Mantan Penarik Becak Menjadi Pendekar Hukum

ABDUL Halim Shahab saat lulus program doktor di Universitas Airlangga, Surabaya.(foto: ist)

Banjarmasin, BARITOPOST.CO.ID – BEKERJA dengan tulus,  ikhlas, ulet, dan rajin menjadi salah satu motto Abdul Halim Shahab.

Bagaimana tidak, sebelum sukses sebagai advokat dan dilantik sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Sultan Adam, Selasa (20/8) besok,  Halim pernah melakoni beberapa pekerjaan selama masih berstatus pelajar hingga mahasiswa S1. Pekerjaan itu dilakukan untuk membiayai kuliah dan menghidupi diri dan keluarganya.

Siapa yang menduga, pekerjaan di masa lalu yang pernah ditekuninya adalah sebagai penarik becak. Profesi itu dijalaninya selama 2,5 tahun menuntut ilmu di Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat (ULM, sebelumnya disingkat Unlam), yakni di kampus Unit Satu yang sekarang menjadi bangunan Bank Mandiri. Sebab, Halim berpikir, menarik becak tidak memerlukan modal . Dengan kata lain, hanya mengandalkan kemampuan dan tenaga.

Halim sebelumnya menjadi tukang ojek dengan menggunakan sepeda motor milik isterinya, yaitu sepeda motor jenis bebek. Saat itu, istri Halim juga masih kuliah di Fakultas Hukum ULM

“Sebelumnya,  saya menjadi tukang ojek. Itu pun motor milik istri. Kemudian oleh sekumpulan penarik becak, saya disarankan untuk menarik becak saja karena tidak memerlukan biaya, melainkan hanya  tenaga,” tutur Halim ketika ditemui di ruang kerjanya di STIH Sultan Adam, akhir pekan lalu.

Tanpa pikir panjang, Halim langsung menyewa becak dan bekerja di malam hari dengan register BM alias becak malam.

Banyak suka duka dialami Halim. Pengalaman yang membekas di antaranya ketika sedang menarik becak malam hari membawa dipan (ranjang). Halim berpapasan dengan  polisi yang sedang berpatroli . Kemudian becaknya ditendang. Pada waktu itu Halim mendengar ucapan beberapa polisi yang menyebut, “363” (pasal 363 KUHP- pencurian dengan pemberatan).

Pada waktu itu Halim hanya tersenyum dan menjelaskan bahwa ranjang itu bukan barang curian. Pada akhirnya petugas itu paham dan Halim melanjutkan pekerjaannya hingga pukul 00.00 Wita atau 12 malam.

‘’Situasi Kota Banjarmasin pada saat itu masih sepi,  jalannya tidak semulus seperti sekarang ini. Banyak ditemukan pemalak yang mabuk-mabukan, yang kadang kala bisa mengganggu,’’ cerita pria kelahiran Banjarmasin, 31 Oktober 1963 itu.

Untuk mengantisipasinya, Halim membawa bekal berupa kayu yang ditaruh di antara stang becak untuk menjaga diri dari hal-hal yang tidak diinginkan.

Selain pengalaman pahit, tentu ada pula hal-hal manis yang dirasakan. Misalnya, Halim pernah menjadi saksi kisah percintaan seorang polisi. Saat itu, Halim dengan becaknya mengantarkan sang polisi dari bioskop ke rumah sang kekasih, yang kini menjadi istrinya.

Lebih menarik lagi, Halim pernah mengantarkan teman satu SMA-nya dan teman kuliahnya dengan becaknya.
Kenangan lainnya adalah bersama anak tertuanya, Saskia Justicia. Saskia, yang saat itu masih berusia 1 tahun,  kerap dibawa Halim dalam becaknya ketika menjemput istri.  Badan Saskia diikat Halim dengan sarung agar tidak terjatuh ketika berada di dalam becak.

Memori tersebut kini terukir di hati Halim sekeluarga. Masa-masa itu terus diingat dan dijadikan renungan serta motivasi. Bahwa segala sesuatu harus diperoleh melalui perjuangan keras, kesabaran, dan keuletan
Kini, Abdul Halim Shabab dan keluarganya telah memetik  buah dari kegigihan itu. Salah satunya keberhasilan Halim mengantarkan putrinya menjadi seorang dokter dan kini termasuk tim medis jemaah haji Kabupaten Banjar.
Banyak lagi masa-masa penuh makna yang dilalui Halim sebagai penarik becak. Salah satunya adalah pernah mengantarkan seorang ibu yang ternyata adalah orangtua teman kuliahnya.
“Mulanya ibu itu menawar becak saya Rp400. Sementara tarif biasanya untuk mengantar ke tempat itu sekitar Rp700. Beliau tetap saya antar. Di perjalanan kami mengobrol. Ternyata anak ibu itu juga kuliah di Fakultas Hukum. Akhirnya ibu itu tidak jadi membayar Rp400, tetapi Rp1000,” ujar penyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dari Universitas Airlangga, Surabaya, itu.

Halim mengakui, pada awalnya sempat merasa malu di kampus karena profesinya sebagai oenarik becak.  Namun, lama-lama Halim tidak lagi merasa malu. Bahkan, ketika kuliah, becaknya pernah diparkir di depan kampus.
Selain menjadi tukang becak, Halim juga pernah menjadi buruh angkut air, pembantu rumah tangga, dan wakar –bahkan berhasil menangkap pencuri.  Dia juga pernah menjadi  pelayan toko dari kelas 4 SD sampai 3 SMA, guru mengaji dan karyawan perusahaan perfilman nasional sebagai kontroling.

Itulah sekelumit pengalaman hidup Dr Abdul Halim Shahab.  Bahwa untuk menjadi sukses, manusia harus bersikap tulus dan pantang menyerah. Pekerjaan yang halal akan mendatangkan berkah. Apapun itu. Karena dengan pekerjaan itu, akhirnya akan membentuk karakter kuat, kepekaan terhadap sesama, ulet dan tangguh. Tulisan yang akan datang akan menulis kiprah Halim yang memulai karir sebagai advokat.

tya

Related posts

Antisipasi Serangan Siber, SDM Diskominfo Kalsel Ikuti Pelatihan CSCU

Kesiapan Telkomsel Menghadapi Pilkada Serentak 2024

Poltekkes Banjarmasin Launching Wisata Sehat dan Gelar Kegiatan di Kampung Hijau