Banjarmasin , BARITO – INTOLERANSI tmenjadi salah satu topik yang paling sering dibicarakan di Indonesia. Hal ini terlihat dari meningkatnya konflik yang disebabkan tidak adanya sikap toleran dalam masyarakat. Terutama tindakan intoleran dengan mengatasnamakan agama hingga politik menjelang pilkada .
Banyak contoh berbagai kasus intoleran di tanah air misalnya kasus dugaan penganiayaan dan pembubaran acara midodareni di Kecamatan Pasar Kliwon, Kota Solo, Sabtu (8/8/2020) lalu . Atau dimasa Pandemi Covid19 kejadian pembubaran pelaksanaan ibadah pada rumah salah satu warga di Cikarang, Jawa Barat dan berbagai kasus lainnya.
Setara Institute sendiri mencatat jelang setahun pemerintahan Joko Widodo-Ma’ruf Amin, berbagai pelanggaran KBB dan ekspresi intoleransi menunjukkan peningkatan intensitas,” .
Lalu bagaimana dengan di Kalimantan Selatan ?
Pengamat politik dari Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Drs Apriansyah MSi menganalisa secara tindakan, di Kalsel tindakan intoleran masih belum terlalu masif.
Namun demikian dalam konteks wacana di media sosial (medsos) sudah menunjukan kecenderungan meningkat baik secara individu ataupun kelompok .
“Meski sebatas wacana atau pemikiran perlu juga diperhatikan wacana atau pemikiran yang berbenturan pada normalitas , kebudayaan itu bisa membentuk sebagai suatu pengajaran, dan pengajaran ini menjadi pemahaman namun yang keliru sehingga menjadi tindakan yang keliru pula seperti bersikap anarkis, intoleran ” terang Apriansyah kepada Barito Post
sebelum mengikuti acara diskusi yang digelar Ditintelkam Polda Kalsel dengan tema Diskusi Kebangsaan Menyikapi Fenomena Situasi dan Kondisi Ipoleksusbudkam Menuju Pilkada yang kondusif di di Swiss Bell Hotel Kota Banjarmasin, Jumat (4/12/2020) siang lalu .
Baca juga : https://www.baritopost.co.id/jelang-pilkada-kalsel-kh-m-mukri-yunus-serukan-persatuan-dan-kesatuan-umat/
Lalu langkah apa untuk meredam potensi intoleran di Kalsel termasuk menjelang Pilkada yang hanya menyisaka hitungan hari ini?
Tak lain dan tak bukan beber Apriansyah masing masing stakeholder konsentrasi pada pos masing masing . Misal aparat kepolisian dari tingkat Polda hingga Polsek melakukan tugas sesuai tupoksi. Demikian pula para tokoh agama atau ulama bertugas menyejukan dan mendamaikan umatnya” Sebab semuanya itu ada rujukan nya pada fikih , terkuat pesta demokrasi kan namanya pesta dibuatlah senyaman mungkin , yang namanya pengikut biasanya mengikuti pemimpinnya” pungkas dosen Fisip ULM yang sedang menyelesaikan S3 nya di Undip Semarang ini .
Senada disampaikan pengamat politik ULM lainnya DR Taufik Arbain mengatakan Intoleran adalah suatu sikap tidak tenggang rasa.”Penting bagi kita untuk sama-sama memahami menjaga kondisi situasi Pilkada di daerah,” tambah Taufik Arbain.
Menurutnya Pilkada di daerah bagaimanapun juga ini sesuatu yang lebih dekat dengan masyarakat.
“Maka dari itu jaga situasi yang kondusif. Kita bisa berpikir lebih jernih, termasuk kita mampu menangkal kecenderungan ada pihak-pihak tertentu yang akan mendorong pada tindakan tindakan radikal termasuk tindakan intoleran dalam suasana Pilkada,” pungkasnya.
Sebelumnya Ketua Dewan Pengurus Wilayah Ikatan Pesantren Indonesia Kalimantan Selatan (DPW IPI Kalsel), KH. M. Mukri Yunus menyerukan tentang pentingnya persatuan dan kesatuan umat demi terciptanya kehidupan masyarakat yang tentram, aman dan damai dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) termasuk di Kalsel menjelang Pilkada .
Penulis : Mercurius