat hanya setahun sekali dan bahan campurannya juga beragam ada ayam, kacang, sayuran, ubi, kacang panjang, santan dan banyak bahan lainnya yang dicampur adukrata.

Perlu diketahui, sejarah bubur Asyura memilki pesan penting dalam kepercayaan ummat muslim dunia.

Baca Juga: Siapkan Pelantikan Wakil Rakyat 2024-2029, Setwan se-Kalsel Gelar Rakor

Menurut Mansyur, Sejarahwan Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin, Di beberapa tempat di Indonesia, termasuk Kalimantan Selatan, melaksanakan tradisi membuat “bubur Asyura”.

Hari Asyura ini dikaitkan dengan (seperti yang termaktub dalam I’anahal-Thalibin) Allah untuk pertama kali menciptakan dunia,dan pada hari yang sama pula Allah akan mengakhiri kehidupan di dunia (qiyamat). Pada hari itu pula Allah mencipta Lauh Mahfuzh dan Qalam, menurunkan hujan untuk pertama kalinya, menurunkan rahmat diatas bumi.

Dan pada hari Asyura itu Allah mengangkat Nabi Isa as. keatas langit, dan pada hari itulah Nabi Nuh as. turun dari kapal setelah berlayar karena banjir bandang. Sesampainya di daratan Nabi Nuh as. bertanya kepada umatnya “masihkah ada bekal pelayaran yang tersisa untuk dimakan?” kemudian mereka menjawab “masih ya Nabi” Kemudian Nabi Nuh memerintahkan untuk mengaduk sisa-sisa makanan itu menjadi adonan bubur, dan disedekahkan ke semua orang. Karena itulah kita mengenal bubur Asyura.

“Sejarah asyura ini dikaitkan dengan banyak sejarah para nabi dan terkait Allah menciptakan bumi, menciptakann laut,” katanya.

Baca Juga: Supian HK Calon Tunggal Ketua DPRD Kalsel 2024-2029

Pembuatan bubur ini konon merupakan kenangan terhadap suatu peristiwa pada zaman dahulu, ketika dalam suasana terkepung dan kekurangan makanan. dikumpulkan segala macam tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sekitarnya dan dicampur dengan persediaan bahan makanan yang ada menjadi bubur Asyura yang bisa dimakan.

Snouck Hurgronje mengaitkannya dengan peristiwa yang menimpa Husain dan rombongannya di Karbala. Secara normatif, akar historis dari
asal-usul tradisi bubur Asyura memang diperdebatkan validitasnya. Bahkan hal tersebut sama sekali tidak populer di kalangan ahli hadis maupun para imam mazhab terdahulu.

“Dalam konteks kearifan lokal, tradisi ini dianggap banyak mengandung nilai-nilai moral dan budaya. Sejumlah masyarakat menjadikan momen tersebut sebagai sarana bersilaturahim, bergotong-royong, saling berbagi dan memberi makan,” ucapnya

Baca Juga: Arifin Harapkan Kader Desawisma Bantu Cegah Stunting

Wali Kota Banjarmasin, Ibnu Sina, menyampaikan, pelaksanaan membuat bubur asyura adalah tradisi religius warga Kota Banjarmasin yang dilakukan di setiap kampung, RT, dan RW.

Bubur yang dibuat akan dibagikan ke masyarakat secara gratis di sekitar RSK atau wilayah Banjarmasin.

Tradisi di Banjarmasin, Bubur Asyura diolah terdiri dari 41 macam rerempahan, dimana semua jenis sayur dimasukkan.

“Saya berharap, tradisi ini dapat mempererat masyarakat. Mudah-mudahan tradisi ini bisa dipertahankan dan menjadi bagian dari kehidupan di kota Banjarmasin,” ucapnya.

Penulis : Hamdani

Follow Google News Barito Post dan Ikuti Beritanya

Baca Artikel Lainnya

Leave a Comment